728x90 AdSpace

  • Latest News

    Rabu, 10 Juni 2020

    Keterangan Empat Saksi Justru Ringankan Terdakwa, Dakwaan Jaksa Rontok




    SURABAYA (mediasurabayarek.com) -  Kelanjutan sidang  dr Sudjarno, mantan Direktur Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya yang tersandung dugaan kasus pencemaran nama bak dan fitnah, masih dengan agenda mendengarkan keterangan dari empat (4) saksi  lagi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang digelar di ruang Sari 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (9/6/2020).

    Kali ini empat saksi yang dihadirkan oleh JPU I Gede Willy Pramana  dan Yusuf Akbar SH adalah  Khotimatul Husna (perawat), Zwee Suyanto (Kepala Kantor Operasi) , Fajar Santoso (perawat)  dan Hendra Purnomo (perawat).

    Saksi Khotimatul Husna  menyebutkan, bahwa dia mendengar dr Sudjarno  memberikan peringautan tertulis kepada dr Lydia. "Saya nggak tahu perawat Anggi mengerjakan operasi pasien. Tentang isi surat peringatan, saya nggak tahu hal itu," ucapnya.

    Khotimatul juga tidak tahu apakah ada perintah tertulis dari dr Lydia yang menyuruh mengerjakan operasi pasein. 

    Sementara itu, saksi Zwee Suyanto menyatakan,  pihaknya tahu perihal pencemaran nama baik yang dilaporkan dr Lydia kepada dr Sudjarno. Pasien Alesandra Sesha komplain kepada RS Mata Undaan, karena operasi yang dijalaninya dikerjakan oleh perawat Anggi.

    Adanya komplain tersebut, ditindaklanjuti dengan  dengan menggelar pertemuan dari pihak Direktur, komite Medik dan perawat. 


    Sementara tu, Hendra Purnomo mengatakan, adanya komplain dari pasien  Alesandra Sesha  yang tidak dikerjakan oleh dr Lydia. Tetapi operasi justru dikerjakan oleh perawat. 

    "Saya bantu Anggi untuk melakukan tindakan operasi pada Alesandra Sesha. Waktu itu, saya gugup ketika korban bertanya apakah Anggi dokter atau perawat. Perawat tidak boleh melakukan operasi atas diri pasien," ujarnya.

    Menurut Hendra, komplain paseien Alesandra Sesha dilakukan secara lisan kepada Customer Service Rumah Sakit Undaan Surabaya. 

    "Saya juga membuat kronologi bantu operasi ke Direktur dan polisi," katanya.


    Ketika giliran  Penasehat hukum (PH) Soemarso SH yang didampingi Nur Yahya SH bertanya pada keempat saksi, tentang adakah perintah langsung dari dr Lydia pada Anggi dan Bu Mur untuk mengerjakan operasi.

    "Saya hanya mendengar kerjakan anak oka (kamar operasi)   5 , yakni Anggi dan Bu Mur. Jarak antara oka  5 dan oka 6 hanya   5 meter. Katanya paseinnya cerewet," cetusnya.

    Dijelaskan Khotimatul, pihaknya mendengar perintah dr Lydia itu hanya berjarak tidak sampai 1 meter.  Khotimatul dan Fajar mengakui, pernah dimintai keterangan dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI)  Pusat.

    Setelah mendengarkan keterangan keempat saksi dan dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua  Cokorda mengungkapkan, sidang akan dilanjutkan pada Selasa (16/6/2020) dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi lainnya.

    "Baiklah, sidang akan ditunda sampai Selasa (16/6/2020) depan dengan agenda pemeriksaan saksi lainnya," katanya.

    Sehabis sidang, penasehat hukum terdakwa , Soemarso SH mengungkapkan, putusan MKEK IDI Cabang Surabaya yang menyatakan bahwa pemohon dr Lydia tidak melanggar kode etik kedokteran, telah keluar dari yurisdisi MKEK.

    Karena surat peringatan yang dikeluarkan RS Undaan yang ditandatangani Direktur dr Sujarno, itu sudah sesuai kewenangannya yang diatur oleh Undang - Undang (UU). 

    "UU itu antara lain dalam bentuk Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) dan Peraturan Presiden. Dalam Permenkes No  755 Tahun 2011 memberikan kewenangan penuh kepada Direktur (dr Sudjarno-red)  untuk melakukan pembinaan," tukas Soemarso SH.


    Surat teguran itu sesuai dengan Permenkes No 755 Tahun 2011  dalam ketentuan  pasal  11 dan penjelasan Bab V tentang sub komite etika dan disiplin. Putusan MKEK dibuat dengan input yang tidak memadai.   


    Dari situlah, komite medik menyelenggarakan rapat. Meskipun, katanya dr Lydia  tidak pernah diperiksa komite medik, ternyata pernah.   Pertama informil dan kedua formil  dipanggil khusus. Lalu keluar rekomendasi komite medis kepada Dirut supaya dikeluarkan surat peringatan.

    "Jadi jika  dr Sudjarno tidak melakukan teguran, maka salah. Karena rekomendasi  keluar.  Semua sudah sesuai prosedur dan  kewenangan. Bahkan, disini sangat jelas. Nggak ada tunduk pada organisasi IDI. Tunduk pada UU," tandas Soemarso SH SH MH.

    RS Mata Undaan melalui  komite medik mengeluarkan peringatan, berkaitan dengan pelanggaran profesi etika itu dibolehkan. Tetapi, kata Jaksa tidak diperbolehkan.


    Pelaksanan keputusan atau  surat  teguran, etika dan disiplin  RS merupakan upaya pendisiplinan. Sehingga   pelaksanaan dan keputusan tidak  terkait dan  berhubungan penegakan profesi kedokteran di lembaga pemerintahan.

    Penegakan  etika medis di organisasi profesi tidak boleh. Menerapkan penegakan hukum bukan kedisiplinan kepegawaian. 

    Dipaparkan Soemarso SH, kenapa  MKEK IDI  Cabang Surabaya memutuskan  bahwa pemeriksaan terhadap dr Lydia itu bukan pelanggaran etika kedokteran, itu merupakan kesalahan fatal dan kesalahan  yurisdiksi. 


    Karena yang dipersoalkan   bukan kedokteran, tetapi etika. Kedua, tidak  cukup hanya  MKEK memutsukan hanya berdasarkan keterangan dr Lydia saja. 

    Tetapi , MKEK  harus konsisten dan harus memanggil para saksi, yakni perawat, pasien dan semuanya dipanggil. Tapi, hal itu tidak pernah dilakukan oleh MKEK. Maka, putusan tidak didukung alat bukti yang cukup. 

    Rekomendasi IDI untuk menjerat dr Sudjarno. Surat dikeluarkan  oleh MKEK cabang Surabaya dan dijadikan alat bukti oleh penyidik. Hal ini terjadi pelanggaran dan haram hukumnya diserahkan pihak penyidik.

    Gara-gara putusan MKEK Cabang Surabaya itu, dr Sudjarno menjadi tersangka dan kini jadi terdakwa di PN Surabaya.  Soemarso SH meminta pemeriksaan MKEK Cabang Surabaya secara menyeluruh, karena menyangkut yurisdiksi.

    Bukan soal keluarnya surat peringatan. Akan tetapi, di situ ada pelanggaran atau tidak dari dr Lydia. Maksud  dan tujuan dari Direktur dr Sudjarno tidak   tidak ngomong ke sana, tetapi maksudnya adalah pembinaan staf medis.


    "Belum apa apa sudah tanda tangan. Kalau tidak suruh Anggi dan Bu Mur, tidak buat resep. Padahal, resep dibuat atas dasar pemeriksaan. Tak  melakukan pemeriksaan, namun berani buat resep. Itu pelanggaran," kata Soemarso SH .


    Surat peringatan satu dari dr Sudjarno kepada dr Lydia atas rekomendasi Komite Medik. Ada aturannya,  pada peraturan UU.  Tidak tunduk dan tidak taat pada Ormas  IDI MKEK. 

    Karena RS adalah institusi kesehatan dan bersifat umum. IDI hanya untuk anggota dan  RS tidak tunduk pada IDI. 

    Surat peringatan satu pelanggaran prosedur dan etika profesi dan tidak 
    menyebutkan  kedokteran. Etika profesi sebagaimana dimaksudkan Permenkes No 755 tahun 2011. salah satu tugas Komisi Medik adalah   meneliti, melakukan pemeriksaan terhadap  etika profesi. Tidak menyebut  dokter. 

    Anehnya, surat peringatan itu  dibawa ke MKEK IDI. Hal itu  bukan wilayah yurisdiksi IDI mauun MKEK.  Kalaupun di bawa ke sana, jika ada aduan pasien terhadap pelayanan medis  yang dilakukan dokter. Justru, dr Lydia mengadu atas dirinya sendiri.

    "Saya melihat ada pelanggaran dan  putusan MKEK dijadian bukti di pengadilan. Hal itu merupakan pelanggaran berat," katanya.  


     Soemarso SH menegaskan,  jika putusan MKEK IDI Surabaya yang menyatakan dokter Lidya Nuradianti tidak terbukti melanggar etika profesi, itu  belum final lantaran masih melakukan banding ke MKEK IDI Pusat.

    “Jadi tidak bisa dijadikan dasar bahwa terdakwa ini salah. Tadi itu saya kejar dalam persidangan,” imbuhnya. 


    Perkara dugaan fitnah ini dilaporkan oleh dokter Lidya Nuradianti ke Polrestabes Surabaya. Dia tidak terima lantaran dituduh telah melanggar kode etik dan profesi kedokteran melalui surat teguran tertulis yang dibuat oleh terdakwa saat menjatuhkan sanksi.

    Tuduhan tersebut dianggap saksi pelapor tidak berdasar, karena saat sanksi dijatuhkan, Lidya merasa tidak pernah melakukan pelanggaran etika dan profesi dan diperkuat oleh putusankeputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Nomor : 06/MKEK/IDI-SBY/VII/2018 Tanggal 20 Agustus 2018. 


    Terdakwa dr Sudjarno didakwa melanggar pasal 310 ayat (2) KUHP dan pasal 311 ayat (1) KUHP. 

    Dalam sidang sebelumnya, saksi dr  Sahata Poltak Hamonangan Napitupulu, ketua Komite Medik RSMU  membenarkan telah memberikan rekomendasi kepada terdakwa atas pelanggaran standar operasional prosedur (SOP) dan Disiplin yang dilakukan dr Lidya Nuradianti.

    Hal itu  atas  dasar rekomendasi yang diberikan tersebut bermula dari komplain pasien bernama Alesandra Sesha yang tidak terima karena tindakan operasi, yang  bukan dilakukan oleh dr Lidya , melainkan oleh perawat bernama Anggi Surya Arsana.

    Sedangkan sang perawat, Anggi Surya Arsana mengaku jika operasi ke pasien Alesandra Sesha dilakukan karena ada mandat dari dr Lidya. (ded)



    • Blogger
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Keterangan Empat Saksi Justru Ringankan Terdakwa, Dakwaan Jaksa Rontok Rating: 5 Reviewed By: Media Surabaya Rek
    Ke Atas