SIDOARJO (mediasurabayarek.net
) - Masih dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan oleh Penuntut
Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Lamongan , dalam sidang lanjutan Drs. Moch.
Wahyudi , MM , yang tersandung dugaan perkara korupsi proyek Pembangunan Rumah Potong Hewan Unggas
(RPHU) Lamongan tahun anggaran 2022.
Kali ini 5 (lima) saksi
fakta itu adalah Wawan Rouland (Pengawas Ternak), Izul Imam
(Direktur PT Abraj Ashfa), Ahmad Joko, Kartiko (swasta), dan Rusbiyanto.
Kelima saksi diperiksa
secara marathon di depan Hakim Ketua Ni Putu Sri Indayani SH dan Jaksa Penuntut
Umum (JPU) Widodo SH yang membuat sidang ini makin terang-benderang.
Dalam keterangannya,
saksi Izul Imam (Direktur PT Abraj Ashfa) menyatakan, dia mengetahui ada lelang
untuk proyek pengurukan. Dengan dibantu Rusbiyanto, untuk pembuatan penawaran atas
kegiatan proyek tersebut.
“Saya yang
menandatangani kontrak dan peralatan pengurukan menyewa dari pihak lain. Waktu
itu penawaran sebesar Rp 665 juta dan disepakati dengan harga yang sama pula.
Lama kontrak pekerjaan 60 hari kalender. Ada pengawas Rio yang mengawasi
pekerjaan ini sampai proyek pengurukan itu selesai,” ucapnya di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Kamis (3/7/2025).
Menurut Izul, pekerjaan
proyek sudah dibayar dan tidak ada kelebihan bayar pada mulanya. Namun begitu
ada pengembalian ke Kejaksaan sebesar Rp 30 juta, setelah ada hasil temuan dari BPK.
Sementara itu,
Rusbiyanto menyebutkan, bahwa dia dikasih fee Rp 500 ribu untuk kontrak kegiatan
proyek selama 60 hari. Akan tetapi, berhasil diselesaikan 10 hari saja. Sedangkan
LPJ (Laporan Pertanggungjawaban) yang membuat adalah Rio dan dikenakan Rp 2 juta.
Dan Rio pula yang memerintahkan ke lapangan.
Sedangkan saksi Kartiko
menerangkan, hanya untuk paket jalan dan
puskesman memakai bendera Sandi. Ini proyek di luar dari Pembangunan Rumah
Potong Hewan Unggas (RPHU) Lamongan.
“Saya tidak diberikan
fee. Mengenai dokumen penawaran RPHU
itu, saya tidak tahu siapa yang membuatnya. Karena sudah saya lepas dan
tidak ikut-ikut lagi. Mulai proses pengajuan penawaran sampai pencairan, saya
sudah tidak ikut-ikut lagi,” ujar saksi lagi.
Berbeda halnya dengan
keterangan yang diutarakan oleh saksi Ahmad Joko, bahwa saksi-lah yang membuat
dokumen penawaran proyek, RAB dan peralatan. Semuanya yang membuat adalah saksi ini.
“Saya kasih tahu Davis, untuk
mengikuti Lelang RPHU. Bahkan, saya tanyakan personilnya siapa saja. Saya hanya
mendapatkan Rp 3 juta. Saya komunikasi
dengan Davis. Saya dan Davis tahu
bahwa CV Fajar Krisna sebagai pemenang lelang,” cetusnya.
Dipaparkan saksi Joko,
bahwa yang tanda tangan kontrak, pengajuan pembayaran dan surat pengajuan
lapangan adalah dirinya. Akan tetapi sepengetahuan dan seijin Davis.
“Saya tidak pernah
ketemu dengan Wahyudi. Ketika dilakukan pemeriksaan oleh BPK, saya hadir
bersama Davis dan Sandy. Untuk HPS sebesar Rp 5 miliar dan diturunkan 30
persen. Sedangkan kontrak pembangunan
sekitar Rp 4,3 miliar. Hingga berita acara serah terima, saya tanda tangani.
Namun atas nama Sandy, tanda tangan Sandy ditiru. Akan tetapi saya laporkan
pada Davis dan Sandy,” katanya.
Belakangan diketahui
adanya hasil temuan dari BPK, adanya kekurangan sebesar Rp 90 juta dan sudah dibayarkan.
Di tempat yang sama,
saksi Wawan Rouland (Pengawas Ternak) menerangkan, bahwa dia selaku PPTK yang
tugasnya membantu PPK terkait dokumen anggaran keuangan, mengendalikan kegiatan dan melaporkan pada PPK.
Untuk perencanaan
pengurusan Rp 11 juta dan ditandatangani untuk pencairan dananya.
Kemudian saksi menghadap
Kadis karena merasa keberatan. Karena merangkap pekerjaan. Setelah itu dibuatkan
SK untuk menunjuk PPTK yang baru. Sedangkan untuk perencanaan dan pelaksanaan, serta
laporan ada di bidang budi daya. Untuk dokumen pembayaran yang membuat adalah Tim
Teknis.
Kini giliran Penasehat
Hukum (PH) M. Wahyudi, yakni Muhammad Ridlwan SH bertanya pada saksi
Wawan, apakah menghadap Kadis, karena keberatan. Bisa saksi jelaskan ?
“Saya menghadap Kadis karena
keberatan dan diganti oleh orang lain,” jawab saksi lagi.
Kembali PH M. Ridlwan SH
bertanya pada saksi Joko, apakah pernah ketemu dengan Wahyudi ?
“Saya tidak pernah
ketemu dengan Wahyudi. Di Dinas, saya berhubungan dengan Hasnah dan Doni. Nggak
ada kaitan dengan Wahyudi,” jawab saksi Joko dengan nada tenang.
Sehabis sidang,
Penasehat Hukum (PH) M. Wahyudi, yakni Muhammad Ridlwan SH mengungkapkan, dia
menanyakan pada Rouland (PPTK yang lama-red), yang menjabat bulan satu sampai
lima sebelum ada pergantian PPTK yang baru, Nur Yazid.
“SK penunjukan PPTK itu
sudah menjadi kewenangan beliau. Begitu dengan SK penunjukan Hasnah sebagai
pejabat pengadaan, hal itu memang kewenangan beliau dan menunjuk itu. Setelah
orang-orang di SK-kan, punya tanggungjawab dan tugas masing-masing,” tukasnya.
Di sini, lanjut M. Ridlwan SH, bahwa Wahyudi hanya menjalankan tugas
sebagai PPK. Ada PPTK yang di SK-kan, ada pejabat pengadaan yang di SK-kan, dan
ada Tim Teknis dalam pengerjaan RPHU yang juga sudah di SK-kan.
“Untuk ranah pidana,
Joko masuk. Selama pengerjaan tugas di proyek RPHU berhubungan dengan Hasnah
dan Doni. Selama ikut lelang, tidak pernah ketemu. Pak Wahyudi juga tidak pernah
cawe-cawe. Dan tidak pernah memprioritaskan Timnya davis, juga tidak ada. Juga tidak
pernah ngasih sesuatu pada Pak Wahyudi. Artinya dalam perkara ini sangat
terang, bahwa Wahyudi sama-sekali tidak ikut-ikut di urusan teknis dalam pengerjaab
RPHU,” tandasnya.
Sejak awal perkara ini, M.
Ridlwan SH melihat bahwa perkara pak Wahyudi ini terlalu dipaksakan, dikriminalisasi
ada lompatan-lompatan peristiwa hukum yang seharusnya tidak nyampai ke Wahyudi.
Karena hal ini menyangkut persoalan teknis.
Kalapun Wahyudi kena (jadi tersangka-red) ,
maka Tim Teknis ini harus kena duluan (dijadikan tersangka). Mengenai PPTK , Rouland sempat mengerjakan
tugasnya sebagai PPTK waktu itu, untuk pengerjaan pengurukan. Ketika tanda
tangan dan pencairan, melewai tahapan-tahapan sampai keuangan.
“Kalau semuanya sudah
dicek-list, ya sudah diproses. Apalagi kalau sampai Pak Wahyudi. Jadi kalau
semuanya klir. Maka sampai atas juga klir. Ya, seperti itu. Kalau mempersalahkan
Pak Wahyudi itu terlalu dipaksakan. Dan ini nyata kriminalsiasi,” katanya.
Wahyudi tidak layak
dipersangkakan dan didakwa dalam perkara ini. Apalagi dalam perkara ini jelas,
apalagi dalam dakwaan Jaksa ada kerugian negara Rp 300 juta sekian. Dihitung
dengan adanya pengembalian dari hasil temuan BPK ditemukan kerugian negara
sebesar Rp 92 juta. Dan kerugian itu sudah dikembalikan.
Masih ada Rp 200 sekian
juta. Mestinya tidak besar itu, dari hasil auditor independent yang dihitung
oleh Kejaksaan. Bahwa kerugian dari Rio,
sebagai konsultan sudah dikembalikan. Dari pengurukan, Izul juga sudah dikembalikan.
Dan Davis sudah dikembalikan Rp 150 juta sekian.
“Mestinya kerugian
negara itu sudah tidak ada lagi. Jadi dakwaan kerugian negara sebesar Rp 200
juta sekian itu sudah tidak ada. Sudah dikembalikan semuanya,” jelasnya. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar