728x90 AdSpace

  • Latest News

    Senin, 13 Oktober 2025

    Tidak Ajukan Eksepsi, Sidang Rubingatin Langsung Pembuktian Pokok Perkara

     



    SIDOARJO (mediasurabayarek.net ) -  Sidang perdana Rubingatin (Kepala Bagian/Kabag Operasional), yang tersandung dugaan perkara tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan operasional perbankan di PD BPR Artha Praja Kota Blitar, dengan agenda pembacaan dakwaan.

    Dalam surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Agung Wibowo SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Blitar menyebutkan, bahwa Rubingatin  selaku Kabag Operasional  PD BPR Artha Praja Kota Blitar  berdasarkan Surat Keputusan Direksi PD BPR Artha Praja  Kota Blitar, tentang  penempatan pegawai tetap PD BPR Artha Praja Kota Blitar.

    Baik secara  sendiri-sendiri atau  bersama-sama dengan Drs. Elya Dwi Atmoko MM, selaku Direktur Utama (Dirut) PD BPR Artha Praja Kota Blitar dan Evi Sulistia Watiningsih (terpidana dalam berkas perkara terpisah), selaku teller pada PD BPR Artha Praja Kota Blitar, pada rentang waktu tahun 2018 sampai 2019.

    "Evi Sulistia Watiningsih selaku teller  belum memiliki  user. Sehingga user yang digunakan  adalah user teller , sebelumnya yaitu Sdri Savira Andio Marmera  yang saat ini telah menjabat  sebagai petugas bagian tabungan deposito dan user lama dimungkinkan  juga dapat menggunakannya," ujar Jaksa  Agung SH di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Senin (13/10/2025).

    Menurut Jaksa, masih terdapat kelemahan  pengendalian internal  dalam penggunaan sistem  teknologi informasi (TI)  yang tercermin dari tata Kelola hak  akses pada aplikasi  Core Banking System (CBS) yang kurang  memperhatikan kesesuaian  dengan Job description masing masing bagian.

    Meskipun PD BPR Artha Praja Kota Blitar telah  memiliki pedoman kebijakan standar  penyelenggaraan teknologi informasi. Salah satunya mengatur mengenai adanya  mekanisme otorisasi  dalam penarikan  tabungan dengan nominal tertentu,

    Namun demikian, dalam pelaksanaanya teller  dapat melakukan transaksi  penarikan tabungan dalam  jumlah besar, tanpa melalui  mekanisme otorisasi.

    Selain itu, belum mewajibkan /mengharuskan  user pada aplikasi CBS  atau Mars System untuk  mengganti password secara  berkala, sehingga  passwordnya tetap dan mudah  untuk diingat.

    Akibat lemahnya pengawasan monitoring  dan evaluasi  terhadap CBS   atau Mars System dengan laporan tutup buku harian. Sehingga memunculkan adanya peluang perbedaan  pencatatan transaksi tabungan antara buku tabungan  dan CBS. 

    Atas kelemahan-kelemahan  tersebut, Rubingatin  selaku Kabag Operasonal dan  Elya Dwi Atmoko MM , selaku  Dirut, yang telah mengetahuinya  tidak berupaya menerapkan prinsip  kehati-hatian  perbankan dengan cara  kembali mempedomani ketentuan /SOP terkait perbankan.

    Evi  Sulistia Watiningsih ,selaku teller  pada PD BPR Artha PrajaK ota Blitar  yang mengetahui kelemahan tata Kelola dalam kegiatan usaha perbankan pada  PD BPR Artha Praja. 

    Perhitungan  kerugian keuangan negara pada BPR Artha Praja  Kota Blitar, telah dilakukan perhitungan,. Jumlah ketekoran uang kas harian RP  245,001 juta,  Jumlah uang Tabungan  milik 14 nasabah yang ditarik oleh Evi Sulistia Watiningsih Rp 757,12 juta dan uang setoran milik 1 nasabah yang diambil Evi Sulistia  Rp 30 juta. Hal ini mengakibatkan  kerugian keuangan  negara/daerah Kota Blitar pada PD BPRArtha Praja  kota Blitar sebesar Rp 1,033 miliar.

    Atas perbuatan Rubingatin ini sebagaimana diatur dan diancam pidana  pasal 3 Jo pasal 18 UU RI No, 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah  dan  ditambah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang  Perubahan  atas UU  RI. No 31 Tahun 199  tentang Pemberantasan Tindak Pidana  Korupsi  Jo pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.

    Adanya persangkaan pada diri Rubingatin turut serta atau membantu tindak pidana korupsi Terpidana Evi Sulistia Watiningsih terkait dengan merubah setting otorisasi operasional perbankan.

    Namun hingga pemeriksaan terakhir terhadap Rubingatin Rabu, 26 Februari 2025, penyidik tidak pernah menunjukkan hasil digital forensik yang menjelaskan adanya perubahan setting otorisasi melalui system computer.

    Bahkan tidak ada penyitaan barang bukti alat-alat operasional perbankan (computer yang tersetting). Karena memang sejak diterbitkan Surat Edaran Direksi PD BPR Artha Praja Kota Blitar No.580/006.VI.22.a3.BPR.III/410/2/2017 tentang Batasan kewenangan transaksi tunai dan pencairan kredit. Otorisasi tidak pernah dirubah.

    “Kami selaku Penasehat Hukum (PH) sudah mengajukan permohonan digital forensic pada 5 September 2024 lalu bahwa diskresi (demi kepentingan umum) tidak bisa dipidana,” ujar  Tim Penasehat Hukum (PH) Rubingatin, yakni Ir. Joko Trisno SH didampingi Hendi Priono SH MH.

    Dalam konteks perbuatan Rubingatin yang tetap menjalankan operasional perbankan di tengah carut-marutnya system perbankan aalah bagian dari diskresi dengan etikad baik dan demi kepentingan umum, serta sudah berulangkali meminta perbaikan.

    Terlebih lagi, Rubingatin hanya melaksanakan perintah jabatan. Dalam hal ini perintah dari Direktur yang memberikan persetujuan otorisasi manual dan tidak ada perintah menghentikan operasional. Direktur-lah yang paling bertanggungjawab dalam operasional perbankan.

    Bahwa juga terdapat pihak lain yang relevan dimintai pertanggungjawab. “Rubingatin tidaklah patut untuk dimintai pertanggungjawban pidana. Pihak lain yang dimaksud antar alain, Hendy Purnomo bertugas di bagian IT tanpa surat keputusan dari Direktur (hanya berdasarkan  penunjukan lisan). 

    Selain itu, Elya Dwi Admoko MM Direktur yang tentu merupakan pihak yang paling bertanggungjawab dalam operasional PD BPR Artha Praja Kota Blitar.

    "Kedua nama tersebut (Hendy Purnomo dan Elya Dwi Admoko) layak dimintai pertanggungajawaban pidana dengan pasal 55 KUHP," ucap Ir. Joko Trisno SH dan  Hendi Priono SH MH..

    ‘Tiada pidana tanpa keselahan. Dalam konteks ini otorisasi manual yang dilakukan oleh Rubingatin tidak serta merta menimbulkan kerugian negara. Faktanya da;a persidangan timbulkan kerugian negara dihubungkan dengan BB P-24 s/d P-31, karena para perbuatan Evi Sulistia Watiningsih sendirian yang melakukan pengelapa dan manipulas slip setoran maupun penarikan.

    Sehingga kalaupun otorisasi yang dilakukan oleh Rubingatin dianggap sebuah kesalahan. Hal ini hanya sebatas mal- administrasi dan bukan perbuatan melanggar hukum.

    Hingga pemeriksaan terakhir tidak tergambar adanya mens-rea (niat jahat) karena memang Rubingatin tidak menikmati keuntungan dan tidak ada bukti persekongkolan untuk memperkaya pihak lain.

    Sehabis sidang, Tim Penasehat Hukum (PH) Ir. Joko Trisno SH dan  Hendi Priono SH MH menyatakan, sebenarnya sidang hari pengembangan dari tersangka utama terdahulu, Evi Sulistia , teller.  

    Sementara Rubingatin (Kabag Operasional), yang tersandung di PD BPR Artha Praja Kota Blitar.

    "Sebenarnya menurut kami, klien kami itu tidak terlibat dalam tindak pidana korupsi ini. Karena sebenarnya, semuanya murni dari kesalahan terdakwa terdahulu, Evi Sulitia. Dengan melakukan pengambilan dengan manipulasi -manipulasi data," cetusnya.

    Kalaupun ada prosedur-prosedur yang dilanggar dan dituduhkan pada klien kami, Rubingatin, itu sebenarnya ranahnya mal-administrasi. Bukan perbuatan melanggar hukum. Karena tidak ada mens-rea. 

    "Dan klien kami tidak menerima sepeserpun dari  kerugian negara yang diakibatkan oleh Evi. Pertarungan di sini, adalah apakah kesalahan prosedur yang dilakukan klien kami, itu mal-administratif atau perbuatan melanggar hukum. Itu akan kita buktikan bahwa klien kami tidak ada mens-rea. Bahkan cenderung ke mal-administratif," katanya.

    Dan pada sidang berikutnya, Senin, 20 Oktober 2025 langsung pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan Penuntut Umum. Tidak mengajukan eksepsi, biar sidang berlangsung cepat dan langsung pada pembuktian. (ded) 


     

     


    • Blogger
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Tidak Ajukan Eksepsi, Sidang Rubingatin Langsung Pembuktian Pokok Perkara Rating: 5 Reviewed By: Media Surabaya Rek
    Ke Atas