SURABAYA (mediasurabayarek.com) - Penasehat Hukum (PH) Ahmad Suhairi SH MH menghadirkan Ketua MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia) Jawa-Timur, Heru , Himawan Agung Rahmanto (Litbang/Investigasi MAKI), Ahli Koperasi DR Heru SUpriyadi (Ketua Dekopinda Surabaya), DR Agus Pramono SH MH (Ahli Pidana), Reza Pahlevi (Kabid Dinas Koperasi UMKM) dan Lina.
Kehadiran 2 (dua) saksi meringankan dari MAKI Jatim dan 4 (empat) Ahli dalam sidang lanjutan Yuliatin CS (Yuliatin Ali Samsia, Wiwik Hendrawati, dan Sri Jatiningsih), yang tersandung dugaan perkara kredit macet Bank Jatim Syariah hingga menimbulkan kerugian negara Rp 4,4 miliar.
Nah, setelah Hakim Ketua Ferdinand Marcus Leander SH MH membuka sidang dan terbuka untuk umum, langsung mempersilahkan Ahmad Suhairi SH MH untuk bertanya pada kedua saksi yang meringankan terlebih dahulu, yakni Heru dan Himawan.
"Bisa saksi ceritakan pertemuan dengan Yuliatin itu !," pinta Ahmad Suhairi SH MH kepada saksi yang memberikan keterangannya di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Kamis (13/6/2024).
Ketua MAKI Jawa-Timur, Heru menerangkan, bahwa Yuliatin mendatangi kantor MAKI Jatim dan menyampaikan pengaduan dan mohon bantuan untuk persoalan Koperasi UPN Surabaya secara lisan.
"Kami memerintahkan Himawan (Litbang/Investigasi MAKI) untuk melakukan kajian dan pendampingan Koperasi UPN Surabaya. Terlebih lagi, Yuliatin CS akan menjadi tersangka dugaan korupsi, sebagaimana pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR)," ucapnya.
Menurut Heru, MAKI turun ke lapangan untuk melihat ada masalah apa yang sebenarnya terjadi pada Koperasi UPN Surabaya itu. Dibentuk Tim Khusus yang bersifat solutif tentang masalah Koperasi UPN.
Diketahui bahwa pengelolaan keuangan Koperasi UPN ada ketimpangan. Pengurus Koperasi pada tahun 2016 yang dijabat Yuliatin harus menanggung hutang pada 5 (lima) bank.
Pencairan Bank Jatim Syariah sebesar Rp 5 miliar pada awalnya untuk membayar pinjaman pada bank-bank sebelumnya. Dan pencairan Rp 2 miliar. Jadi, hutang Rp 7 miliar itu terdistribusikan semuanya.
Kembali Ahmad Suhairi SH MH bertanya kepada saksi, apa hasil temuan MAKi pada tahun 2022 ?
"Hasil temuan MAKI bahwa pada tahun 2022, ada minus saldo di Koperasi sekitar RP 28 miliar. MAKI prihatin atas hal ini. Sebenarnya, hutang Rp 7 miliar itu ada pada anggota. Lalu MAKI mohon dilakukan audiensi dengan Rektor UPN," jawab Ketua MAKI Jatim Heru.
Dan selanjutnya pada 30 Januari 2024 audiensi dengan Rektorat UPN Surabaya. Pengurus MAKI Jatim menghadap Rektor UPN.Waktu itu, ada Aziz (Kabag Keuangan UPN), Sukendar dn Wakil Rektor III.
"Tak lama kemudian, Rektor UPN datang dan akan melakukan langkah cepat menyelesaikan masalah Koperasi. Panggil 109 nama anggota peminjam bank, yang nilai pinjamannya bervariatif, ubah klaster 1,2,3 dan 4. Untuk klaster 1 dan 2, peminjam di atas Rp 100 juta. Bahkan ada yang Rp 600 juta. Sedangkan klaster 4 (nilai pinjaman dari 0 - Rp 50 juta)," kata saksi Heru.
Pada klaster itu, ada nama, alamat dan nilai hutang yang belum dibayarkan. MAKI berharap masalah ini bisa diselesaikan secara internal dan meminimalisir terjadinya korupsi.
"Yuliatin CS tidak ditemukan untuk memperkara diri sendiri ataupun merugikan keuangan negara," cetus saksi Heru.
Sementara itu Himawan (Litbang/Investigasi MAKI) menjelaskan, bahwa ada grand desain untuk menjebak Yuliatin CS untuk menutupi kesalahan pengurus koperasi sebelumnya.
Ada RAT istimewam Yuliatin diberhentikan menjadi Ketua Koperasi dan digantikan Pitoyo, dan dibentuk Tim 5 (lima). "Anggota koperasi tidak ada etikad baik untuk membayar hutang. Hutang itu bukan di era Yuliatin. Yuliatin dipilih lagi sebagai Ketua Koperasi untuk mengurusi dan menyelesaikan hutang koperasi.,"cetus saksi Himawan.
Pada tahun 2020 dihentikan pemotongan gaji karyawan oleh Aziz, Kabag Keuangan. "Lucunya, ada anggota datang ke koperasi sambil marah-marah. Benahi koperasi, baru anggota bayar hutang. Anggota tidak ada niat untuk membayar hutang," ungkap saksi Himawan.
Sedangkan Ahli Koperasi DR Heru SUpriyadi (Ketua Dekopinda Surabaya) menyataan, bahwa yang mengadakan perjanjian pinjaman adalah antara Bank Jatim Syariah dan Koperasi UPN Surabaya.
"Ini adalah masuk sistem Eksekuting. Pencairan pinjaman dari Bank Jatim Syariah itu tidak semua pinjaman ke anggota, meskipun dilampirkan nama-nama orang, alamat dan besar pinjamn (daftar nominatif). Terserah Koperasi disalurkan ke mana pinjaman itu," ungkapnya.
Sehabis sidang, Ketua Tim Penasehat Hukum, Ahmad Suhairi SH MH mengungkapkan, apa yang dilakukan kliennya (Yuliatin CS) yang mengikatkan dirinya dengan Bank Jatim Syariah Surabaya Utara adalah bukan perbuatan melawan hukum.
"Sehingga tidak layak dan tidak patut dihadirkan dalam persidangan sebagai terdakwa. Karena sistem yang dipakai eksekuting. Semua kewenangan dan ketentuan, uang itu mau di kemanakan oleh Pengurus Koperasi itu haknya dia (koperasi)," tandasnya.
Dipaparkan Ahmad Suhairi SH MH, yang selalu dipermasalahkan ada daftar nominatif sebagai syarat pencairan kredit itu, hanya sebatas administrasi pelengkap. Jadi, bukan keharusan dan dicairkan pada nama-nama tersebut.
"Nama-nama yang diajukan itu tidak ada tanda tangan mereka. Jadi, Ketua Koperasi UPN SUrabaya tidak ada pemalsuan tanda tangan di situ. Sementara dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) klien kami didakwa memalsukan tanda tangan dari masing-masing (nama) itu," tukasnya.
Keterangan dari saksi Ketua MAKI Jatim Heru dan Himawan, mengetahui persis bahwa persoalan di Koperasi UPN ada persoalan hutang dan persoalan yang rebit sebelumnya, yang dilakukan oleh Kepengurusan sebelum Yuliatin. Dengan barang bukti yang diajukan di persidangan, berupa hasil audit Buntaran bahwa Koperasi UPN punya minus Rp 28 miliar.
Maka daripada itu, uang dari Bank Jatim Syariah yang cair itu, tersedot. Untuk menutupi hutang sebelumnya. Seharusnya yang mempertanggungjawabkan atas masalah koperasi ini, Pengurus Koperasi sebelumnya (sebelum Yulaitin).
"Yuliatin CS hanya menjadi korban," katanya. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar