SIDOARJO (mediasurabayarek.net) - Ahli Hukum Pertanahan, Agus Sekarmadji SH Mhum
dari Fakultas Hukum (FH) UNAIR dihadirkan oleh Penuntut Umum Kejaksaan Negeri
(Kejari) Sidoarjo, dalam sidang lanjutan Ali Nasikin (Mantan Kades Sidokerto),
Samiun (Ketua Tim 9 Penjualan Aset Tanah), Kastain (kontraktor), dan Eko
(Direktur PT Kembang Kenongo Property), sekaligus pengembang Perumahan Griyo
Sono Indah, yang tersandung dugaan perkara korupsi penjualan tanah asset
milik Desa Sidokerto, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo.
Dalam keterangannya, Ahli
Hukum Pertanahan menyebutkan, bahwa tanah gogol gilir yaitu gogol yang dikerjakan
giliran. Siapa yang mengerjakan gogol gilir , berdasarkan musyawarah. Gogol
gilir dikonversikan menjadi hak pakai atau tanah negara.
Sedangkan untuk gogol
tetap, jika meninggal dunia akan turun-temurun. Gogol tetap akan menjadi hak
milik.
Jaksa Penuntut Umum
(JPU) Wahyu SH dan Wido SH bertanya pada Ahl, dengan mengilustrasikan, di suatu
tempat ada tanah gogol gilir yang dimiliki oleh 25 orang, untuk ganjaran tuwowo
dan hansip. Kapan hak pegogol melepaskan tanah gogol ?
“Saat pelepasan hak berubah
menjadi tanah negara atau tanah kas desa. Untuk tanah cuilan tidak ada bukti penyerahan.
Sepanjang penyerahan suka- rela, sesuai pasal 27 Undang-Undang Pertanahan dan
Agraria (UUPA). Statusnya menjadi tanah negara. Pegogol tidak punya hak dan
belum dicatat sebagai asset desa. Status tanah berdasarkan PP No.9 Tahun 1953
di bawah penguasaan instansi pemerintah atau jadi milik negara atau negara
bebas,” jawab Ahli di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR)
Surabaya, Senin (20/10/2025).
Sementara itu, Hakim
Ketua Ni Putu Sri Indayani SH MH juga bertanya pada Ahli, tanah gogol gilir
tergantung pada apa ?
“Bahwa tanah gogol gilir
tergantung masyarakat atau kesepakatan desa. Namun, harus diajukan permohonan
kepada negara,” jawab Ahli singkat saja.
Kini giliran Penasehat
Hukum (PH) Ali Nasikin (Mantan Kades Sidokerto), yakni Dimas Yemabura Alfarauq
SH MH bertanya pada Ahli, tanah gogol bersifat komunal, jika ada perorangan
mengerjakan tanah itu terus-menerus. Muncul tanah gogol tetap, Bagaimana
pendapat ahli akan hal ini ?
“Pemanfaatn tergantung
kesepakatan kepala adat atau kepala desa. Jika ada peran serta Kades. Jika ada
pelepasan, konsekuensnya menjadi hak pakai,” jawab Ahli.
Kembali PH Dimas
Yemabura Alfarauq SH MH bertanya pada Ahli, jika ada tanah sekian gogol gilir,
melalui pelepasan. Mulanya dilepaskan pada PT (Perusahaan Terbatas). Adanya
proses penggantian, sisa tanah PT diganti tanah lain. Tanah sudah ditukar guling
dan menjadi tanah PT. Bagaimana pendapat Ahli ?
“(Prinsipnya-red) Tanah gogol gilir, kalau dilepaskan persetujuan
keseluruhan. Proses pelepasan gogol gilir,
harus persetujuan Kades berdasarkan musyawarah desa. Juga harus
persetujuan Bupati dan Gubernur,” jawab Ahli.
Terkait arti penguasaan dan pengelolaan fisik terhadap tanah, PH Dimas Yemabura Alfarauq SH MH
bertanya pada Ahli, apakah SPPT atau PBB, sebaga bukti penguasaan fisik tanah ?
“SPPT atau PBB adalah
bukti pihak yang memanfaatkan tanah itu. Bukan tanda bukti hak,” jawab ahli.
Dijelaskan Ahli, tanda
bukti tertulis hak sesuai pasal 24 UUPA. Salah satunya berupa Petok D.
Sedangkan Petok D itu bukan bukti hak. Kalau dikuasai oleh A, harus membuktikannya.
Lagi-lagi, PH Dimas SH
bertanya pada Ahl, pada saat ada pengakuan belum jelas, negara merasa memiliki
dan orang lain. Nah untuk memperjelas kepemilikan tanah, kalau pernah ada tanah
gogol dan pelepasan sesuai pasal 27 UUPA, menjadi tanah negara. Kalau berbicara siapa yang berhak, bagaimana
pendapat Ahli ?
“Yang berhak menentukan
siapa pemilik tanah itu adalah PN. Tergantung ikrar pemilik bekas tanah untuk
apa. Untuk kepentingan desa atau lainnya,” sahut Ahli lagi.
Sehabis sidang, PH Dimas
Yemabura Alfarauq SH mengatakan, kembali
pada Permendagri No.1Tahun 2016 , pasal 3 yang menyebutkan, bahwasanya
pengelolaan hasil desa itu tetapkan berdasarkan azas-azas yang sudah jelas.
Azas kepastian hukum.
“Jadi pada saat kita tidak
bisa menunjukkan kepastian hukum atas status kepemilikan atas tanah ini dan
pencatatan tanah ini, saya sebagai Kuasa Hukum merasa di sini belum ada
kerugian negara yang timbul. Karena masih ada permasalahan tentang kejelasan
kepastian hukum tentang status tanah ini. Pada kenyataannya, tidak ada (sampai
saat ini-red),” cetusnya.
Tadi majelis hakim menanyakan apa dasarnya tanah ini tetap, lanjut DimasI Yemabura SH, apa dasarnya tanah ini tetap menjadi gogol gilir.
“ Ini harus dipecahkan dulu. Sehingga kita mengatakan ada kerugian negara di sini. Jangan sampai sengketa yang belum selesai , kepastian hukum terhadap tanah ini belum ada, kita sudah menyangkakan atau mendakwakan bahwa ini adalah tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi itu harus jelas, terjadi nilai kerugian negara harus terukur,” ungkap Dimas SH.
Di sini Ali Nasikin berdasarkan data, dokumen tertulis di desa, memang tidak tercatat sebagai inventaris desa. Sehingga transaksi jual-beli yang dilakukan dua belah pihak ini ,harus dilihat, apakah sah atau tidak.
"Apakah ada yang dirugikan atau tidak, dokumen kepastian hukumnya belum ada. Otomatis dari sana, kita harus memastikan dulu. Karena ini memang bukan inventaris yang tercatat di desa. Kita lihat perkembangan sidang selanjutnya. Yang jelas, kami akan kawal proses hukum ini sampai selesai,” tukasnya. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar