Kali ini agenda sidang adalah menghadirkan 5 (lima) saksi yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Malang. Kelima saksi itu adalah Suwarno (Koordinator Perencanaan Bagian Umum dan Keuangan/BKU Polinema), Kukuh Mulyadi MM (pensiunan Polinema), Rosma Indriyani ( pensiunan Polinema), Printa Pratamsari (Polinema), dan Sholeh (Staf Keuangan).
Setelah Hakim Ketua
Ferdinand Marcus Leander SH MH membuka sidang dan terbuka untuk umum, langsung
mempersilahkan Jaksa untuk bertanya pada saksi di persidangan.
Giliran pertama yang
diperiksa Jaksa adalah Suwarno (Koordinator Perencanaan Bagian Umum dan Keuangan/BKU
Polinema). Bisa saksi terangkan siapa
yang menunjuk saksi menjadi BKU ?
“Saya ditunjuk Pak Awan
menjadi Koordinator pembelian lahan. Rencana Polinema membeli lahan. Saya
dipanggil ke ruangan Direktur dan segera menghubungi Hadi Santoso (penjual
tanah). Diinfokan Polinema jadi beli lahan,” jawab saksi.
Namun begitu, Suwarno mengaku belum ada SK yang dikeluarkan oleh Direktur Polinema atas penunjukkan sebagai koordinator pembelian lahan tersebut. Hanya menginformasikan bahwa Polinema akan membeli lahan.
Bahkan diantar oleh Hadi Santoso ke lokasi tanah,
yang berdekatan dengan Polinema. Ditunjukkan
lokasi yang akan dibeli tersebut. Dan infokan kembali ke Direktur, bahwa
sertifikat belum ada. Kabarnya, masih sertifikat PTSL.
“Mulanya yang akan
dibeli adalah lahan atas, yang awalnya pinggiran jalan. Akan tetapi, lahan yang
dekat sungai juga harus dibeli. Belum ada SHM dan saya disuruh mencari
appraisal,” ucap saksi Suwarno.
Pada akhirnya Direktur ketemu
appraisal Satria Iskandar dan minta
jatah DP (uang muka). Terjadi kesepakatan harga pada Desember 2020 antara
pembeli lahan, Polinema dan penjual lahan, Hadi Santoso. Mereka sepakat dengan
harga Rp 6 juta per meter. Sertifikat jadi pada Desember. Uang muka (DP) dibayar
ke Hadi sebesar Rp 3 miliar.
“Dan pada Januari,
keluar hasil appraisal Rp 3 jutaan per meternya. Disampaikan ke KJPP untuk
menaikkan nilai appraisalnya. Tetapi KJPP Satria Iskandar tetap,” ujar saksi.
Saksi tidak tahu perihal
pembayaran termin dan PPJB. Untuk pembayaran DP dilakuan dua kali. Sehingga
total yang diterima Hadi sebesar Rp 22 miliar.
Lantas, ada Inspektorat
dari Kemendikbud tahun 2022 dan melakukan investigasi pada Agustus 2022.
Inspektorat menelaah dan menilai banyak kekurangan.
Saat proses pembayaran
lahan, Supriyatna sebagai Direktur baru. Dia bingung karena ada tagihan yang
jatuh temponya harus dibayar pada Januari 2022 kepada Hadi Santoso.
“Sebelum kami bayar
semua, minta legal opinion dari Kemendikbud. Muncul rekomendasi dari inspektorat
bahwa lahan kecil dan appraisal tidak perlu. Dan disuruh melengkapi
dokumen-dokumen," ujarnya.
Sementara itu, saksi
Kukuh Mulyadi MM ditunjuk sebagai Ketua Panitia Pengadaan lahan 2019. Ketika
ditunjuk , menerima SK dan dipanggil Direktur untuk pengadaan lahan untuk
perluasan kampus Polinema. Namun Kukuh pasif saja, karena memasuki pensiun pada
1 Februari 2020.
Sedangkan Rosma
Indriyani (Bagian Perencanaan) menyebutkan, bahwa setiap tahun mengalokasikan beberapa anggaran dalam alokasi bisnis. Dari
Renstra (rencana strategis) ada pengembangan lahan dan gedung. Master plannya
ada, namun studi kelayaakan tidak ada.
Pada Nopember 2020, ada kepastian
pengadaan lahan. Dan selanjutnya, pada
awal Desember 2020, ada rencana pembelian tanah. Lalu digelar rapat koordinasi
yang dihadiri Direktur, Wakil Direktur, dan lainnya untuk membahas hal tersebut. Pada 2020 ada revisi Rp
3,9 miliar. Lalu melayangkan surat pengajuan ke KPA.
Juga ada surat
keterangan dari Kecamatan Lowok Waru bahwa di daerah Pisang Kipas seharga Rp 10
juta. Proses pembelian lahan sampai 2023, sekitar Rp 42 miliar. Sejak awal
terinfo harganya Rp 6 juta per meternya.
Di tempat yang sama, Soleh
menyusun laporan keuangan pengadaan tanah berdasaran realisasi belanja. Laporan
tahun 2020 menyajikan Rp 3,9 miliar sebagai asset konstruksi pengerjaan. Pada 2021, ada realisasi belanja menjadi
basis untuk laporan keuangan. Ada pembayaran Rp 18 miliar pada penjual lahan,
yakni Hadi Santoso. Total yang sudah dibayar Rp 22 miliar dari (yang direncanakan) Rp 42 miliar.
Dan saksi Printa, hanya
bersikap pasif saja. Ada pembayaran lahan pada Oktober, Desember dan Januari.
Total yang diterima Hadi sebesar Rp 22 miliar. Dan adanya perjanjian dengan
pihak notaris.
Kini giliran Penasehat
Hukum (PH) Awan Setiawan, yakni Sumardan SH bertanya pada saksi Suwarno, apakah
tahu tentang harga pertama yang ditawarkan oleh Hadi ?
“Saya tidak tahu soal
harga itu pak,” jawab Suwarno , yang juga tidak mendengar pada 23 Juni 2022 adanya permohonan
pada BPN tentang lokasi dan kira-kira nilainya berapa. Tetapi BPN menyebutkan
Rp 6,5 juta per meter.
Namun begitu, saksi tahu
Hadi Santoso menggugat perdata ke Pengadilan. Hingga Tingkat kasasi dan Hadi
Santoso menang di MA.
Ditambahkan Prita, bahwa
harga yang sudah jadi dan tertuang dalam PPJB adalah Rp 6 juta.
Sehabis sidang, PH Sumardan SH mengatakan, dalam Undang-Undang
itu tidak harus memakai appraisal, cukup secara langsung. Karena obyek yang dijual
itu di bawah 5 (lima) hektar. Tak perlu appraisal lagi.
Jaksa mempersoalkan
bahwa tanah itu tanah sempadan. Kalau sudah terbit sertifikat itu tanahnya milik
orang.Tanah sempadan tidak mungkin terbit sertifikat.
“Keterangan kelima saksi
tadi, Alhamdulillah menguntungkan terdakwa. Dalam perkara ini tidak ada
pelanggaran hukum. Inspektorat hanya menyuruh melengkapi administrasinya atau
dokumennya. Jadi, semuanya sudah sesuai prosedur,” kata PH Sumardan SH. (ded)
Kali ini agenda sidang
adalah menghadirkan 5 (lima) saksi yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum
(JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Malang, Kelima saksi itu adalah Suwarno
(Staf Teknik/Bagian Umum dan Kepegawaian Polinema), Kukuh Mulyadi MM (pensiunan
Polinema), Rosma Indriyani ( pensiunan Polinema), Printa Pratamsari (Polinema),
dan Sholeh (Staf Keuangan).
Setelah Hakim Ketua
Ferdinand Marcus Leander SH MH membuka sidang dan terbuka untuk umum, langsung
mempersilahkan Jaksa untuk bertanya pada saksi di persidangan.
Giliran pertama yang
diperiksa Jaksa adalah Suwarno (Koordinator Perencanaan Bagian Umum dan Keuangan/BKU
Polinema). Bisa saksi terangkan siapa
yang menunjuk saksi menjadi BKU ?
“Saya ditunjuk Pak Awan
menjadi Koordinator pembelian lahan. Rencana polinema membeli lahan. Saya
dipanggil ke ruangan Direktur dan segera menghubungi Hadi Santoso (penjual
tanah). Diinfokan Polinema jadi beli lahan,” jawab saksi.
Namun begitu, Suwarno
mengaku belum ada SK yang dikeluarkan oleh Direktur Polinema atas penunjukkan
sebagai oordinator pembelian lahan tersebut. Hanya menginformasikan bahwa
Polinema aan membeli lahan. Bahkan diantar oleh Hadi Santoso ke lokasi tanah,
yang berdekatan dengan Polinema. Ditunjukkan
lokasi yang akan dibeli tersebut. Dan infokan kembali ke Direktur, bahwa
sertifikat belum ada. Kabarnya, masih sertifikat PTSL.
“Mulanya yang akan
dibeli adalah lahan atas, yang awalnya pinggiran jalan. Akan tetapi, lahan yang
dekat Sungai juga harus dibeli. Belum ada SHM dan saya disuruh mencari
appraisal,” ucap saksi Suwarno.
Pada akhirnya Direktur ketemu
appraisal Satria Iskandar dan minta
jatah DP (uang muka). Terjadi kesepakatan harga pada Desember 2020 antara
pembeli lahan, Polinema dan penjual lahan, Hadi Santoso. Mereka sepakat dengan
harga Rp 6 juta per meter. Sertifikat jadi pada Desember. Uang mua (DP) dibayar
ke Hadi sebesar Rp 3 miliar.
“Dan pada Januari,
keluar hasil appraisal Rp 3 jutaan per meternya. Disampaikan ke KJPP untuk
menaikkan nilai appraisalnya. Tetapi KJPP Satria Iskandar tetap,” ujar saksi.
Saksi tidaktahu perihal
pembayaran termin dan PPJB. Untuk pembayaran DP dilakuan dua kali. Sehingga
total yang diterima Hadi sebesar Rp 22 miliar.
Lantas, ada Inspektorat
dari Kemendikbud tahun 2022 dan melakukan investigasi pada Agustus 2022.
Inspektorat menelaah dan banyak kekurangan.
Saat proses pembayaran
lahan, Supriyatna sebagai Direktur baru. Dia bingung arena ada tagihan yang
jatuh temponya harus dibayar pada Januari 2022 kepada Hadi Santoso.
“Sebelum kami bayar
semua, minta legal opinion dari Kemendikbud. Muncul rekomendasi dari inspektorat
bahwa lahan kecil dan appraisal tidak perlu. Dan disuruh melengkapi
dokumen-dokumen.
Sementara itu, saksi
Kukuh Mulyadi MM ditunjuk sebagai Ketua Panitia Pengadaan lahan 2019. Ketika
ditunjuk , menerima SK dan dipanggil Direktur untuk pengadaan lahan untuk
perluasan kampus Polinema. Namun Kukuh pasif saja, karena memasuki pensiun pada
1 Februari 2020.
Sedangkan Rosma
Indriyani (Bagian Perencanaan) menyebutkan, bahwa setiap tahun mengalokasikan beberapa anggaran dalam alokasi bisnis. Dari
Renstra (rencana strategis) ada pengembangan lahan dan gedung. Master plannya
ada, namun studi kelayaakan tidak ada.
Pada Nopember 2020, ada kepastian
pengadaan lahan. Dan selanjutnya, pada
awal Desember 2-2- ada rencana pembelian tanah. Lalu digelar rapat koordinasi
yang dihadiri Direktur, Wakil Direktur, dan lainnya. Pada 2020 ada revisi Rp
3,9 miliar. Lalu melayangkan surat pengajuan ke KPA.
Juga ada surat
keterangan dari Kecamatan Lowok Waru bahwa di daerah Pisang Kipas seharga Rp 10
juta. Proses pembelian lahan sampai 2023, sekitar Rp 42 miliar. Sejak awal
terinfo harganya Rp 6 juta per meternya.
Di tempat yang sama, Soleh
menyusun laporan keuangan pengadaan tanah berdasaran realisasi belanja. Laporan
tahun 2020 menyajikan Rp 3,9 miliar sebagai asset konstruksi pengerjaan. Pada 2021, ada realisasi belanja menjadi
basis untuk laporan keuangan. Ada pembayaran Rp 18 miliar pada penjual lahan,
yaki Hadi Santoso. Total yang sudah dibayar Rp 22 miliar dari Rp 42 miliar.
Dan saksi Printa, hanya
bersikap pasif saja. Ada pembayaran lahan pada Oktober, Desember dan Januari.
Total yang diterima Hadi sebesar Rp 22 miliar. Dan adanya perjanjian dengan
pihak notaris.
Kini giliran Penasehat
Hukum (PH) Awan Setiawan, yakni Sumardan SH bertanya pada sasi Suwarno, apakah
tahu tentang harga pertama yang ditawarkan oleh Hadi ?
“Saya tidak tahu soal
hal itu pak,” jawab Suwarno juga tidak mendengar pada 23 Juni 2022 adanya permohonan
pada BPN tentang lokasi dan kira-kira nilainya berapa. Tetapi BPN menyebutkan
Rp 6,5 juta per meter.
Namun begitu, saksi tahu
Hadi Santoso menggugat perdata ke Pengadilan. Hingga Tingkat kasasi dan Hadi
Santoso menang di MA.
Ditambahkan Prita, bahwa
harga yang sudah jadi dan tertuang dalam PPJB adalah Rp 6 juta.
Sehabis sidang, PH Sumardan SH mengatakan, dalam Undang-Undang
itu tidak harus memakai appraisal, cukup secara langsung. Karena obyek yang dijual
itu di bawah 5 (lima) hektar. Tak perlu appraisal lagi.
Jaksa mempersoalkan
bahwa tanah itu tanah sempadan. Kalau sudah terbit sertifikat itu tanahnya milik
orang.Tanah sempadan tidak mungkin terbit sertifikat.
“Keterangan kelima saksi
tadi, Alhamdulillah menguntungkan terdakwa. Dalam perkara ini tidak ada
pelanggaran hukum. Inspektorat hanya menyuruh melengkapi administrasinya atau
dokumennya. Jadi, semuanya sudah sesuai prosedur,” kata PH Sumardan SH. (ded)
SIDOARJO
(mediasurabayarek.net ) - Sidang lanjutan Awan Setiawan (Mantan Direktur
Polinema 2017-2021) dan Hadi Santoso (penjual tanah), yang tersandung dugaan
perkara pengadaan tanah untuk perluasan kampus Politeknik Negeri Malang
(Polinema) tahun 2020, terus bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(TIPIKOR) Surabaya.
Kali ini agenda sidang
adalah menghadirkan 5 (lima) saksi yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum
(JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Malang, Kelima saksi itu adalah Suwarno
(Staf Teknik/Bagian Umum dan Kepegawaian Polinema), Kukuh Mulyadi MM (pensiunan
Polinema), Rosma Indriyani ( pensiunan Polinema), Printa Pratamsari (Polinema),
dan Sholeh (Staf Keuangan).
Setelah Hakim Ketua
Ferdinand Marcus Leander SH MH membuka sidang dan terbuka untuk umum, langsung
mempersilahkan Jaksa untuk bertanya pada saksi di persidangan.
Giliran pertama yang
diperiksa Jaksa adalah Suwarno (Koordinator Perencanaan Bagian Umum dan Keuangan/BKU
Polinema). Bisa saksi terangkan siapa
yang menunjuk saksi menjadi BKU ?
“Saya ditunjuk Pak Awan
menjadi Koordinator pembelian lahan. Rencana polinema membeli lahan. Saya
dipanggil ke ruangan Direktur dan segera menghubungi Hadi Santoso (penjual
tanah). Diinfokan Polinema jadi beli lahan,” jawab saksi.
Namun begitu, Suwarno
mengaku belum ada SK yang dikeluarkan oleh Direktur Polinema atas penunjukkan
sebagai oordinator pembelian lahan tersebut. Hanya menginformasikan bahwa
Polinema aan membeli lahan. Bahkan diantar oleh Hadi Santoso ke lokasi tanah,
yang berdekatan dengan Polinema. Ditunjukkan
lokasi yang akan dibeli tersebut. Dan infokan kembali ke Direktur, bahwa
sertifikat belum ada. Kabarnya, masih sertifikat PTSL.
“Mulanya yang akan
dibeli adalah lahan atas, yang awalnya pinggiran jalan. Akan tetapi, lahan yang
dekat Sungai juga harus dibeli. Belum ada SHM dan saya disuruh mencari
appraisal,” ucap saksi Suwarno.
Pada akhirnya Direktur ketemu
appraisal Satria Iskandar dan minta
jatah DP (uang muka). Terjadi kesepakatan harga pada Desember 2020 antara
pembeli lahan, Polinema dan penjual lahan, Hadi Santoso. Mereka sepakat dengan
harga Rp 6 juta per meter. Sertifikat jadi pada Desember. Uang mua (DP) dibayar
ke Hadi sebesar Rp 3 miliar.
“Dan pada Januari,
keluar hasil appraisal Rp 3 jutaan per meternya. Disampaikan ke KJPP untuk
menaikkan nilai appraisalnya. Tetapi KJPP Satria Iskandar tetap,” ujar saksi.
Saksi tidaktahu perihal
pembayaran termin dan PPJB. Untuk pembayaran DP dilakuan dua kali. Sehingga
total yang diterima Hadi sebesar Rp 22 miliar.
Lantas, ada Inspektorat
dari Kemendikbud tahun 2022 dan melakukan investigasi pada Agustus 2022.
Inspektorat menelaah dan banyak kekurangan.
Saat proses pembayaran
lahan, Supriyatna sebagai Direktur baru. Dia bingung arena ada tagihan yang
jatuh temponya harus dibayar pada Januari 2022 kepada Hadi Santoso.
“Sebelum kami bayar
semua, minta legal opinion dari Kemendikbud. Muncul rekomendasi dari inspektorat
bahwa lahan kecil dan appraisal tidak perlu. Dan disuruh melengkapi
dokumen-dokumen.
Sementara itu, saksi
Kukuh Mulyadi MM ditunjuk sebagai Ketua Panitia Pengadaan lahan 2019. Ketika
ditunjuk , menerima SK dan dipanggil Direktur untuk pengadaan lahan untuk
perluasan kampus Polinema. Namun Kukuh pasif saja, karena memasuki pensiun pada
1 Februari 2020.
Sedangkan Rosma
Indriyani (Bagian Perencanaan) menyebutkan, bahwa setiap tahun mengalokasikan beberapa anggaran dalam alokasi bisnis. Dari
Renstra (rencana strategis) ada pengembangan lahan dan gedung. Master plannya
ada, namun studi kelayaakan tidak ada.
Pada Nopember 2020, ada kepastian
pengadaan lahan. Dan selanjutnya, pada
awal Desember 2-2- ada rencana pembelian tanah. Lalu digelar rapat koordinasi
yang dihadiri Direktur, Wakil Direktur, dan lainnya. Pada 2020 ada revisi Rp
3,9 miliar. Lalu melayangkan surat pengajuan ke KPA.
Juga ada surat
keterangan dari Kecamatan Lowok Waru bahwa di daerah Pisang Kipas seharga Rp 10
juta. Proses pembelian lahan sampai 2023, sekitar Rp 42 miliar. Sejak awal
terinfo harganya Rp 6 juta per meternya.
Di tempat yang sama, Soleh
menyusun laporan keuangan pengadaan tanah berdasaran realisasi belanja. Laporan
tahun 2020 menyajikan Rp 3,9 miliar sebagai asset konstruksi pengerjaan. Pada 2021, ada realisasi belanja menjadi
basis untuk laporan keuangan. Ada pembayaran Rp 18 miliar pada penjual lahan,
yaki Hadi Santoso. Total yang sudah dibayar Rp 22 miliar dari Rp 42 miliar.
Dan saksi Printa, hanya
bersikap pasif saja. Ada pembayaran lahan pada Oktober, Desember dan Januari.
Total yang diterima Hadi sebesar Rp 22 miliar. Dan adanya perjanjian dengan
pihak notaris.
Kini giliran Penasehat
Hukum (PH) Awan Setiawan, yakni Sumardan SH bertanya pada sasi Suwarno, apakah
tahu tentang harga pertama yang ditawarkan oleh Hadi ?
“Saya tidak tahu soal
hal itu pak,” jawab Suwarno juga tidak mendengar pada 23 Juni 2022 adanya permohonan
pada BPN tentang lokasi dan kira-kira nilainya berapa. Tetapi BPN menyebutkan
Rp 6,5 juta per meter.
Namun begitu, saksi tahu
Hadi Santoso menggugat perdata ke Pengadilan. Hingga Tingkat kasasi dan Hadi
Santoso menang di MA.
Ditambahkan Prita, bahwa
harga yang sudah jadi dan tertuang dalam PPJB adalah Rp 6 juta.
Sehabis sidang, PH Sumardan SH mengatakan, dalam Undang-Undang
itu tidak harus memakai appraisal, cukup secara langsung. Karena obyek yang dijual
itu di bawah 5 (lima) hektar. Tak perlu appraisal lagi.
Jaksa mempersoalkan
bahwa tanah itu tanah sempadan. Kalau sudah terbit sertifikat itu tanahnya milik
orang.Tanah sempadan tidak mungkin terbit sertifikat.
“Keterangan kelima saksi
tadi, Alhamdulillah menguntungkan terdakwa. Dalam perkara ini tidak ada
pelanggaran hukum. Inspektorat hanya menyuruh melengkapi administrasinya atau
dokumennya. Jadi, semuanya sudah sesuai prosedur,” kata PH Sumardan SH. (ded)
---------------
---------------

0 komentar:
Posting Komentar