SIDOARJO (mediasurabayarek.net ) - Sidang perdana Rubingatin (Kepala Bagian/Kabag Operasional), yang tersandung dugaan perkara tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan operasional perbankan di PD BPR Artha Praja Kota Blitar, dengan agenda pembacaan dakwaan.
Dalam surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Agung Wibowo SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Blitar menyebutkan, bahwa Rubingatin selaku Kabag Operasional PD BPR Artha Praja Kota Blitar berdasarkan Surat Keputusan Direksi PD BPR Artha Praja Kota Blitar, tentang penempatan pegawai tetap PD BPR Artha Praja Kota Blitar.
Baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan Drs. Elya Dwi Atmoko MM, selaku Direktur Utama (Dirut) PD BPR Artha Praja Kota Blitar dan Evi Sulistia Watiningsih (terpidana dalam berkas perkara terpisah), selaku teller pada PD BPR Artha Praja Kota Blitar, pada rentang waktu tahun 2018 sampai 2019.
"Evi Sulistia Watiningsih selaku teller belum memiliki user. Sehingga user yang digunakan adalah user teller , sebelumnya yaitu Sdri Savira Andio Marmera yang saat ini telah menjabat sebagai petugas bagian tabungan deposito dan user lama dimungkinkan juga dapat menggunakannya," ujar Jaksa Agung SH di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Senin (13/10/2025).
Menurut Jaksa, masih terdapat kelemahan pengendalian internal dalam penggunaan sistem teknologi informasi (TI) yang tercermin dari tata Kelola hak akses pada aplikasi Core Banking System (CBS) yang kurang memperhatikan kesesuaian dengan Job description masing masing bagian.
Meskipun PD BPR Artha Praja
Kota Blitar telah memiliki pedoman
kebijakan standar penyelenggaraan
teknologi informasi. Salah satunya mengatur
mengenai adanya mekanisme otorisasi dalam penarikan tabungan dengan nominal tertentu,
Namun demikian, dalam
pelaksanaanya teller dapat melakukan
transaksi penarikan tabungan dalam jumlah besar, tanpa melalui mekanisme otorisasi.
Selain itu, belum mewajibkan /mengharuskan user pada aplikasi CBS atau Mars System untuk mengganti password secara berkala, sehingga passwordnya tetap dan mudah untuk diingat.
Akibat lemahnya pengawasan monitoring dan evaluasi terhadap CBS atau Mars System dengan laporan tutup buku harian. Sehingga memunculkan adanya peluang perbedaan pencatatan transaksi tabungan antara buku tabungan dan CBS.
Atas kelemahan-kelemahan tersebut, Rubingatin selaku Kabag Operasonal dan Elya Dwi Atmoko MM , selaku Dirut, yang telah mengetahuinya tidak berupaya menerapkan prinsip kehati-hatian
perbankan dengan cara kembali
mempedomani ketentuan /SOP terkait perbankan.
Evi Sulistia Watiningsih ,selaku teller pada PD BPR Artha PrajaK ota Blitar yang mengetahui kelemahan tata Kelola dalam kegiatan usaha perbankan pada PD BPR Artha Praja.
Perhitungan kerugian keuangan negara pada BPR Artha
Praja Kota Blitar, telah dilakukan
perhitungan,. Jumlah ketekoran uang kas harian RP 245,001 juta,
Jumlah uang Tabungan milik 14 nasabah
yang ditarik oleh Evi Sulistia Watiningsih Rp 757,12 juta dan uang setoran
milik 1 nasabah yang diambil Evi Sulistia
Rp 30 juta. Hal ini mengakibatkan
kerugian keuangan negara/daerah
Kota Blitar pada PD BPRArtha Praja kota
Blitar sebesar Rp 1,033 miliar.
Atas perbuatan
Rubingatin ini sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 3 Jo pasal 18 UU RI No, 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas UU
RI. No 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.
Adanya persangkaan pada diri Rubingatin turut serta atau membantu tindak pidana korupsi Terpidana Evi Sulistia Watiningsih terkait dengan merubah setting otorisasi operasional perbankan.
Namun hingga pemeriksaan
terakhir terhadap Rubingatin Rabu, 26 Februari 2025, penyidik tidak pernah
menunjukkan hasil digital forensik yang menjelaskan adanya perubahan setting
otorisasi melalui system computer.
Bahkan tidak ada penyitaan
barang bukti alat-alat operasional perbankan (computer yang tersetting). Karena
memang sejak diterbitkan Surat Edaran Direksi PD BPR Artha Praja Kota Blitar
No.580/006.VI.22.a3.BPR.III/410/2/2017 tentang Batasan kewenangan transaksi tunai
dan pencairan kredit. Otorisasi tidak pernah dirubah.
“Kami selaku Penasehat
Hukum (PH) sudah mengajukan permohonan digital forensic pada 5 September 2024 lalu
bahwa diskresi (demi kepentingan umum) tidak bisa dipidana,” ujar
Dalam konteks perbuatan Rubingatin yang tetap menjalankan operasional perbankan di tengah carut-marutnya system perbankan aalah bagian dari diskresi dengan etikad baik dan demi kepentingan umum, serta sudah berulangkali meminta perbaikan.
Terlebih lagi,
Rubingatin hanya melaksanakan perintah jabatan. Dalam hal ini perintah dari Direktur
yang memberikan persetujuan otorisasi manual dan tidak ada perintah
menghentikan operasional. Direktur-lah yang paling bertanggungjawab dalam
operasional perbankan.
Bahwa juga terdapat pihak lain yang relevan dimintai pertanggungjawab. “Rubingatin tidaklah patut untuk dimintai pertanggungjawban pidana. Pihak lain yang dimaksud antar alain, Hendy Purnomo bertugas di bagian IT tanpa surat keputusan dari Direktur (hanya berdasarkan penunjukan lisan).
Selain itu, Elya Dwi Admoko MM Direktur yang tentu merupakan pihak yang paling bertanggungjawab dalam operasional PD BPR Artha Praja Kota Blitar.
"Kedua nama tersebut (Hendy Purnomo dan Elya Dwi Admoko) layak dimintai pertanggungajawaban pidana dengan pasal 55 KUHP," ucap Ir. Joko Trisno SH dan Hendi Priono SH MH..
‘Tiada pidana tanpa
keselahan. Dalam konteks ini otorisasi manual yang dilakukan oleh Rubingatin
tidak serta merta menimbulkan kerugian negara. Faktanya da;a persidangan
timbulkan kerugian negara dihubungkan dengan BB P-24 s/d P-31, karena para
perbuatan Evi Sulistia Watiningsih sendirian yang melakukan pengelapa dan
manipulas slip setoran maupun penarikan.
Sehingga kalaupun
otorisasi yang dilakukan oleh Rubingatin dianggap sebuah kesalahan. Hal ini
hanya sebatas mal- administrasi dan bukan perbuatan melanggar hukum.
Hingga pemeriksaan
terakhir tidak tergambar adanya mens-rea (niat jahat) karena memang Rubingatin
tidak menikmati keuntungan dan tidak ada bukti persekongkolan untuk memperkaya
pihak lain.
Sehabis sidang, Tim Penasehat Hukum (PH) Ir. Joko Trisno SH dan Hendi Priono SH MH menyatakan, sebenarnya sidang hari pengembangan dari tersangka utama terdahulu, Evi Sulistia , teller.
Sementara Rubingatin (Kabag Operasional), yang tersandung di PD BPR Artha Praja Kota Blitar.
"Sebenarnya menurut kami, klien kami itu tidak terlibat dalam tindak pidana korupsi ini. Karena sebenarnya, semuanya murni dari kesalahan terdakwa terdahulu, Evi Sulitia. Dengan melakukan pengambilan dengan manipulasi -manipulasi data," cetusnya.
Kalaupun ada prosedur-prosedur yang dilanggar dan dituduhkan pada klien kami, Rubingatin, itu sebenarnya ranahnya mal-administrasi. Bukan perbuatan melanggar hukum. Karena tidak ada mens-rea.
"Dan klien kami tidak menerima sepeserpun dari kerugian negara yang diakibatkan oleh Evi. Pertarungan di sini, adalah apakah kesalahan prosedur yang dilakukan klien kami, itu mal-administratif atau perbuatan melanggar hukum. Itu akan kita buktikan bahwa klien kami tidak ada mens-rea. Bahkan cenderung ke mal-administratif," katanya.
Dan pada sidang berikutnya, Senin, 20 Oktober 2025 langsung pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan Penuntut Umum. Tidak mengajukan eksepsi, biar sidang berlangsung cepat dan langsung pada pembuktian. (ded)

0 komentar:
Posting Komentar