SURABAYA (mediasurabayarek.com) - Penyidik Polda Jatim, Muhammad Wahyu Cahyo dihadirkan sebagai saksi verbalisan dalam sidang lanjutan terdakwa Feni Talim dan Notaris Edhi Susanto (berkas terpisah), yang tersandung perkara dugaan pemalsuan surat.
Kehadiran saksi ke persidangan ini, untuk dikonfrontir dengan terdakwa Feni yang pada sidang sebelumnya , mengaku merasa tertekan saat menjalani pemeriksaan penyidikan di kepolisian.
Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Suparno SH MH dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rakhmad Haru Basuki dari Kejaksaan Tinggi Jawa -Timur ini, saksi Verbalisan mengakui bahwa pemeriksaan terhadap Terdakwa hingga jam 12 malam.
Dalam keterangannya, saksi Wahyu menyatakan, bahwa dirinya sempat menawarkan ke terdakwa Feni Talim untuk didampingi oleh Pensehat Hukumnya.
AKan tetapi, Feni menjawab tidak perlu. “Nah, setelah saya lakukan tanya jawab, terdakwa Feni membaca dan memparafnya dan tidak merasa tertekan,” ujar saksi Wahyu ketika ditanya oleh majelis hakim di ruang Garuda 2 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (8/9/2022).
Tiba giliran Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Pieter Talaway SH MH mengajukan pertanyaan kepada saksi Verbalisan terkait pemeriksaan Feni Talim yang dilakukan berpindah-pindah tempat di ruang Polda Jatim.
Namun begitu, saksi Muhammad Wahyu Cahyo menjawab, tidak ada perpindahan tempat pemeriksaan atas Feni tersebut..
Pertanyaan Pieter berlanjut dengan menanyakan kepada saksi , terkait jam saat pemeriksaan. Ini mengingat, berdasarkan keterangan kliennya itu dirinya diperiksa oleh penyidik hingga larut malam.
"Tidak, pemeriksaan sampai jam 12 malam,” jawab saksi singkat.
Menurut saksi, bahwa pelapor dalam perkara ini adalah Hardi Kartoyo. Kembali Pieter Talaway SH mempersoalkan isi BAP yang isinya pemeriksaan saksi atas nama Untung Prayitno.
Dalam pertanyaan penyidik yang isinya sehubungan dengan laporan tersebut yang melaporkan Edhi Susanto dkk, dijawab melaporkan tindak pidana pemalsuan.
“Padahal ini bukan pelapor, kok pertanyaan begitu. Berarti saudara menyusun BAP asal-asalan saja” ujar Pieter.
Atas pertanyaan kritis dari Pieter Talaway SH ini , saksi mengaku dirinya tidak melakukan pemeriksaan langsung terhadap saksi Untung Prayitno.
Lagi-lagi, Pieter menanyakan isi BAP saksi atas nama Ninik Hartini yang isinya hubungan saksi dengan Edhi Susanto adalah suami istri.
“Padahal bukan, pertanyaan ini kan bisa membuat pertengkaran suami istri (Edhi Susanto dan Feni Talim),” tanya Pieter dengan nada tegas.
Saksi menjawab, pertanyaaan itu diberikan dan dikoreksi oleh terdakwa. “Jika ada kesalahan harusnya terdakwa tidak memparafnya,” jawab saksi.
Dengan jawaban saksi ini, Pieter masih merasa keberatan lantaran pengetikan pertanyaan oleh penyidik tidak dikoreksi dengan benar.
Atas keterangan yang disampakan oleh saksi verbalisan ini, terdakwa Feni Talim tetap menyangkalnya. Intinya terdakwa tidak mendapat pendampingan oleh Penasehat Hukumnya saat di periksa oleh penyidik.
'Saya yakin surat kuasa itu asli. Saya percaya suami," kata Feni Talim.
Sehabis sidang, Pieter Talaway SH MH mengungkapkan, bahwa ada banyak kesalahan dalam proses penyidikan , termasuk beberapa kesalahan ketik yang nyatanya merusak jawaban dalam Berita Acara Pemeriksaan. Hal ini dipermasalahkan oleh kliennya Terdakwa Fenni Talim.
“Satu hal yang menonjol ketika klien kami berkeberatan untuk diperiksa sebagai saksi terkait perkara yang melibatkan suaminya seharusnya penyidik tidak melanjutkan pemeriksaan . Namun dalam hal ini penyidik melanjutkan pemeriksaan ," cetusnya.
Dijelaskan Pieter Talaway SH, bahwa dalam KUHAP diberikan hak pada saksi untuk menolak kalau ada hubungan darah atau pernikahan, tetapi saksi dipaksa penyidik. Kalau tetap meneruskan, hal itu berarti berupa penekanan.
"Kalau berhenti sampai di situ dan alasan keberatan , distop, ya sudah. Ternyata diperiksa terus. Ini suami saya, saya keberatan jadi saksi. Itu boleh dan KUHP mengatur hal itu. Tentunya, BAP nya cacat hukum," ungkapnya.
Keterangan terdakwa menyatakan, bagaimana mungkin dia tidak percaya bahwa surat kuasa itu asli. Dia (Feni Talim) percaya bahwa surat itu asli, yang memberikan suami.
"Masak suami mau menjebak istri dengan mengatakan ini palsu, supaya istri masuk penjara. Kan itu nggak mungkin. Jadi, dia yakin suaminya tidak mungkin melakukan hal itu kepada dia. Dia tinggal menggunakan untuk mengurus dan ketika mengurus, juga tidak ada perlawanan. Berarti menyetujui pengukuran, kalau misalnya dikatakan, eh tidak boleh. Siapa yang memberi kuasa kamu untuk hadir ke sini dengan BPN. Itu artinya, tidak bisa digunakan kuasa itu. Ternyata lancar semua," tandas Pieter SH.
Sampai jadi sertifikat dan loginya berubah dari bola dunia menjadi garuda, mereka mint sertifikat asli yang sudah dirubah. Artinya, mereka itu setuju. dalam perkara ini, hakim menyatakan, karena sertifikat tidak diserahkan.
Kenapa notaris tidak mau serahkan sertifikat, karena diserahkan ke penjual , pembeli yang nuntut dia. Karena sudah serahkan uang Rp 500 juta. Jadi, dia tahan sampai ada putusan Pengadilan atau instansi kepolisian, baru dia serahkan. (ded)

0 komentar:
Posting Komentar