SURABAYA (mediasurabayarek.net) - Kembali sidang lanjutan tiga terdakwa, yakni Slamet Setyawan, Juriyah dan Samsul Huda, yang tersandung dugaan perkara korupsi dana pemasangan jaringan air baru ke pelanggan tahun 2012 - 2015 yang menimbulkan kerugian Rp 6,1 miliar.
Kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Wahyudi dan Wido dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo menghadirkan 11 saksi yang diperiksa di persidangan. Adapun ke -11 saksi itu adalah Muh, Abdul Rosyid,Ali, Emma Ardiani, Moh. Imron, Umi Ningsih, Rizal Bachtiar, Nadya, Siti, Mukijad Mulyadi, Tri Teguh, dan Ani.
Selepas Hakim Ketua Ferdinand Marcus Leander SH membuka sidang dan terbuka untuk umum, langsung memberikan kesempatan kepada Jaksa untuk bertanya pada para saksi secara marathon.
"Silahkan Jaksa bertanya pada para saksi," ucapnya kepada Jaksa di di ruang Candra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya.
Jaksa bertanya pada saksi Emma Ardiani (administrasi dan piutang KPRI Delta Tirta Sidoarjo), apakah yang menjadi tugas saksi , tolong dijelaskan ?
"Tugas saya adalah mencatat uang masuk di koperasi dan pengeluaran koperasi," jawab saksi.
Menurut saksi, ada uang masuk tagihan nasabah baru sebanyak 6 kali tagihan, yang totalnya Rp 5,726 miliar.
Dijelaskan saksi, bahwa semua uang keluar harus sepengetahuan dari Bendahara (Juriyah) dan Ketua Koperasi (Slamet).
Namun demikian, saksi Emma tidak mengetahui adanya tagihan KPRI ke PDAM sebesar Rp 5,7 miliar.
Sementara itu, saksi M Imron dan Teguh menyatakan, bahwa awalnya tidak mengetahui adaya kerjasama antara KPRI dan PDAM.
"Tidak semua data sistem COR bisa diklik. Namun, yang bisa di klik yang sudah melakukan pembayaran. Berita acara yang sudah keluar sebagai SPK. Pernah ada Pasba, tanpa melalui COR, karena ada percepatan ," ujar saksi M Imron.
Sedangkan, saksi Ali menerangkan, bahwa KPRI punya hutang ke PDAM Rp 4,9 miliar. Namun, tidak bisa menelusuri hutang tersebut. Ada perintah dari Inspektorat , bahwa Koperasi harus kembalikan uang Rp 4,9 miliar itu.
Kabarnya ,dari tagihan Pasba di luar COR, namun saksi tidak tahu dari mana itu munculnya. AKan tetapi, Koperasi mengembalikan sesuai kemampuan kas koperasi dan diangsur Rp 1,8 miliar.
Giliran Penasehat Hukum (PH), Fikri SH didampingi Dimas Yemabura Alfarauq SH bertanya kepada saksi Emma, mengenai KPRI punya piutang ke PDAM Rp 5 miliar (periode tahun 2012- 2015),tolong dijelaskan ?
"KPRI punya piutang ke PDAM Rp 5 miliar, tetapi nggak bikin laporan," kata Emma.
Sedangkan PH Dimas SH bertanya pada saksi, apakah mengenai data keuangan pernah dikroscek oleh Pengurus koperasi ?
"Nggak pernah ada rekonsiliasi dengan kasir cabang. Juga, nggak pernah ada pencocokan Pasba," jawab saksi.
Saksi Umi Ningsih (Kabag Keuangan PDAM) juga mengatakan, bahwa tidak pernah ada rekonsiliasi KPRI dan PDAM.
Sehabis sidang, PH Fikri mengungkapkan, para saksi itu belum mengetahui jumlah titik terpasang itu sebenarnya berapa. Sehingga kalkulasi matematis itu belum terverifikasi dengan jelas.
"Kalau kita kalkulasi secara matematis, berapa titik terpasang dan berapa uang yang harus kami terima, terus berapa uang yang senyatanya kami terima, kalau kita komparasikan ketemu. Maka, terjadi dugaan kelebihan bayar. Atau, justru terjadi kekurangan bayar," tukasnya.
Tadi di persidangan, majelis hakim memberikan kesempatan untuk mengulik hal itu. "Tadi, sana mencatat dan mengakui memiliki hutang pada KPRI. PDAM memiliki hutang pada KPRI, hal itu diakui oleh Bagian Keuangan sekitar Rp 4 miliar - Rp 5 miliar. Di satu sisi, PDAM mengakui, memiliki piutang kepada KPRI. Juga sebaliknya, dilaporan keuangan KPRI, mengakui memiliki piutang kepada PDAM," tandasnya.
Kalau begitu, kenapa tidak duduk bersama dan yang harus digunakan seharusnya kanal perdata. Memang, akadnya dari awal adalah hutang-piutang. "Kami kurang sepakat kalau digeser ke kanal/ranah pidana. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar