SURABAYA
(mediasurabayarek.net ) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(TIPIKOR) Surabaya menyatakan keberatan (eksepsi) Drs. Moch. Wahyudi , MM tidak dapat
diterima, karena eksepsi telah memasuki pokok perkara.
“Mengadili keberatan
(eksepsi) Drs. Moch. Wahyudi , MM tidak
dapat diterima. Dan memerintahkan Penuntut Umum untuk melanjutkan pemeriksaan
pokok perkara, serta menangguhkan biaya perkara
hingga putusan akhir,” ucap Hakim Ketua Ni Putu Sri Indayani SH yang membacakan
amar putusan sela di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR)
Surabaya, Kamis (12/6/2025).
Dalam putusan sela,
majelis hakim menyebutkan, bahwa surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menyusun
dakwaan secara cermat, jelas, dan lengkap, tentang perbuatan-perbuatan yang
dilakukan oleh terdakwa. Bahwa surat dakwaan Jaksa telah memenuhi syarat formil
dan materiil.
Oleh karenanya keberatan
yang disampaikan oleh Penasehat Hukum (PH) M. Wahyudi, yakni
Muhammad Ridlwan SH tidak dapat diterima. Lagian, eksepsi telah memasuki pokok
perkara. Dan memerintahkan Jaksa untuk melanjutkan sidang pemeriksaan pokok
perkara.
“Sidang akan dilanjutkan
pada Kamis, 19 Juni 2023 mendatang, dengan pemeriksaan saksi-saksi. Jaksa siap
ya, untuk menghadirkan saksi-saksi pada sidang berikutnya,” ujar Hakim Ketua Ni
Putu Sri Indayani SH, sebelum mengetukkan palunya sebagai pertanda sidang
berakhir dan ditutup.
Sehabis sidang, PH Muhammad Ridlwan
SH menyatakan, eksepsi tidak dapat
diterima itu memang haknya majelis hakim.
“Kalau menurut beliau ya
seperti itu, ya monggo (silahkan). Tetapi
buat kita sebagai Penasehat Hukum (PH), tentunya juga merasa kecewa, karena eksepsi kita tidak
dapat diterima,” cetusnya.
Menurut M Ridlwan SH,
sebagaimana yang telah disampaikan dalam eksepsi kemarin, apa yang telah
dilakukan oleh JPU dalam dakwaan, semestinya memang sesuai aturan yang berlaku
dalam KUHAP dan Undang-Undang Pemeriksaan Keuangan.
Bukan berarti karena
sudah lazim, praktiknya diiyakan saja seperti ini.Karena tetap bagaimanapun
praktik harus sesuai aturan yang ada. Karena hukum juga bukti kepastian. Jadi
tidak seperti ini.
“Namun demikian, kami
siap melanjutkan sidang pokok perkara. Karena Pak Wahyudi itu buat kami dan
sepengetahuan kita di publik Lamongan itu merupakan representasi dari pejabat
yang bersih. Jadi buat kita ya tetap diperjuangkan, sebagaimana yang memang
kita ketahui tentang fakta-fakta terkait dugaan perkara korupsi proyek
Pembangunan Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) Lamongan. Terkait perkara
RPHU itu, apakah keterlibatan Pak Wahyudi itu ada atau tidak, atau bagaimana
prosesnya Pembangunan RPHU itu,” katanya.
Kalau memang eksepsi
ditolak,dan lanjut ke pembuktian pokok perkara, Penasehat Hukum telah siap.
Tetapi yang jelas dari pihak Penasehat Hukum
tetap berusaha melakukan pembelaan-pembelaan yang terbaik buat klien dan
semuanya harus sesuai dengan ketentuan aturan hukum yang berlaku.
“Semuanya harus sesuai
peraturan hukum berlaku dan kita berpegang
pada hal itu,” jelasnya mengakhiri wawancaranya dengan media massa di
Pengadilan TIPIKOR Surabaya.
Sebagaimana dalam eksepsinya,
PH M. Ridlwan SH didampingi Ainur Rofik S.HI menyatakan, bahwa kerugian
keuangan negara didasarkan atas laporan akuntan public atas perhitungan
kerugian negara Nomor 001/AI/KAP BWP/AP. 1419/I/ 2025 tanggal 8 Januari 2025.
Padahal sebelumnya,
telah ada hasil audit BPK laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan
Pemerintah Kabupaten Lamongan Tahun 2022 pada pelaksanaan pekerjaan Pembangunan
komplek Gedung dan pemasangan rail conveyor RPHU Tahun 2022 sebesar Rp 92,846
juta, yang memiliki kewenangan yang diatur dalam konstitusi, umumnya lebih kuat
dan memiliki prioritas.
Bukan sebaliknya audit
BPK mengikuti dan menyesuaikan laporan akuntan public. Dalam uraian
dakwaan Jaksa, kerugian keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp
331,616 juta. Ini berdasarkan laporan akuntan publik tanggal 8 Januari 2025.
Atas kerugian negara
tersebut telah dilakukan penyetoran pada kas
daerah Kabupaten Lamongan sebesar Rp 92,846
juta. Sehingga masih terdapat kerugian keuangan negara sebesar Rp
238, 770 juta.
Semestinya akuntan
publik menyesuaikan dengan audit BPK, bukan audit BPK
menyesuaikan hasil akuntan publik.
Lagi pula, bahwa Moch,
Wahyudi sepeserpun tidak menerima aliran dana/atau menikmati uang dalam perkara ini. Dalam proses penyidikan,
terdakwa melalui Tim Penasehat Hukumnya bersurat ke penyidik Kejaksaan Negeri
Lamongan untuk memohon dan bersedia dilakukan tes poligraf dan uji
psikologis forensik.
Bahkan, Mantan Kepala
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkawan) Lamongan, Drs. Moch. Wahyudi
, MM, Moch Wahyudi telah mengajukan permohonan praperadilan berkaitan
tidak sahnya penetapan tersangka, dalam perkara dugaan korupsi Pembangunan
RPHU Lamongan.
Namun, praperadilan
ditolak oleh Pengadilan Negeri (PN) Lamongan pada 28 Mei 2025, dengan amar
putusan gugur, karena pokok perkara telah disidangkan pada di Pengadilan
TIPIKOR Surabaya. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar