SURABAYA (mediasurabayarek.net ) - Sebanyak 3 (tiga) saksi fakta dihadirkan oleh Penuntut Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Lamongan , dalam sidang lanjutan Drs. Moch. Wahyudi , MM yang tersandung dugaan perkara korupsi proyek Pembangunan Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) Lamongan tahun anggaran 2022.
Adapun ketiga saksi itu
adalah Andrian Nuryanto, Direktur CV MBE, Deddy, dan Rio Rahmadana yang diperiksa secara marathon di depan Hakim
Ketua Ni Putu Sri Indayani SH dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Widodo SH dari Kejari
Lamongan di persidangan yang terbuka untuk umum.
Dalam keterangannya, saksi Rio Rahmadana-- selaku perencana pengurukan dan pengawasan gedung-- menyatakan, setelah pekerjaan dikerjakan sampai selesai, dia menyerahkan uang kepada Eka sekitar Rp 3,5 juta dan Wahyudi sebesar Rp 9 juta, dan Hasnah dikasih Rp 300 ribu untuk pengganti bensin.
“Saya menyerahkan uang Rp 9 juta kepada Wahyudi dan saya taruh di atas meja ruangannya. Uang itu sebagai ucapan terima kasih kepada teman -teman Dinas yang telah mengajak dan memberikan pekerjaan,” ucapnya di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Kamis (26/5/2025).
Atas pernyataan Rio ini,
Wahyudi yang diberikan kesempatan oleh majelis hakim untuk menanggapi
keterangan saksi Rio tersebut, langsung membantah (menolak) keras atas kesaksian Rio ini.
“Saya tidak pernah merasa menerima uang dari Rio,”
ujar Wahyudi dengan nada tenang.
Sehabis sidang, Penasehat
Hukum (PH) M. Wahyudi, yakni Muhammad Ridlwan SH menegaskan, saksi yang
dihadirkan JPU tadi adalah konsultan pengawas, perencanaan, pengurukan dan Pembangunan
Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) Lamongan.
“Tadi dalam sidang saksi Rio menyampaikan memberikan uang kepada Pak Wahyudi, sebesar Rp 9 juta di ruangannya. Katanya seperti itu. Cuman persoalannya, dia tidak tahu persis dan menyampaikan secara pasti bahwa uang itu diterima Pak Wahyudi. Cuma dia katakan, uang diberikan Pak Wahyudi. Katanya sebagai bentuk terima kasih kepada teman-teman Dinas, yang selama ini membantu beliau,” cetusnya.
Artinya, lanjut PH M. Ridlwan
SH, uang itu bukan khusus untuk Pak Wahyudi. Tetapi yang perlu digarisbawahi bahwa
uang itu bukan untuk Wahyudi secara pribadi. Akan tetapi, katanya sih untuk
teman-teman di Dinas yang selama ini telah membantu Rio dalam pekerjaan.
“Dan itu diberikan
setelah pekerjaan selesai. Bukan diberikan saat awalnya, misalnya dan ada kompromi
atau kongkalikong dengan klien kita sebagai ‘terdakwa’ sebagai PPK. Semua
pekerjaan selesai dan memberikan bukan hanya untuk Pak Wahyudi. Tetapi untuk
teman-teman Dinas,” cetusnya.
Akan tetapi, dalam
keterangan Pak Wahyudi tadi (di persidangan), membantah keras, bahwa selama ini beliau memang
tidak pernah menerima dana dari siapapun dan menikmati proyek RPHU sepeserpun.
Menurut PH M. Ridlwan SH,
tadi sudah disampaikan kepada majelis hakim agar perkara ini buka secara
terang-benderang.
“Dalam proses penyidikan
waktu itu, kita tidak terima klien kita ditetapkan sebagai tersangka. Di sini,
tidak fair. Tadi yang sampaikan persoalan teknis.
Kesalahan volume bangunan, bukan masalah administratif yang dilakukan Wahyudi,”
katanya.
Kalaupun ada yang ‘main-main’, tentunya bukan Pak Wahyudi. Tetapi orang-orang di bawah itu. Bukan menunjuk PPTK. Tetapi memang ada tim teknsi di bawah itu semua.
“(Sebelumnya) Kami minta diadakan tes uji poligraf
dan psikologis forensic untuk membuktikan siapa sebenarnya yang tidak jujur
dalam hal perkara ini. Tetapi sampai saat ini , sidang di TIPIKOR, tidak pernah
diakomodir oleh penyidik. Padahal, hak kita untuk membuktikan klien kita tidak
ada keterlibatan di sini. Dia hanya menjalankan tugas sebagai pejabat PPK. Toh
, semuanya ada tim teknis di bawah-nya itu,” jelasnya.
Kalaupun Wahyudi
ditersangkakan dan didakwa atas kinerja pembantu-pembantu di bawahnya (PPTK , pengawas
dan tim Teknis-ded), mestinya mereka yang dahulu masuk (ditahan). Bukannya Pak Wahyudi.
Hasil temuan BPK ditemukan
kerugian negara sebesar Rp 92 juta , dan yang dimintai pertanggungjawaban
adalah pihak ketiga. Karena persoalan menyangkut volume dan itu sudah dilakukan (pengembalian-red) oleh
kontraktor.
Sedangkan soal adanya
pinjam bendera itu, PPK tidak mengetahuinya. Laporan dari tim teknis, PPTK yang
terjun ke lapangan, memang tidak ada laporan-laporan seperti itu. “PPK tidak
tahu adanya pinjam bendera itu,” ungkapnya. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar