PH Sumarso SH MH
Sidang dr.Sudjarno
SURABAYA (mediasurabayarek.com) – Sidang lanjutan dr Sudjarno, mantan Direktur Rumah Sakit (RS) Mata Undaan Surabaya, yang tersandung dugaan kasus pencemaran nama baik dan fitnah, kali ini dengan agenda mendengarkan keterangan dari 2 (dua) saksi ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di ruang Garuda2 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (16/7/2020).
Kali ini JPU Yusuf Akbar dan I Gede Willy Pramana menghadirkan 2 (dua) saksi, yakni Prof Dr RR Chita (ahli MKEK ) dan Andik Yulianto (ahli bahasa) yang memberikan keterangan di depan persidangan.
Dalam keterangannya, kedua saksi didengarkan keterangannya melalui teleconference, karena tidak bisa hadir langsung di persidangan. Namun demikian, tidak menghalangi jalannya persidangan.
Prof Dr RR Chita (ahli MKEK) menyatakan, keputusan MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) belum ada laporan MKEK IDI Surabaya kepada MKEK IDI Pusat.
Keputusan itu belum mempunyai kekuatan hukum tetap, karena ada banding dari dr. Sudjarno pada MKEK Pusat.
Ketika giliran PH Sumarso SH MH bertanya kepada ahli MKEK , Prof Dr RR Chita mengenai apakah seorang Direktur Rumah Sakit (RS) berwenang membuat surat teguran pada bawahannya ?
Prof Dr RR Chita menjawab, bahwa Direktur RS mempunyai hak dan berwenang membuat surat teguran sesuai peraturan RS /Hospital By Law. Dalam perkara ini, ahli menegaskan, bahwa sengketa medik (hubungan antara dokter dan pasien) berbeda dengan sengketa dokter dengan sejawatnya.
"Kalau pengadu adalah pasien menjadi kewenangan MKEK, menyangkut etika profesi dan Majelis Disiplin Kehormatan Indonesia (MDKI). Masalah disiplin mengangkut standar keilmuan," ujarnya.
Dalam perkara ini, dr Lydia memerintahkan perawat melakukan operasi pada pasien. Pertimbangan dr Lydia tidak melakukan tindakan atas pasiennya itu, karena alasan apa.
Sementara itu, Andik Yulianto (ahli bahasa) mengatakan, perihal disiplin profesi itu menyangkut sikap yang patuh dan taat akan profesi tertentu. Sedangkan etika profesi berkaitan dengan adanya keahlian sesuatu yang diperoleh dari pelatihan.
"Etika itu mengangkut bagaimana menimbal hal itu baik atau buruk. Profesi itu misalnya, dokter, perawat, dosen, wartawan dan lainnya," .
Ketika PH Sumarso SH MH bertanya kepada ahli bahasa, Andik Yulianto perihal keterangannya dalam BAP yang menyebutkan bahwa, perbuatan dr Sudjarno menyerang kehormatan atau nama baik seseorang di depan umum ?
Terlihat ahli bahasa, Andik Yulianto , tidak bisa memberikan penjelasan sama-sekali, bahkan terkesan berbelit-belit. Hal ini membuat PH Sumarso SH MH terlihat agak kesal dan jengkel.
"Anda ini ahli bahasa atau ahli administrasi ?," ucap Sumarso SH MH.
Setelah mendengarkan kedua saksi ahli dirasakan cukup, Hakim Ketua Cokorda Gede Arthana SH MHum bertanya pada JPU Yusuf Akbar, apakah saksi saksi yang dihadirkan Jaksa sudah dirasakan cukup atau menghadirkan saksi lainnya lagi.
"Bagaimana Jaksa , apakah masih mau menghadirkan saksi lagi ?," tanya Hakim Ketua Cokorda SH MHum.
JPU Yusuf Akbar menjawab, pihaknya merasa sudah cukup dan tidak menghadirkan saksi lainnya lagi. "Saya rasa, sudah cukup Yang Mulia dengan saksi saksi yang sudah dihadirkan," katanya.
Kembali PH Sumarso SH MH menerangkan, bahwa dalam BAP masih ada 6 (enam) saksi lagi yang belum dihadirkan oleh Jaksa di persidangan. Namun , Hakim Ketua Cokorda menengahi, kalau Jaksa merasa saksi saksi yang dihadirkan di persidangan sudah dirasakan cukup, dianggap jaksa sudah tidak menghadirkan saksi lagi pada sidang berikutnya.
"Karena jaksa menganggap saksi saksi yang dihadirkan sudah cukup, ya dianggap cukup. Kini, giliran PH terdakwa yang dipersilahkan menghadirkan saksi meringankan dan saksi ahli. Bagaimana pendapat PH terdakwa?," tanya Hakim Ketua Cokorda SH Mhum.
PH Sumarso SH MH langsung menjawab, pihakanya akan mengajukan 2 (dua) saksi meringankan dan saksi ahli pada sidang selanjutnya. "Kami akan ajukan dua saksi meringankan dan saksi ahli, Yang Mulia," cetusnya.
Setelah dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Cokorda SH MHum mengatakan, bahwa sidang akan dilanjutkan Kamis (23/7/2020) mendatang.
"Baiklah sidang akan dilanjutkan pada Kamis depan dengan agenda saksi meringankan dan saksi ahli dari PH terdakwa," ungkap Hakim Ketua Tjokorda SH MHum seraya mengetukkan palunya, sebagai pertanda sidang selesai dan ditutup.
Sehabis sidang, Sumarso SH MH menerangkan, urusan MKEK itu dangkal, tanpa diperika pihak lain. Berbeda dengan IDI Pusat, semuanya diperiksa termasuk perawat yang diperintah dr Lydia. Akan tetapi, pengakuan dr Lydia, bahwa dia tidak pernah memerintahkan perawat melakukan opearsi.
"Ini berarti sepihak dong. Urusan (keputusan) ini perlu dipersoalkan. Kita upayakan banding ke IDI wilayah Jawa-Timur (Jatim) dan belum keluar. Karena ada conflick interest , dikirimkan ke IDI pusat, juga belum ada putusan," tukasnya.
Perihal pernyataan ahli MKEK, yang menyatakan dr Sudjarno punya kewenangan untuk memberikan surat teguran, PH Sumarso SH MH menyatakan, hal itu sudah sesuai prosedur.
"Boleh kok, nggak salah dia (dr Sudjarno). Nggak ada masalah. Inti sidang tadi, hanya membuktikan dakwaan jaksa masih prematur. Saksi menyatakan, nggak tahu ada upaya banding atau tidak. Ada upaya mediasi setelah diputuskan. Ini kan aneh!," tandasnya.
Menurut PH Sumarso SH MH , keterangan saksi ahli Prof Dr RR Chita tadi, dirasakan tidak pas mengenai hasil keputusan MKEK, karena mengundang sepihak dan hanya dr Lydia saja.
"Tidak semuanya yang terlibat diperiksa. Ini jelas tidak fair. Kok tidak boleh melihat putusannya. Tahunya dari polisi dan lakukan banding. Dakwaan jaksa prematur," katanya.
Sedangkan keterangan saksi ahli kedua, Andik Yulianto (ahli bahasa) hanya terkesan lucu-lucuan saja. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar