SURABAYA (mediasurabayarek.net) - Bocornya rekaman yang memuat bukti terjadinya dugaan kekerasan fisik dan psikis oleh pelatih basket sebuah SMA elite di Jl. M. Yasin Polisi Istimewa, Surabaya, menggemparkan publik Surabaya.
Sekolah ini sejak dahulu dikenal sebagai pencetak bibit unggul para pemain basket berbakat dan andalan di Jawa-Timur.
Sosok pelatih bernama Ivan, yang dikenal temperamental yang menjadi pelatih basket di SMA St Louis 1 semenjak tahun 2019, diduga kerapkali memaki, merendahkan, dan memperlakuan para siswa dengan cara yang melampaui batas sebagai seorang pendidik.
Bahkan ketika anak didiknya tidak fit secara fisik, justru dilontarkan kata-kata kotor dan makian yang tidak selayaknya diutarakan oleh seorang guru atau pelatih.
Justru yang membuat publik geram adalah sikap sekolah yang terkesan menutup-nutupi kejadian tersebut. Ketika wartawan mencoba mengkonfirmasi Kepala Sekolah (Kasek) SMA St Louis 1, Sri Wahjoeni-- yang akrab dipanggil Yuni-- terkesan enggan ditemui wartawan yang hendak mewawancarainya mengenai kasus yang mengejutkan publik ini.
"Maaf Bu Yuni (Kasek), Wakil Kepala Sekolah (Wakase), dan Humas ada rapat evaluasi di luar sekolah," ujar staf Angeline ketika ditemui wartawan di kantornya, Kamis (4/12/2025).
Muncul kekhawatiran perkara ini berpotensi menimbulkan kegaduhan yang meluas di kalangan para orang tua wali murid.
Perihal perkara ini, komunitas basket Surabaya sudah lama mendengar kelakuan dan perbuatan sang pelatih dan heran mengapa seolah terus melindunginya.
Terkesan pihak sekolah menjaga citra jauh lebih penting dibandingkan melindungi keselamatan mental dan fisik para siswa-siswinya, terutama dalam hal tumbuh kembang kejiwaan ana di bawah umur.
Padahal tindakan dari sang pelatih dalam rekaman, jelas-jelas bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak (UU Nomor. 35 Tahun 2014), dan konvensi internasional anak atas kekerasan fisik dan psikis.
Respon sekolah yang terkesan melindungi pelatih itu, merupakan cerminan budaya pembiaran yang telah berlangsung cukup lama.
Hal ini dinilai bertolak belakang dari hasil rekaman sang pelatih basket sewaktu marah-marah seraya mengumbar kata-kata yang tidak kepada anak didiknya.
Kini publik mendesak Dinas Pendidikan dan Perbasi segera turun tangan memastikan apakah ada atau tidak adanya kekerasan yang disamarkan sebagai bentuk dari "kedisplinan".
Hingga saat ini, pihak sekolah belum memberikan tindakan atau sanksi terhadap pelatih yang dianggap arogan tersebut. Kini dipertanyakan sikap pihak sekolah yang tetap mempertahankannya di tengah sorotan tajam dan tuntutan publik agar yang bersangkutan mundur.
Adapun sejumlah pemerhati pendidikan menyuarakan , bahwa fenomena seperti ini kerapkali muncul pada institusi yang terlalu fokus pada prestasi, dan mengutamakan peran bisnis pendidian semata. Hingga kekerasan diangap metode pelatihan yang normal dan biasa saja. (ded)

0 komentar:
Posting Komentar