Dr. Solehoddin SH MH
Pemeriksaan saksi
SIDOARJO (mediasurabayarek.com) - Agenda pemeriksaan saksi Leonardo dan Hendradi, serta Unggul Prasetyo (saksi ahli) yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kota Malang, justru menguntungkan terdakwa Nanang Rofii dan Candra, yang tersandung dugaan perkara korupsi pengalihan lahan milik Pemerintah Kota (pemkot) Malang, digelar di ruang Candra Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya, Rabu (24/6/2020).
Giliran pertama diperiksa adalah saksi Hendradi, menyatakan, bahwa Leonardo adalah keponakannya dan dimintai tanda tangan oleh dirinya.
"Dia (Leonardo-red) pinjam nama saya untuk membeli bangunan dan tanah. Tanah itu, dulunya, milik teman saya waktu duduk di bangku SMA. Pemilik tanah itu bernama Tukul. Mengenai ahli warisnya, saya tidak tahu. Saya hanya diminta KTP dan teken di notaris Natalia," ucapnya.
Menurut Hendradi, pihaknya tidak mengetahui berapa nilai transaksi bangunan dan rumah itu. "Saya nggak dikasih duit sama Leonardo dan tidak pernah ke lokasi," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Tim Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Dr. Solehoddin SH MH bertanya kepada saksi Hendradi , apakah pernah menyebut nama terdakwa Nanang dan Candra ?
"Nggak pernah menyebut nama Nanang dan Candra," jawab saksi Hendradi di muka persidangan.
Kini, giliran saksi Leonardo memberikan keterangannya di persidangan. "Saya kenal Candra sudah lama sejak tahun 2013 lalu. Waktu itu, Candra bagian kredit di sebuah bank. Saya di properto dan bermitra dengan teman. Seingat saya, pembelian bangunan senilai Rp 1,2 miliar," katanya.
Waktu itu, lanjut Leonardo, dia menawari membeli sebagian tanah sekitar Rp 450 juta dan Leonardo Rp 750 juta di Oro-Oro Dowo.. "Candra tidak tahu, kalau tanah itu milik Pemkot Malang. Setelah sertifikat terbit, baru ada retribusi," cetusnya.
Setelah Leonardo membeli tanah itu, barulah Candra ditawari untuk membeli sebagian tanah. "Saya tawari Candra untuk beli tanah itu. Katanya, ada tanah Pemkot yang bisa disertifikatkan. Tetapi, setelah transaksi," ungkapnya.
Dijelaskan Leonardo, bahwa sertifikat SHM 1603 atas nama ahli waris dan sertifikat SHM 1606 atas nama dirinya, Leonardo. Yang mengurus pecah sertifikat adalah ahli waris.
Dalam perkembangannya, Leonardo di atas tanah itu membangun 2 rumah toko (ruko) dan sudah dijual seharga Rp 6 miliar kepada orang lain. Karena tanah itu bermasalah, uang penjualan ruko itu dikembalikan pada pembelinya.
Leonardo sendiri, hanya satu atau dua kali berurusan dengan terdakwa Nanang. "Saya nggak tahu Nanang di lokasi bersama ahli waris dan Candra. Saya lupa hal itu. Karena sudah lama sekali. Nanang nggak tahu, kalau tanah itu milik Pemkot Malang," katanya.
Hasil surat ukur tanah itu diserahkan kepada ahli waris. Perihal data data yang dipunyai Nanang, Leonardo tidak mengetahuinya. "Saya memberikan uang makan untuk tiga orang petugas ukur Rp 500 ribu," tukas Leonardo.
Untuk pemberian uang makan itu, dinilai majelis hakim adalah hal yang wajar-wajar saja.
Untuk pengambilan sertifikat SHM 1603 diambil oleh Leonardo. Sedangkan sertifikat SHM 1606 adalah ahli waris.
Ditambahkan Unggul Prasetyo (saksi ahli) dari Inspektorat Pemkot Malang, berdasarkan penilaian harga pasar tanah yang berperkara itu nilainya Rp 10 juta per meterpersegi, dengan nilai total Rp 3,5 miliar (seluas 350 m2).
Penilaian atas tanah itu dilakukan pada tahun 2018 lalu. "Sebenarnya, penilaian itu dilakukan konsultan penolai dari KJPP," tandasnya.
Sehabis sidang, Ketua Tim Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Dr. Solehoddin SH MH mengungkapkan, keterangan para saksi sangat menguntungkan terdakwa, karena tidak ada kerjasama secara tertulis (antara Leonardo dan Candra-red).
"Beli tanah setelah terbitnya sertifikat SHM 1603. Ini berarti tidak ada kerjasama , sebagaimana yang dituduhkan oleh pihak jaksa. Munculnya pembayaran Rp 450 juta (bukti sudah diberikan kepada majelis hakim) , bahwa tanah itu sudah lunas. Saya katakan pembeli yang beretikad baik (Candra-red). Saya tanyakan, apakah ada bentuk kerjasamanya, berapa setor duit dan berapa dapat keuntungannya. Ternyata, nggak ada kerjasama semacam ini ," kata Dr. Solehoddin SH MH .
Mengenai Nanang Rofii, dia sudah menjalankan perintah sesuai data data yang ada. "Semua batas batas tanah diberikan ahli waris dan menunjukkan batas batas itu. Berarti clearance dan sudah jalankan apa yang ada di berkas," tegasnya.
"Keterangan para saksi itu merontokkan dakwaan jaksa. Begitu pula, ahli yang mengaudit tanah itu dilakukan pada tahun 2018. Padahal tindak pidana itu tahun 2015. Itu jauh sekali dan tidak mungkin menjadi Rp 3,5 miliar. Membeli tanah seluas 77 m2, bukan 350 m2. Bagaimana didakwa seseorang bukan tanahnya dia. Tanahnya di posisi 77 m2, kalau mau dihitung oleh ahli," kata Dr. Solehoddin SH MH . (ded)
0 komentar:
Posting Komentar