728x90 AdSpace

  • Latest News

    Selasa, 21 Oktober 2025

    Ahli Pidana Sebut Suharyono Tidak Bisa Dimintai Pertanggungjawaban Pidana.

     


    SIDOARJO (mediasurabayarek.net) –  Ahli pidana DR. Zulkarnaen SH MH dari Universitas Widya Gama, dihadirkan oleh Penasehat Hukum (PH) Suharyono, yakni DR. Supriarno SH. MH dalam sidang lanjutan Suharyono, Andi Winata, Tukilan dan Hadi Kamisworo, yang tersandung dugaan perkara  korupsi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) senilai Rp 1,4 miliar tahun 2022 di Kota Blitar.

    Ahli Pidana ini memberikan keterangan dan pendapatnya di depan Hakim Ketua Ni Putu Sri Indayani SH MH dan Jaksa Penuntut Umum (JPU)  Agung Pambudi SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Blitar di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Senin (20/10/2025).

    Pertanyaan pertama dilontarkan oleh PH DR. Supriarno SH. MH kepada Ahli, jika ada judicial gechill  ada persinggungan hukum privat dan hukum pidana. Menurut Ahli, mana yang harus didahulukan ?

    “Perkara perdata bersinggungan dengan hukum pidana, maka harus mendahulukan perkara perdata. Sedangkan perkara pidana belakangan,” jawab Ahli.

    Dijelaskan Ahli, jika ada hubungan kontraktual dan administrasi, belum terverifikasi keperdataan, tiba-tiba ditarik ke pidana.  Maka, seharusnya digunakan hukum administrasi. Kalaupun ada kerugian negara harus dibuktikan, sebagaimana dalam pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU TIPIKOR). Harus mendasarkan pada hasil temuan BPK mengenai adanya kerugian negara.

    Kembali oleh PH DR. Supriarno SH. MH bertanya pada Ahli, siapa yang berhak menyatakan justifikasi tentang kerugian negara ?

    “Yang berhak menjustifikasi kerugian negara adalah BPK. Negara terpaksa membelanjakan uang negara, yang tidak seharusnya keluar. Tetapi harus ada mens-reanya (niat jahat), menguntungkan diri sendiri atau korporasi,” jawab ahli.

    Menurut Ahli, jika pemberi hibah melalui Kadis kepada penerima hibah (KSM/Kelompok Swadaya Masyarakat), jika ada kesalahan maka Kadis tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana.

    Dan begitu pula dengan SK yang dikeluarkan Kadis itu tidak ada pembatalan, namun pejabat dianggap salah. Bahkan pengadilan tidak membatalkan SK tersebut. Maka pembuat SK tidak bisa  dimintai pertanggungjawaban pidana.

    “Jika SK disalahkan dan gaji dianggap salah. Maka wilayah hukumnya adalah hukum tata negara dan tidak bisa dipaksakan masuk ranah pidana. Seharusnya didahulukan perdata,” ucap Ahli.


                                 

    Lagi-lagi, PH DR. Supriarno SH. MH bertanya pada Ahli, jika hasil temuan BPK menyatakan tidak ada kerugian negara dan memberikan rekomendasi untuk melakukan perbaikan BAST. Dan kepala daerah melakukan rekomendasi sesuai anjuran BPK. Apakah masuk etikad baik ?

    “Ada rekomendasi dan perintahkan OPD sebagai bentuk etikad baik. Ada kelemahan yang diperbaiki sudah tidak ada catatan penyimpangan lagi. Akan tetapi, dianggap tidak sesuai juklak dan ada kesalahan administrasi, karena pelaksana tidak beres. Namun, proyek jalan 100 %. Maka kesalahan administrasi itu tidak bisa dipaksakan pidana. Harus ada mens-rea nya,” kata ahli.

    Selepas  sidang, PH DR. Supriarno SH. MH mengatakan, faktual dan alat bukti surat adalah kontraktual, yang artinya perdata.

    “Nah kita tadi tanya pada Ahli soal perdata dipaksakan menjadi pidana. Menurut Ahli, keperdataan harus lebih dulu diselesaikan, tidak langsung pidana,” cetusnya.

    Ternyata terungkap di persidangan, pemerintah daerah maupun pemerintah pusat adalah  bagian dari policy (kebijakan), sedang yang menerima hibah yang melaksanakan (eksekutor). Jika ada kesalahan, tidak bisa ditimpakan bebannya kepada pemberi hibah—pemerintah daerah yang  diberi tugas untuk menyalurkan dana hibah itu.

    Bahwa ada rekomendasi dari BPK yang menyatakan tidak ada kerugian negara. Dalam laporan BPK hanya rekomendasi, verifikasi, penyempurnaan dan seterusnya. Walikota sudah melaksanakan rekomendasi itu, dengan cara memerintahkan Kadis dan sudah melaksanakan isi rekomendasi BPK tersebut.

    “Kadis tidak bisa dinyatakan bersalah, justru in merupakan etikad baik. Kadis tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana ,” ungkapnya. (ded)


    • Blogger
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Ahli Pidana Sebut Suharyono Tidak Bisa Dimintai Pertanggungjawaban Pidana. Rating: 5 Reviewed By: Media Surabaya Rek
    Ke Atas