Nuril SH
Suasana sidang
SURABAYA (mediasurabayarek.com) - Tiga saksi ahli dihadirkan sekaligus oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang lanjutan 4 (empat) terdakwa ( Anas Ma’ruf-- mantan Kepala Disperindag Jember--, Edi Shandy Abdur Rahman SE-- pelaksana pekerjaan fisik Pasar Manggisan--, Irawan Sugeng Widodo alias Dodik dan M Fariz Nurhidayat --selaku pelaksana pekerjaan perencanaan dan pengawasan Pasar Manggisan), yang tersandung perkara dugaan korupsi pembangunan Pasar Manggisan di Kecamatan Tanggul , Jember , digelar di ruang Candra Pengadilan Tipikor, Juanda, Selasa (14/7/2020).
Kali ini, 3 (tiga) saksi ahli yang dihadirkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jember adalah Dra Fadliyah (Ketua Tim BPKP Jatim), Drs Agus Yusuf Msi dari Universitas Gajah Mada (UGM), dan I Ahsanuddin MT.
Dalam keterangannya, Dra Fadliyah (Ketua Tim Pengawas Keuangan BPKP Jatim) menyatakan, tidak ada aliran dana yang masuk kepada terdakwa Anas Ma’ruf.
"Setahu saya, tidak ada aliran dana yang masuk dan dinikmati oleh Anas Maruf," ucapnya.
Dalam audit BPKP Jatim, kata Fadliyah, ditemukan bahwa konsultan perencana tidak dilakukan oleh orang dalam kontrak. Nilai kontraknya sebesar Rp 98 juta, yang dikeluarkan Rp 22 juta. Jadi, kerugian negara sebesar Rp 76 juta.
Diketahui , Faris yang menyetor dan menerima uang atas nama PT Menara Cipta Graha dan CV Multi Desain.
"Kami sudah klarifikasi ke Fariz dan ternyata pinjam nama kedua perusahaan tersebut. Selain itu, Faris juga melakukan penawaran dan pelaksana Pasar Manggisan," ucapnya.
Ada kerugian Rp 1,38 miliar dan uang yang sudah dikeluarga negara sekitar Rp 4,1 miliar. Ada yang tidak bisa dikonfirmasi uang itu di kemanakan. Misalnya, Hadi Sakti. Karena proyek belum selesai dikerjakan.
Ketika giliran Penasehat Hukum (PH) terdakwa Anas Ma’ruf, Nuril SH bertanya kepada Dra Fadliyah (Ketua Tim Pengawas Keuangan BPKP Jatim) mengenai pencairan Rp 4 miliar dan dikirim ke rekening Hadi Sakti, kemudian dikirim ke Babus Salam. Apakah ditemukan adanya uang yang diberikan kepada Anas Ma'ruf ?
Dra Fadliyah menjawab, bahwa tidak ada aliran dana yang masuk ke Anas Ma'ruf. "Yang bertanggungjawab adalah orang yang menerima uang itu. Tidak ada aliran dana sepeserpun ke Anas Ma'ruf," katanya.
PH M Nuril SH menegaskan, bahwa tidak ada aliran dana sepeserpun yang masuk dan diterima Anas Ma'ruf.
"Ya benar, tidak ditemukan adanya uang yang dinikmati Anas," cetus Dra Fadliyah.
Terlepas dari hal itu, ada yang tidak berhak menerima uang adalah istri dan anak Agus Salim sebesar Rp 150 juta. Istri muda Agus Salim menerima Rp 370 juta.
"Atas uang -uang tersebut, belum ada pengembalian," tutur Dra Fadliyah .
Selain itu, ada aliran uang ang tidak bisa diklarifikasi pada yang bersangkutan. Misalnya, adanya pengakuan dari Babus Salam atas uang Rp 70 juta. "Itu uang apa ? Nggak bisa diklarifikasi," ungkapnya.
Sementara itu, ahli pengadaan Indonesia, Drs Agus Yusuf Msi menambahkan, bahwa penyedia jasa yang ditunjuk dilarang mengalihkan pekerjaan pada orang lain. Tidak boleh disubkon , kalau bukan yang spesifik.
"Kalau yang mengerjakan proyek itu orang lain, bukan penyedia maka PPK memberikan teguran tiga kali. Nggak diindahkan juga, bisa putus kontrak," ungkap Agus Yusuf.
Untuk pembangunan proyek pada tahun 2018 menggunakan Keppres No 54 Tahun 2010 untuk pengadaan barang dan jasa.
Untuk pengerjaan proyek pemerintah, persiapan dilakukan oleh PPK dan pejabat pengadaan di bawah Rp 100 juta. Di atas Rp 100 juta, dilakukan oleh Pokja ULP (Unit Layanan Pengadaan).
Pejabat pengadaan, setelah menerima spek dan SPK (Surat Perintah Kerja) menyusun dokumen pengadaan. Lantas, PPK melakukan kontak dengan penyedia sampai pekerjaan selesai.
Untuk konsultan perencanaan dan pengawasan senilai Rp 97 juta, harus seleksi sederhana dan pengumuman lima hari.
Pejabat pengawasan menerima dan teken pengadaan, menyerahkan dokumen kepada pejabat pengadaan.
"Menjaga akuntabilitas pengadaan oleh pejabat pengadaan. Tanpa dilakukan itu, yang melaksanakan kegiatan orang lain, yang tidak ada dalam struktur organisasi yang ditunjuk atau bukan pemenang, itu dilarang," tukasnya.
Mereka yang membuat penawaran dan melaksanakan pekerjaan adalah pelaku usaha. Harus jelas siapa yang bertanggungjawab. Untuk uang pembayaran masuk ke rekening penyedia dan diserahkan kepada pelaksana pekerjaan," tandasnya.
Jikalau penyedia hanya mendapatkan fee sebesar 8 persen, Kalau disepakati dikerjakan si A dan harus dituangkan dalam kontrak. "Penyedia melakukan pekerjaan, setelah teken kontrak," ujarnya.
Yang berhak tanda tangan kontrak adalah PPK dengan Direktur yang namanya tercantum dalam perusahaan. Atau menunjuk pegawai perusahaan dengan surat kuasa.
"Kalau nggak sesuai jangan dibayar dan sanskinya di black-list. Kalau ada unsur pidananya, bisa dipidanakan. KPA dapat sekaligus bertindak sebagai PPK.
Kalau pengerjaan proyek tidak selesai sesuai kontrak, maka PPK mengundang tim teknis, tim ahli, konsultan perencanaan diajak bicara. Dikasih waktu 50 hari untuk mengerjaan proyek.
Atas rekomendasi mereka, diberikan kesempatan atau tidak nantinya. Kalau nggak mampu, diputus kontraknya dan black list, jaminan dicairkan. Pemutus kontrak dan perpanjangan kontrak adalah PPK.
PPK sendiri, tidak perlu terlibat pengadaan barang dan jasa. Kecuali dalam pengangkatan disurh membantu pengadaan.
Sehabis sidang, PH M Nuril SH mengatakan, tidak ada aliran dana yang masuk pada Anas. Terkait pasal 18 UU Tipikor menyatakan bahwa seeorang dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan apa yang dia nikmati.
"Karena memang Pak Anas selaku PPK tidak pernah menikmati uang sepeserpun dari uang korupsi, tidak perlu dimintai dan dibebani pertanggungjawaban uang pengganti," katanya. (ded)
(ded)
0 komentar:
Posting Komentar