728x90 AdSpace

  • Latest News

    Senin, 07 Juli 2025

    Guntual Tidak Ada Maksud Menghina Pengadilan Atau Hakim, Karena Kecewa, Spontan Ungkapkan Kekecewaan Itu

                                



    SURABAYA  (mediasurabayarek.com) -  Sidang lanjutan Guntual , yang tersandung dugaan perkara ITE (Informasi Teknologi Elektronik), dengan agenda pemeriksan terdakwa, yang digelar di ruang Sari 3 Pengadilan Negeir (PN) Surabaya, Senin (7/7/2025).

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) Wido  SH dan Wahyu SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo, bertanya pada Guntual, apakah tidak ada kata-kata yang lebih halus dan pantas, selain ‘Bobroknya Pengadilan Negara Indonesia’ , yang diunggah dalam video di facebook yang viral itu ?

    “Saya tidak ada niatan menghina orang (hakim atau pengadilan-red). Pengadilan  adalah tempat orang mencari keadilan. Ungkapan itu spontan. Saya lagi kecewa dan kalut. Rumah mau dieksekusi,” jawab Guntual.

    Kini giliran Penasehat Hukum (PH) Reno Christiana SH dan Jannus Sirait SH bertanya pada Guntual, apakah saudara menjadi korban kekecewaan dari perbankan ?

    “Ya, meskipun saya sudah kecewa. Sebagai penggiat hukum tetap kontrol diri. Tidak sebut nama hakim dan nama pengadilan,” jawabnya singkat saja.

    Sebelum sidang ditutup, Guntual sempat menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada Kejati, Kejari Sidoarjo, dan PN Sidoarjo.

    “Saya tidak ada niat apa-apa. Sekali lagi mohon maaf pak Jaksa dan hakim,” katanya lagi.

    Dan setelah itu, Hakim Ketua Muhammad Zulqarnain SH MH menyatakan, saksi verbalisan tidak perlu dihadirkan lagi dan agenda sidang berikutnya adalah penuntutan dari Penuntut Umum pada Senin, 21 Juli 2025 mendatang.

    Mulanya , majelis hakim meminta Penuntut Umum untuk membacakan tuntutannya pada Senin, 14 Juli 2025. Namun, jaksa memohon majelis hakim memberikan waktu selama 2 (dua) minggu lagi. Yakni, Senin 21 Juli 2025 mendatang.

    Sehabis sidang, Guntual , PH  Reno Christiana SH ,dan Jannus Sirait SH mengatakan, intinya adanya kekecewaan dan spontanitas, apa yang disampaikan di dalam itu , bukan hal baru di PN Sidoarjo. Ini adalah rangkaian hutang-piutang di BPR Jati Lestari Sidoarjo. 

    Dalam persidangan, Guntual sempat memaparkan kronologi timbulnya perkara UU ITE. Pertama diawali adanya transaksi pinjaman ke BPR Jati Lestari pada April 2004. Pinjaman mulanya cuma Rp 250 juta dengan jaminan rumah seharga  Rp 2,5 miliar. Pembayaran dilakukan dengan  cover Bilyet Giro.

    Oleh karena pembayaran lancar, Mei 2005 ditawari pinjaman baru dengan nominal Rp 150 juta. Dengan alasan jaminan lumayan besar , karena  pembayaran pinjaman pertama dan kedua lancar.

    Empat bulan kemudian, September 2005, kembali ditawari lagi dengan nominal  Rp 275 juta.  Dengan catatan harus menambah agunan, sehingga jumlah  pinjaman  periode pertama totalnya Rp 675 juta.

    Setelah semua pinjaman  dan pembayaran lancar, maka Januari 2006 ditawari top-up  pinjaman April 2004  sebesar Rp 250 juta. Lalu diminta ditutup dan dibuka dengan pembaharuan pinjaman  Rp 225 juta.

    Demikian seterusnya dilakukan top-up  pinjaman Mei 2005 Rp 150 juta ditutup, lalu  diperbaharui pada Agustus 2006 Rp 500 juta. Dengan menutup  pinjaman  September 2005, Rp 275 juta. Dan selanjutnya  dilakukan top-up pada September 2006  sebesar Rp 300 juta, dan Rp 123 juta  menggunakan dana pribadi direksi.

    “Masalah kecurangan menjadi kelihatan dan tidak transparan, ketika saya mulai curiga  dan menanyakan sia hutang saya ada berapa.  Saya bayar relatif lancar, tetapi  kenapa rincian tidak diberikan. Akhirnya,  saya beranikan diri untuk bertanya sisa  outstanding pinjaman tersebut.  Betapa kagetnya saat saya  disodorkan selembar kertas sebesar bungkur rokok, nominal hutang  saya masih  sebesar Rp 2,496 miliar,” ucap Guntual.

    Karena tidak percaya minta rincian tertulis uang pembayaran melalui cover  Giro maupun transfer dan bayar tunai. Lalu direksi memberitahu Guntual,  untuk mengajukan surat secara resmi.  

    Guntual melayangkan surat dengan kop Biro  Perlindungan Hukum, bukannya dijawab atas surat tersebut. Melainkan, mendapatkan somasi  dari kantor pengacara  agar segera menyelesaikan dengan nilai Rp 2,496 miliar. Bila tidak akan dilakukan lelang ke KPKNL  Surabaya. Oleh karena lelang tersebut, dibatalkan dengan  melaporkan pidana perbankan ke Polda Jatim.

    “Nah, setelah batal melakukan lelang ke KPKNL.  Pihak BPR akhirnya  melayangkan gugatan perdata wanprestasi ke PN Surabaya  sebesar Rp 1,175 miliar.  Sedangkan yang ditagihkan pada saya Rp 2,496 miliar. Sedangkan yang dikabulkan PN Surabaya  hingga Mahkamah Agung (MA) hanya Rp  110 juta,” ucapnya.

    Masalah pertama mulai dari perilaku Aparat Penegak Hukum (APH)  itu sendiri  di kejaksaan yang tidak amanah, menyimpang dari sumpah jaksa, menyelewengkan keadilan.

    Setelah laporan di Polda Jatim,  sudah menetapkan tersangka kepada kedua direksi tersebut, Akan tetapi  atas perintah  pimpinan, perkara ini dipertangguhkan melalui surat Aspidum Kejaksaaan  Tinggi Jatim No. B5686/0.5.10/Euh.1/11/2017.

    “Kami kawal  terus hingga viral, karena saya protes.  Meskipun sudah dipertangguhkan, karena sudah  telanjur ramai di media massa. Maka atas perintah pimpinan Kejagung 3 hari  kemudian perkara dimaksud, akhirnya bisa dilimpahkan untuk disidangkan  di PN Sidoarjo dengan No. Perkara : 1187/Pid.B/2017/PN.SDA, terdakwa H Djoni  Harsono SIP dan untuk terdakwa  The Riman Sumargo, dengan putusan  terbukti, tapi bukan pidana,” cetusnya.

    Menurut Guntual, masalah kedua, yang menjadi pemicu protes hingga berteriak-teriak.  Perkara tersebut sedianya dihentikan oleh Kejagung, setelah viral baru dilimpahkan  ke PN Sidoarjo.  

    “Sejak awal persidangan sudah dipenuhi kejanggalan yang  dipertonton majelis hakim.  Salah satunya terdakwa bebas memvideokan saya dan istri saat didengarkan keterangan sebagai saksi korban (pelapor)  tanpa dihentikan hakim. Sejak awal persidangan dimulai ketiga majelis hakim mengijinkan salah satu  terdakwa untuk umroh.  Ini seperti tamparan bagi kami selaku korban,” ucapnya.

    Setelah protes secara spontan dengan berteriak-teriak, tanpa menyebutkan nama hakim maupun nama pengadila, saat sesudah majelis hakim mengetuk palu.  Pemberitaan media massa  menjadi ramai dan viral.

    Untuk pertama kalinya,  dalam sejarah Pengadilan Negeri Sidoarjo meminta perlindungan hukum kepada Organisasi Advokat guna melaporkan pasutri  ke Polrestabes Surabaya.

    “Akhirnya Bawas Mahkamah Agung  RI turun ke PN Sidoarjo, mengundang kami untuk klarifikasi.  Komisi Yudisial RI melakukan sidang pleno atas adanya pengaduan kami, yang hasilnya menjatuhkan  putusan pelanggaran  terhadap ketiga anggota majelis hakim. Ketua majelisnya dijatuhi  hukuman non-palu,” kata Guntual

    Sehingga protes yang disuarakan Guntual  terbukti, bukan  muatan menyerang  kehormatan, atau fitnah.  Karena itulah, dakwaan jaksa  haruslah dikesampingkan  karena faktanya hakim memang melanggar kewibawaan hakim itu sendiri.

    “Kalau penegakan hukum  tidak memberikan rasa keadilan seperti ini, apakah  saya hanya diam saja. Harta keluarga saya dirampas demi hukum,  apakah  salah saya bersuara, dan protes. Lalu ke mana lagi saya minta keadilan. Apakah teriakan kekecewaan yang kami suarakan  sesuai fakta  dan menyebar ke media sosial kami sendiri itu salah,  Kalau kami disalahkan , apakah yang digaji oleh negara,pakai uang rakyat untuk menegakkan kebenaran , ternyata curang harus dibenarkan. Kalau begitu  apa arti  negara hukum yang berkeadilan,” ungkap Guntual.

    Dijelaskan Guntual, bahwa dia tidak ada maksud menghina pengadilan. Kalau menghina pengadilan, pasti disebutkan nama pengadilannya. Juga tidak pernah menghina hakim, karena menyebut nama hakim.

    “Spontan saja. Namanya orang kecewa, di kampung saya, pakai benda, kayu atau apa. Sudah pasti pakai dengan cara kekerasan,” tukasnya.

    Ditambahkan PH Janus Sirait SH, bahwa perkara ini dari awal sampai akhir tidak perlu sampai ke Pengadilan.  

    Kalaupun dari kepolisian dilimpahkan ke Kejaksaan sebagai pertanggungjawaban jabatan, seharusnya pada saat di Kejaksaan, memanggil kedua belah pihak dan dilakukan mediasi (Restorasi Justice/win-win solution). Karena tidak ada pencabutan perkara dari Kejaksaan dan mendamaikan kedua belah pihak, akhirnya sampai jadi begini. Telah disampaikan data-data , sampai putusan MA. Bahwa dari hutang Rp 2,49 miliar. Digugat Rp 1 ,175 miliar di PN Surabaya. Ternyata putusan di tingkat MA hanya Rp 110 juta. Jadi, yang namanya orang mempertahankan harta bendanya, kita harus hormati putusan MA tadi,” tandasnya. 

    Ditambahkan PH Janus Sirait SH,  perkara ini sejak awal sampai akhir tidak perlu sampai ke Pengadilan. Kalaupun dari kepolisian dilimpahkan ke Kejaksaan sebagai pertanggungjawaban jabatan, seharusnya pada saat di Kejaksaan, memanggil kedua belah pihak dan dilakukan mediasi (Restorasi Justice/win-win solution). 

    "Karena tidak ada pencabutan perkara dari Kejaksaan dan mendamaikan kedua belah pihak, akhirnya sampai jadi begini. Telah disampaikan data-data , sampai putusan MA. Bahwa dari hutang Rp 2,49 miliar. Digugat Rp 1,175 miliar di PN Surabaya. Ternyata putusan di tingkat MA hanya Rp 110 juta. Jadi, yang namanya orang mempertahankan harta bendanya, kita harus hormati putusan MA tadi,” tandasnya. (ded) 

    Guntual Tidak Ada Maksud Menghina Pengadilan Atau Hakim, Karena Kecewa, Spontan Ungkapkan Kekecewaan Itu 

    • Blogger
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Guntual Tidak Ada Maksud Menghina Pengadilan Atau Hakim, Karena Kecewa, Spontan Ungkapkan Kekecewaan Itu Rating: 5 Reviewed By: Media Surabaya Rek
    Ke Atas