“(Mulanya) Saya dikenalkan teman ke Pak Putra di Januari 2021. Waktu ketemu ditawari pekerjaan. Lalu KTP saya diminta. Llau, diajak ke bank BCA. Ternyata buka rekening. (Seingat) saya cuma tanda tangan saja. Buku tabungan, ATM semua dibawa Pak Putra,” ucap Purnomo di ruang Candra, Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (8/9/2022).
Selepas urusan dari bank, Purnomo mengaku diberi uang Rp 500 ribu dan sebuah Hp oleh Putra. Ketika diberikan HP, Purnomo hanya disuruh Putra untuk menunggu perintah apabila dibutuhkan untuk tanda tangan saja.
“Saya sempat bilang ke istri, saya dapat kerjaan cuma tanda tangan saja. Jika Pak Putra butuh, saya ditelepon disuruh tanda tangan slip penarikan, pengiriman dan pemindahan bukuan. Bahkan, pernah ada pindah dana sebesar Rp 15 miliar. Saya kaget Pak Hakim. Kadang cek itu ada namanya, kadang pula kosong. Kalau ada namanya itu Sutikno,” ujarnya.
Menurut Purnomo , dia pernah ke kantor Putra dan melihat kantor tersebut ada tulisan Viral Blast. Putra mengaku sebagai bos kantor tersebut kepada dirinya.
“(Seingat) saya ada tulisan Viral Blast di kantor Pak Putra. Katanya dia bosnya. Saya tidak pernah tahu dan ketemu dengan ketiga terdakwa. Saya tahunya cuma Putra,” tegasnya.
Dipaparkan Purnomo, bahwa rekeningnya hanya berumur setahun. Sebab, Putra menyuruh dirinya menutup rekening atas namanya itu. “Pembukaan rekening itu, dibuka awal tahun 2021 dan disuruh tutup awal Januari 2022,” katanya dengan nada polos yang sering mengundang tawa pengunjung sidang.
Sementara itu, saksi Sutikno mengatakan , bahwasanya Putra adalah teman SD di Lumajang. Dia hanya dipinjam rekeningnya oleh Putra.
“Hanya dipinjam rekening saja. Sebenarnya, dia teman saya SD. Saya tidak tahu transaksinya. Jadi saya percaya saja. Token saya kirim ke Putra via paket. Buku tabungan sama ATM saya pegang,” katanya.
Dia hanya dibutuhkan tanda tangannya di slip penarikan dan pengiriman uang ke seseorang sesuai perintah Putra. Seingat dia, paling besar pernah mengirim uang sebesar Rp 3,5 miliar kepada Andrew.
“Yang menetapkan saya dikasih fee 0,001 persen setiap penarikan dan pengiriman adalah Putra. Pernah kirim Rp 3,5 miliar, saya dikasih Rp 3,5 juta. Kalau Rp 1 miliar dapat Rp 1 juta. Dari uang itu saya beli mobil Jazz. Tetapi tidak semuanya. Karena sebagian adalah uang saya,” imbuhnya.
Sebelum kasus ini terkuak, lanjut Sutikno, Putra menyuruh dirinya menutup rekeningnya. Waat itu sisa saldo di rekening sebesar Rp 380 juta. Setelah diambil, Sutikno disuruh mengantarkan ke Tunjungan Plaza via ojek online.
“Sisanya yang disuruh kirim ke Putra. Saya kirim pakai Gojek,” ungkapnya.
Sehabis sidang , Appe Hamongan Hutauruk SH, Penasehat Hukum (PH) terdakwa mengatakan . bahwa dari keterangan para saksi membuktikan bahwa semua yang mengatur adalah Putra Wibowo.
“Berdasarkan keterangan saksi-saksi terbukti Putra Wibowo yang mengendalikan keuangan dan aliran dana nasabah. Tidak ada keterlibatan dari para terdakwa, karena tidak memegang uang itu. Semua dipegang Putra. Intinya keterangan kedua saksi ini sangat menguntungkan para terdakwa. Apalagi dua saksi tidak tahu dan mengenal para terdakwa,” tukasnya.
Sebagaimana diketahui, para terdakwa didakwa dengan pasal 105 UU No.7 Tahun 2014 tentang perdagangan jo. Pasal 5 ayat (1) ke 1 KUHP, Pasal 378 KUHP jo. Pasal 5 ayat (1) ke 1 KUHP dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). (ded)

0 komentar:
Posting Komentar