SIDOARJO (mediasurabayarek.com) - Agenda sidang pemeriksaan enam (6) saksi masih mewarnai sidang lanjutan tiga terdakwa, yakni Kepala Dinas PU BMSDA Sunarti Setyaningsih, Kabid Bina Marga Dinas PU BMSDA Judi Tetrahastoto dan Kabag ULP Sanadjihitu Sangadji-- tersandung dugaan suap pembangunan proyek di Sidoarjo-- digelar di ruang Candra Pengadilan Tipikor, Juanda, Sidoarjo,Senin (10/8/2020).
Keenam saksi fakta yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK adalah tiga saksi mahkota, yakni Ibnu Gofur (Direktur PT Rudi Jaya Konstruksi) , Totok Sumedi, Saiful Illah.
Sedangkan tiga saksi lainnya, yaitu Arif Sulistiyono, Wahyu (Direktur PT Kharisma) dan Rahmawati (istri Ibnu Gofur) yang memberikan keterangan dan diperiksa di persidangan.
Dalam keterangannya, Ibnu Gofur menyatakan, bahwa perusahaannya yakni PT Rudi Jaya itu mengerjakan proyek Pasar Porong , PT Kharisma menggarap proyek jalan Candi-Prasung dan CV Diajeng melakukan pengerjaan proyek Tali Pucang pada tahun 2019.
"Saya mengikuti lelang proyek Candi-Prasung, namun Dirut PT Kharisma adalah orang lain (Wahyu-red). Akan tetapi, perusahaan itu adalah milik saya. Proses lelang, mulai dari memasukkan penawaran, diundang verifikasi dan pengumuman lelang," ucapnya.
Namun demikian, dalam prosesnya ternyata ada sanggahan dari Gaga (PT Gentayu). Menghadapi sanggahan ini, Gofur dianjurkan teman-temannya untuk menghubungi Bupati dan Judi.
Akhirnya, Gofur minta tolong Bupati agar Sunarti dan Sangaji cepat menanggapi sanggahan itu. Namun begitu, bukan bertujuan untuk menolak sanggahan.
Gara-gara ada rangkap jabatan, sanggahan yang diajukan PT Gentayu digugurkan oleh Pokja. Ini sudah prosedural dan sesuai peraturan yang berlaku.
Nah, ketika ada kabar bahwa lelang akan dievaluasi dan rencana dilakukan retender (tender ulang-red). Hal ini menyebabkan Gofur ada kekhawatiran dan tidak bakalan jadi pemenang lelang proyek.
"Lantas, ada pertemuan di Bon Cafe yang membicarakan adanya sanggahan lelang. Gofur menginginkan sanggahan cepat diproses. Kala itu, ada Judi, Totok dan Gaga," ujarnya.
Menurut Gofur, judi bilang agar dikoordinasikan dengan Gaga. Lalu, keduanya bertemu dan Gaga minta kompensasi dan a tidak melakukan sanggah banding. Disepakati, Gaga mendapatkan 30 persen dan Gofur 70 persen dari proyek yang dikerjakan.
Namun pengerjakan proyek itu, pada akhirnya dikerjakan oleh Gofur dan Gaga akan diberikan 5 persen.
"Antara saya dan Gaga sudah clear dan ada kesepakatan. Sampai proyek selesai, yang 5 persen belum dikasihkan ke Gaga, karena keburu ditangkap KPK," katanya.
Menurut Gofur, pihaknya memberikan uang kepada Judi sebesar Rp 200 juta dan Rp 20 juta untuk LSM dan wartawan. Untuk Sangaji Rp 300 juta dan Rp 200 juta dan Sunarti diberikan Rp 225 juta (patungan dengan Totok Sumedi), serta memberikan Pokja Rp 190 juta lewat Totok dan diteruskan pada Yugo.
Gofur juga memberikan uang untuk Saiful Illah sebesar Rp 350 juta yang dititipkan Budiman (protokol Bupati) dan telah meninggal dunia. Dan memberikan Yanuar PPK sebesar Rp 150 juta di Resto Cianjur.
"Pemberian itu, saya lakukan untuk ucapan terima kasih, karena beberapa proyek yang saya dikerjakan," cetus Gofur.
Giliran Penasehat Hukum (PH) ketiga terdakwa, Heber Sihombing SH bertanya pada Gofur, apakah ikut tender dan dijanjikan menang dengan mengasih sesuatu ?
"Nggak. Saya tidak pernah menjanjikan sesuatu pada Sunarti, Sangaji dan Judi ," tutur Gofur.
Kembali Heber Sihombing SH bertanya pada Gofur mengenai kenapa sanggahan Gaga (PT Gentayu) ditolak. Gofur menjawab, karena personil merangkap dan hal itu tidak diperbolehkan sesuai peraturan yang ada.
"Saya tidak pernah memerintahkan Dedi untuk menghubungi Sangaji, terkait sanggahan. Sebab, yang menggugurkan sanggahan adalan Pokja, bukan Sangaji," ungkap Gofur.
Gofur tidak ingat akan permintaan Sangaji sebesar Rp 100 juta untuk bantuan gempa bumi Ambon. Namun, Gofur memberikan uang sebesar Rp 300 juta, yang dititipkan pada Totok. Kata Totok uang Rp 200 juta sudah diserahkan kepada Bupati.
Sedangkan, uang lainnya sebesar Rp 200 juta dikasihkan Sangaji untuk kepentingan Pokja.
Namun demikian, Gofur mengakui, bahwa dia memberikan uang itu sebagai ucapan terima kasih karena mendapatkan proyek di Sidoarjo. "Sebelum tender, Judi tidak pernah menjanjikan akan dimenangkan proyek dan tidak janji diberikan sesuatu," tukasnya.
Gofur juga menegaskan,bahwa Sunarti tidak pernah meminta uang kepada dirinya. "Semula, ketika saya kasih uang pada Sunarti menolak. Tetapi, saya memaksa dan diterima," tuturnya.
Dijelaskan Gofur, Sunarti sempat menyatakan tidak usah beginian, yang penting proyek lancar. "Sunarti sempat menolak pemberian saya, dan mengatakan nggak usah gini ginian. Yang penting proyek beres," tandasnya.
Mengenai uang dalam tas yang diberikan pada Sunarti, tidak tahu berapa jumlahnya. Lagian, Sunarti berniat kembalian uang itu kepada Gofur, namun keburu kena OTT KPK.
Sementara itu, saksi Totok Sumedi mengatakan, hubungan antara Gofur dan Bupati itu terbilang cukup dekat. Totok menyarankan Gofur untuk menemui Bupati.
Totok juga mengakui, dirinya dititipi uang Rp 190 juta dari Gofur untuk Pokjadan dititipkan pada Yugo.
Maksud pemberian itu sebagai bentuk silaturahmi dan terima kasih , karena mendapatkan proyek dengan penunjukan langsung. "Pak Judi tidak menjanjikan sesuatu dan memberikan itu sebagai rasa terima kasih. Sebelumnya, tidak pernah mengasih Judi," katanya.
Sedangkan, saksi Rahmawati, Arif Sulistiyono, dan Wahyu (Direktur PT Kharisma) tidak ada relevansinya dengan perkara ini.
Rahmawati menyatakan, semua urusan dihandel oleh Gofur, suaminya. "Saya nggak tahu proses lelang maupun pengerjaannya. Pak Gofur nggak pernah cerita soal pekerjaan," tandasnya.
Hal senada diungkapkan oleh Wahyu (Dirut PT Kharisma), menyebutkan, bahwa yang teken semua kontrak adalah dirinya untuk proyek Candi-Prasung. Namun, soal sanggahan dan pengerjaan proyek, dia tidak tahu sama-sekali. Karena dipindah ke bagian lain.
Baik Wahyu maupun Arif Sulitiyono menegaskan, bahwa mereka tidak pernah menyerahkan uang kepada Judi maupun Sunarti. "Nggak pernah janjikan sesuatu pada Sunarti dan Judi. Setahu saya, mereka tidak pernah minta," katanya.
Setelah pemeriksaan saksi saksi dirasakan cukup, Hakim Ketua Cokorda Gede Arthana menegaskan, bahwa sidang akan dilanjutkan Senin (24/8/2020) dengan agenda pemeriksaan Saiful Ilah dan dua saksi ade-charge (meringankan).
"Baiklah, sidang ditutup dan akan dilanjutkan pada dua minggu lagi," tandasnya seraya mengetukkan palunya sebagai pertanda sidang berakhir.
Sehabis sidang, PH Heber Sihombing SH menegaskan, pemeriksaan Bupati tidak jadi dilakukan pada hari ini, karena semua capek semua dan paham hal itu.
"Akan tetapi, kesaksian Gofur dan Totok yang paling penting. Mereka berdua, yang mengundang dan awalnya Sunarti menolak. Ini terbukti tidak ada permintaan dari Sunarti. Tidak ada peran aktif dari Sunarti untuk minta uang," tegasnya.
Pemberian itu, inisiatif dari Gofur dan Totok sendiri. Padahal, Sunarti ingin mengembalikan uang itu. Cuma karena Gofur tidak ada , tidak jadi dilakukan dan keburu kena OTT KPK.
Perihal sanggahan itu memang ada, namun ditolak (digugurkan-red) karena ada persyaratan teknis tidak bisa dipienuhi Gaga, karena ada karyawan yang merangkap. Bukan karena ada deal maupun pemberian.
"Keterangan Gofur dan Totok, yang mengarah pada Bupati pasti ada. Untuk penerimaan uang sudah klien akui, apakah Judi, Sangaji dan Sunarti terlihat aktif untuk minta uang dan dimenangkan. Ternyata, tidak demikian. Murni pemberian itu inisiatif dari Gofur dan Totok sendiri," tutur PH Heber Sihombing SH.
Menururnya, ketiga terdakwa itu seharusnya dituntut pasal 11 UU Tipikor. Sebab, Gofur dan Totok memberikan Judi, Sangaji dan Sunarti karena mereka adalah pejabat. Bukan karena mereka melakukan sesuatu.
"Itu beda, kamu kasih saya sesuatu dan nanti akan bantu," kilahnya. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar