SIDOARJO
(mediasurabayarek.net) – Sidang lanjutan Muhammad
Bahweni (Direktur CV Cipta Graha Pratama), Muhammad Muhlison,
M Iqbal Daironi (admin CV Cipta Graha Pratama), Heri Santosa (Sekretaris Dinas
PUPR), dan Hari Budiono (Kabid SDA Dinas PUPR) , yang tersandung dugaan perkara
korupsi Dam Kali Bentak, Blitar, kini telah memasuki babak pembacaan replik
dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Setelah Hakim Ketua
Ernawati SH MH membuka sidang dan terbuka
untuk umum, langsung memerintahkan JPU Imam Muslim SH dan Surya SH dari Kejaksaan
Negeri (Kejari) Blitar untuk segera membacakan repliknya di depan persidangan.
“Pada intinya, kami
tetap pada tuntutan Yang Mulia,” ucap Jaksa di ruang Candra Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Kamis (11/12/2025).
Mendengar hal ini,
majelis hakim bertanya pada Tim Penasehat Hukum (PH) Muhammad
Bahweni, yakni Ir. Joko Trisno SH apakah juga tetap pada
pembelaan ?
“Ya, kami juga tetap
pada pembelaan (pledoi) Yang Mulia,”
jawab Ir. Joko Trisno SH singkat saja.
Jawaban yang sama, juga
dilontarkan oleh PH Muhammad Muhlison, M Iqbal Daironi, Heri Santosa, dan
Hari Budiono.
Kembali majelis hakim menyatakan, kini giliran majelis untuk bermusyawarah guna mengambil Keputusan atas perkara ini.
“Kami minta waktu satu minggu untuk bermusyawarah dan menyusun
putusan yang akan diambil pada Kamis, 18 Desember 2025 mendatang. Dengan
demikian sidang kami nyatakan ditutup ,” ucap majelis hakim seraya
mengetukkan palunya sebagai pertanda sidang selesai dan berakhir sudah.
Sebagaimana dalam
pledoinya, PH Ir. Joko Trisno SH menyebutkan, memohon kepada Yang Mulia Majelis
Hakim untuk menjatuhkan pidana yang seringan-ringannya.
Diuraikan dalam
pledoi, bahwa kesalahan Muhammad Bahweni
hanya sebatas melakukan pembiaran CV Cipta Graha Pratama digunakan menjadi
pelaksana proyek (tidak mengetahui adanya
permufakatan jahat).
Sehingga sepatutnya divonis dengan hukuman yang paling
ringan dari para terdakwa lainnya. Lebih tepat dikenakan pasal 55 ayat (1) KUHP,
sebagai yang turut serta, bukan sebagai pelaku utama pasal 3 UU TIPIKOR.
JPU sangat tidak adil
menuntut Muhammad Muchlison yang nyata-nyata meminta dan menerima uang sebesar
Rp 1,1 miliar, dituntut pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan 8 (delapan)
bulan.
Sedangkan Muhammad
Bahweni yang hanya menerima uang sebesar Rp 43 juta, yang merupakan gaji
sebagai tenaga K-3 (Keselamatan dan Kesehatan
Kerja), dituntut dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun.
Dan membayar denda
sebesar Rp 200 juta subsidiair 3 (tiga) bulan kurungan, serta membebankan untuk
membayar Uang Pengganti (UP) sebesar Rp
43 juta, dengan ketentuan jika tidak dibayar paling lama dalam waktu 1 (satu)
bulan sesudah putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Maka harta bendanya
dapat disita oleh Jaksa Penuntut Umum dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal ini, jika
tidak mempunyai harta yang
mencukupi untuk membayar UP, maka
dipidana dengan pidana selama 2 (dua) tahun dan 9 (sembilan) bulan. Dan
dibebani biaya perkara sebesar Rp 5.000.
Lagi pula, telah ada
pengembalian uang dari terdakwa, lainnya sebesar Rp 1,1 miliar yang tentu telah mengurangi nilai kerugian negara.
“Tujuan dari hukum
pidana bukan semata-mata untuk balas
dendam atau memenjarakan pelaku, tetapi
juga untuk edukasi. Penghukuman yang berlebihan kepada terdakwa, pada
hakikatnya bukan saja menghukum terdakwa. Tetapi juga berdampak pada keluarga
terdakwa. Istri dan anak-anak yang masih di bawah umur. Terdakwa, adalah tulang
punggung keluarga, terus terang mengakui perbuatannya serta mengaku menyesal
dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Dan belum pernah dihukum,” ujar
PH Ir. Joko Trisno SH. (ded)

0 komentar:
Posting Komentar