SURABAYA (mediasurabayarek.net ) - Sidang lanjutan Drs. Moch. Wahyudi , MM, yang tersandung dugaan perkara korupsi proyek Pembangunan Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) Lamongan, terus bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya.
Kali ini agendanya adalah
pembacaan nota keberatan (eksepsi) yang disampaikan oleh Penasehat Hukum (PH)
M. Wahyudi, yakni Muhammad Ridlwan SH. Sedangkan
dua terdakwa lainnya, yaitu Sandy Ariyanto, Direktur CV Fajar Crisna dan Davis
Maherul Abbasiya, selaku pelaksana pekerjaan proyek yang perkaranya di split
(terpisah), tidak mengajukan eksepsi.
Setelah Hakim Ketua Ni Putu
Sri Indayani SH membuka sidang dan terbuka untuk umum, langsung mempersilahkan
PH M. Ridlwan SH untuk membacakan eksepsinya pokok-pokoknya saja.
“Silahkan Penasehat
Hukum membacakan eksepsi dari Moch, Wahyudi !,” pinta majelis hakim di ruang
Cakra Pengadilan TIPIKOR Surabaya, Senin (2/6/2025).
Dalam eksepsinya, PH M. Ridlwan
SH didampingi Ainur Rofik S.HI menyatakan, pihaknya mengajukan permohonan
kepada majelis hakim yang memeriksa perkara ini agar menjatuhkan putusan sela
dengan amar, menerima dan mengabulkan segala eksepsi atau keberatan dari Moch.
Wahyudi MM untuk seluruhnya.
“Menyatakan surat dakwaan
Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap. Oleh karena
dakwaan dari Penuntut Umum tidak dapat diterima. Atau batal demi hukum,”
ucapnya.
PH M. Ridlwan SH juga
memohon majelis hakim untuk memerintahkan JPU untuk mengeluarkan terdakwa dari
tahanan dan membebankan biaya perkara kepada negara.
Dan apabila majelis
hakim berpendapat lain, agar diberi putusan yang seadil-adilnya, demi tegaknya
keadilan berdasarkan hukum yang berlaku dan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.
Dalam dakwaan Jaksa disebutkan,
bahwa kerugian keuangan negara didasarkan atas laporan akuntan public atas
perhitungan kerugian negara Nomor 001/AI/KAP BWP/AP. 1419/I/ 2025 tanggal 8
Januari 2025. Yang sebelumnya, telah ada hasil audit BPK laporan hasil pemeriksaan
atas laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Lamongan Tahun 2022 pada pelaksanaan
pekerjaan Pembangunan komplek Gedung dan pemasangan rail conveyor RPHU Tahun
2022 sebesar Rp 92,846 juta, yang memiliki kewenangan yang diatur dalam
konstitusi, umumnya lebih kuat dan memiliki prioritas.
Bukan sebaliknya audit
BPK mengikuti dan menyesuaikan laporan
akuntan public. Sebagaimana dalam uraian dakwaan Jaksa, kerugian keuangan negara
atau perekonomian negara sebesar Rp 331, 616 juta. Ini berdasarkan laporan
akuntan publik tanggal 8 Januari 2025.
Atas kerugian negara tersebut telah dilakukan penyetoran pada kas daerah Kabupaten Lamongan sebesar Rp 92,846
juta. Sehingga masih terdapat kerugian
keuangan negara sebesar Rp 238, 770 juta.
Semestinya akuntan publik
menyesuaikan dengan audit BPK, bukan audit BPK menyesuaikan hasil akuntan publik.
Bahwa Moch, Wahyudi sepeserpun tidak menerima aliran dana/atau menikmati uang, sebagaimana dalam perkara ini. Dalam proses penyidikan, terdakwa melalui Tim Penasehat Hukumnya bersurat ke penyidik Kejaksaan Negeri Lamongan untuk memohon dan bersedia dilakukan tes poligraf dan uji psikologis forensik.
Bahkan, Mantan Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkawan) Lamongan, Drs. Moch. Wahyudi , MM, Moch Wahyudi telah mengajukan permohonan praperadilan berkaitan tidak sahnya penetapan tersangka, dalam perkara dugaan korupsi Pembangunan RPHU Lamongan.
Namun, praperadilan
ditolak oleh Pengadilan Negeri (PN) Lamongan pada 28 Mei 2025, dengan amar
putusan gugur, karena pokok perkara telah disidangkan pada di Pengadilan
TIPIKOR Surabaya.
Nah, setelah pembacaan
eksepsi dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Ni Putu Sri Indayani SH menyatakan,
sidang akan dilanjutkan dengan tanggapan Jaksa atas eksepsi Penasehat Hukum
(PH) pada Kamis, 5 Juni 2025 mendatang.
Sehabis sidang, PH M. Ridlwan
SH mengatakan, intinya Moch. Wahyudi mengajukan eksepsi, karena surat dakwaan yang
disusun oleh Jaksa itu kerugian negara merujuk pada hasil audit akuntan publik.
Bukan BPK sebagaimana lembaga yang berwenang dalam konstitusi.
Kerugian berdasarkan
hasil audit BPK Rp 92 juta sekian. Dari rekomendasi BPK pada waktu itu adalah
untuk dikembalikan dan sudah ada pengembalian.
“Dan waktu itu sudah
dibayar oleh pihak ketiga. Moch. Wahyudi bingung, ditetapkan tersangka atas
dasar apa ? Karena berdasarkan audit BPK kan sudah dibayar. Ternyata, Jaksa menentukan
itu semua berdasarkan audit akuntan publik, dengan kerugian Rp 331 juta sekian.
Sehingga yang belum dibayarkan Rp 200 juta sekian,” cetusnya.
Menurut PH M. Ridlwan SH,
bahwa M. Wahyudi itu sepeserpun tidak menerima aliran dana yang dimaksud
tersebut. Justru, saksi-saksi lainnya disebutkan menerima aliran dana. Upaya
Wahyudi pada saat itu, tes poligraf dan uji psikologis forensic pada 14 April
2025 dan melakukan praperadilan di PN Lamongan, berusaha melakukan pembelaan
terhadap dirinya. Bahwa, dia tidak melakukan hal itu semuanya.
Bahkan pada waktu itu,
Wahyudi mendengar ada dugaan dia adalah satu-satunya sebagai tersangka.
Padahal, Pembangunan Rumah Potong Hewan dan Unggas (RPHU) adalah rangkaian dari
sekian banyak peristiwa. Ada Lelang, pengadaan, , ada konsultan, pengawas
proyek dan lain-lain. Sehingga kalau menentukan
di mana perbuatan yang menjadikan kerugian negara ini.
“Harus melakukan audit investigatif
untuk menentukan siapa yang paling bertanggungjawab atas perkara ini. Karena
yang berkaitan dengan perbuatan melawan hukum harus dengan cara seperti itu,”
katanya.
Sebagaimana rekomendasi
BPK pada saat itu, yang dibebani kerugian negara adalah pemborong itu. Ada
Sandy dan Davis. Kerugian ada di pembangunan, bukan di proses administratifnya.
Sebagaimana dakwaan
jaksa, disebutkan bahwa kasus ini menggunakan dana APBD Tahun 2022 sebesar Rp 5
miliar, ketiga terdakwa (Moch. Wahyudi, Sandy, dan Davis) dijerat pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar