SIDOARJO (mediasurabayarek.net ) - Sidang lanjutan Kades Gilang non-aktif Sulhan, Ketua Panitia PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) Rasno Bahtiar, dan Koordinator Lapangan Hudijono alias Pilot, yang tersandung dugaan perkara pungutan liar (pungli) dalam pelaksanaan program PTSL Tahun 2023 di Desa Gilang, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo, terus bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya.
Kini agendanya adalah
pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hesti SH
dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo. Kendati Jaksa telah memanggil 11 saksi
dan diminta hadir di persidangan.
Namun, faktanya, yang
hadir hanya 1 (satu) saksi saja, yakni Ahmad Sauki—seorang guru—yang sendirian
memenuhi panggilan Jaksa dan hadir dipersidangan yang digelar di ruang Cakra
Pengadilan TIPIKOR Surabaya, Senin (2/6/2025).
“Mohon maaf Yang Mulia,
dari 11 saksi yang kami panggil. Ternyata hanya 1 saksi yang hadir di
persidangan sekarang ini,” ucap Jaksa Hesti SH kepada Hakim Ketua Ni Putu Sri
Indayani SH di depan persidangan.
Setelah dipersilahkan
majelis hakim untuk bertanya pada saksi, Jaksa Hesti SH langsung bertanya pada
saksi Ahmad Sauki. Saksi membayar Rp 150 ribu kepada siapa ?
“Saya membayar Rp 150
ribu kepada panitia PTSL, yakni Sukodono,” jawab saksi singkat saja.
Kembali Jaksa bertanya
pada saksi, apakah saksi juga dimintai lagi uang Rp 100 ribu dan siapa yang minta
itu ?
“Ya , benar. Saya
dimintai Rp 100 ribu, katanya untuk tambahan untuk operasional. Begitu kata
Sumardiyono. Namun demikian, ketika kasus berjalan, uang Rp 100 ribu itu
dikembalikan,” jawab saksi lagi.
Saksi Ahmad Sauki mengakui,
sertifikatnya selesai dan kini telah dikuasainya. Tidak ada omongan kalau tidak
membayar, maka sertifikat tidak selesai dan tidak diserahkan kepada pemohon.
“Saya Ikhlas memberikan
uang tambahan itu Bu Jaksa. Tidak ada paksaan apapun,” ujar saksi dengan nada
tenang.
Kini giliran Penasehat
Hukum (PH) Hudijono alias Pilot, yakni Samian SH bertanya pada saksi, apakah
kenal dengan Pilot (Hudijono) ?
“Saya tidak kenal dengan
Pilot Pak,” jawab saksi yang terlihat polos dan menjawab apa adanya di
persidangan ini.
Saksi menceritakan,
bahwa perolehan rumah yang diajukan dalam program PTSL itu dari jual-beli dan
kini sudah lunas.
Lagi-lagi, PH Samian SH
bertanya pada saksi, apakah dalam pengurusan PTSL itu, pernah berhubungan
dengan tiga terdakwa (Sulhan, Rasno Bahtiar, dan Hudijono) ?
“Saya tidak pernah
berhubungan dengan mereka bertiga dalam pengurusan PTSL , Pak,” jawab saksi lugas
dan kini sertifikasi sudah dikuasainya.
Sebelumnya, saksi pernah
mengurus sertifikat dan biaya perbaikan got , paving, dan lainnya, sebesar Rp
2,6 juta. Itu bukan program PTSL dan sertifikat tidak jadi.
Untuk pembayaran uang
jutaan rupiah ini, saksi tidak pernah membayar kepada ketiga terdakwa. Namun,
saksi membayar uang itu kepada Sumardiyono.
Nah, setelah pemeriksaan
saksi dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Ni Putu Sri Indahyani SH menyatakan,
sidang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi lainnya dari Jaksa.
“Tolong saksi sampaikan
kepada teman-teman saksi lainnya, supaya hadir dalam sidang berikutnya pada
Kamis, 12 Juni 2025 mendatang. Nggak usah takut hadir di sini,” ujar majelis
hakim.
Sehabis sidang, PH Samian
SH didampingi Ely Elfida SH mengatakan,
saksi tadi tidak ada kaitannya dengan kliennya (Hudijono-red) dan tidak kenal.
Hudijono di kepanitiaan PTSL sebagai Koordinator Lapangan (Korlap), namun hanya
menjalankan perintah atas tugasnya.
“Bukan karena dia bisa
semena-mena seperti panitia. Tidak jelas, dia terima berapa. Yang jelas dia Korlap.
Dia menarik itu dan diberikan kepada Pengurus PTSL. Tidak ada yang masuk ke
pribadi. Itu semua atas perintah atasan, Ketua PTSL, Rasno,” ucapnya.
Menurut Samian SH,
pengembalian kerugian negara itu dari Ketua PTSL Rasno. Bukan dari Pilot.
Pekerjaan Pak Pilot di rumah, sebelum menjadi PTSL adalah penggali kubur dan tukang
sampah.
“Dia orang nggak punya.
Kasihan,” katanya mengakhiri wawancara dengan media massa di Pengadilan TIPIKOR
Surabaya.
Sebagaimana dalam surat dakwaan
Jaksa, disebutkan bahwa bersama timnya menarik pungutan tambahan dari para
pemohon PTSL melebihi biaya resmi yang ditentukan pemerintah sebesar Rp 150
ribu, sesuai dengan SKB 3 Menteri.
Warga dikenai pungutan
tambahan Rp 200 ribu per pemohon, setelah sertifikat jadi. Uang ini untuk apa,
tidak ada pertanggungjawaban atas penggunaan dana tersebut.
Diduga pungutan liar tersebut
dilakukan secara kolektif oleh panitia PTSL, termasuk perangkat desa, RTdan RW,
kerugian Masyarakat ditaksir mencapai Rp 222,9 juta.
Atas perbuatannya,
Sulhan bersama 2 orang panitia PTSL Desa Gilang, Kec, Taman , didakwa melanggar
pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, yang merupakan perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999.
Mereka juga dijerat
dengan pasal 11 UU No.20 Tahun 2001 yang mengatur pidana bagi pegawai negeri
atau penyelenggara negara yang menerima suap, gratifikasi, atau pemberian lain
terkait jabatan. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar