SURABAYA (mediasurabayarek.net ) – Sidang lanjutan Mantan Bupati Situbondo, Karna Suswandi dan Eko Prionggo Jati, Mantan PPK/ Kepala Bidang Binamarga PUPR Kabupaten Situbondo , yang tersandung perkara dugaan suap terkait pengelolaan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Situbondo periode 2021- 2024, mulai bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya.
Kali ini Jaksa KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi) menghadirkan 7 (tujuh) saksi fakta , yang
diperiksa secara marathon di depan Hakim Ketua Cokia SH MH. Adapun ketujuh
saksi itu adalah Erisandi W (Kabid Bina
Konstruksi Dinas PUPR Situbondo), Jijit
Eko Purnomo ( Kabid Bina Marga PUPR), Zainul Arifin (Analis), Khatib Alborisi
(Kepala Pengadaan Barang & Jasa), Andry Setiawan
(Staf Bina Marga), Agus Yanto (Penyusunan Program), dan Tuti Mardiyanti (Kadispora).
Dalam keterangannya,
saksi Erisandi menyatakan, pihaknya mempunyai tugas untuk menerima, memeriksa
hasil pekerjaan, menyusun HPS (Harga Perkiraan Sementara) dan melaporkannya ke Kadis PU, yakni Gatot
Siswoyo (kini almarhum) dan digantikan oleh
Eko Prionggo Jati.
Namun demikian, pada
tahun 2023, tidak membuat HPS baru dan menggunakan HPS lama, karena dinilai
masih relevan.
Sementara itu, saksi
Jijit Eko menyebutkan, pihaknya membantu menyusun draf HPS , memeriksa
pekerjaan, membuat berita acara, dan melakukan survei harga di lapangan.
Terkait kegiatan
pekerjaan, saksi Andry Setiawan (Staf Bina Marga) memberikan keterangan yang
mengejutkan pengunjung sidang.
“Setiap kegiatan proyek
di Dinas PU dimonitor oleh Bupati Karna Suswandi. Kadis PU, Eko Prionggo sudah
koordinasi dengan Bupati. Eko memberikan
catatan yang akan menjadi pemenang proyek nantinya. Ada 36 perusahaan yang total
nilai proyeknya mencapai Rp 124 miliar. Rekanan menemui saya dan memberikan HPS,”
ucapnya di ruang Sari 3 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (3/7/2025).
Atas pekerjaannya itu, sejumlah
staf Bina Marga yang melakukan kerja lembur, akan mendapatkan makanan dan uang
berkisar Rp 1 juta hingga Rp 2 juta dari Agus Yanto (Penyusunan Program).
Ditambahkan saksi Agus
Yanto, yang masuk tim penyusun HPS di Bina Marga. HPS diberikan kepada para perusahaan
(rekanan) yang diminta oleh Eko Prionggo (Kadis PUPR). Padahal HPS itu termasuk
dokumen rahasia.
“Perusahaan-perusahaan yang diploting Eko (Kadis PUPR), meminta HPS ke saya. Lalu dikopikan atau diberikan flash-disc,” ujarnya yang mengaku tidak tahu bahwa HPS itu adalah rahasia perusahaan
Dipaparkan Agus Yanto, dia dipanggil Eko (Kabid/ kini :Kadis PU) ke ruangannya, dan menyebutkan nilai uangnya, yang akan dimintakan kepada rekanan. Misalnya , Rp 20 juta minta pada rekanan. Setelah diberikan uang oleh rekanan, uang diserahkan ke Eko, yang waktu itu menjabat sebagai Kabid.
“Untuk keperluan apa
uang itu, saya tidak tahu. Uang itu saya serahkan ke Eko. Kadang
diminta Kadis Gatot,” cetusnya.
Intinya, Kadis dan Kabid meminta
uang sekian juta. Dalam dakwaan Jaksa,
CV Rombong memberikan Rp 10 juta, CV Sinar Abadi Rp 5 juta dan perusahaan lainnya. Totalnya
mencapai Rp 25 juta. Uang itu untuk biaya fotokopi, penjilidan dan ongkos
pekerja honorer yang lembur.
“Saya tidak pernah
menyebutkan prosentasenya. Tetapi Kadis dan Kabid menyebutkan nilainya,”
katanya. Dalam BAP disebutkan, pernah menerima uang sebesar Rp 89 juta dari
Onny Kurniawan. Uang itu terbungkus rapi dalam tas kresek warna hitam.
Kini giliran Penasehat
Hukum (PH) Karna Suswandi, yakni Dedi RH SH bertanya pada saksi Andry Setiawan, apakah kenal baik
dengan pak Bupati ?
“Saya tidak kenal secara
baik dengan Bupati. Semua kegiatan di dinas-dinas dilaporkan ke bupati,” jawab
saksi.
Kembali PH Dedi SH
bertanya pada saksi Andry, apakah melihat langsung bupati memerintakan ke Eko
untuk menarik uang (meminta) dari rekanan? Apakah ada arahan khusus pengaturan
proyek dari Bupati ?
“Saya tidak pernah
melihat langsung perintah kepada Eko. Juga tidak ada arahan khusus untuk pengaturan
proyek oleh Bupati,” jawab saksi lagi.
Nah, setelah pemeriksaan
saksi-saksi dirasakan sudah cukup, Hakim
Ketua Cokia SH MH mengatakan, sidang akan dilanjutkan pada Jum’at , 11 Juli
2025, sehabis sholat Jum’at di PN Surabaya.
Sehabis sidang, PH Dedi
RH, SH mengungkapkan, subtansi yang disampaikan oleh saksi-saksi tadi belum berkaitan
dengan Karna Suswandi sendiri. Lebih banyak yang berkaitan dengan Dinas PUPR
(Eko Prionggo).
Atas semua (keterangan-red)
yang disampaikan saksi -saksi itu dinyatakan benar. Cuma yang terakhir, keterangan
Tuty Mardiyanti (Kadispora), ada sedikit miss-informasi dan masih lupa. Mungkin
akan diperdalam lagi pada sidang berikutnya.
“Sesuai pernyataan dari
saksi-saksi tadi, mereka tidak pernah diarahkan secara langsung oleh Pak Karna.
Karena tidak pernah bertemu Pak Karna. Bahkan, bisa dikatakan tidak kenal Pak
Karna secara langsung dan mendalam. Banyak komunikasi yang terjadi antara Pak
Eko dan Kadis PUPR, Gatot,” tukasnya.
Dalam surat dakwaan
Jaksa disebutkan, bahwa Bupati Karna Suswandi diduga terima uang suap mencapai
Rp 5,5 miliar dalam pengaturan proyek pekerjaan di lingkungan Pemkab Situbondo,
melalui orang-orang kepercayaannya.
Sedangkan Eko Prionggo menerima
uang fee secara langsung dan melalui bawahannya di Dinas PUPR Kabupaten
Situbondo sekurang-kurangnya sebesar Rp 811,362 juta.
Atas perbuatannya, kedua
terdakwa itu dijerat pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11
Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar