SURABAYA (mediasurabayarek.com) - Sidang lanjutan terdakwa Anwari, yang tersandung dugaan perkara ITE , dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) yang disampaikan oleh terdakwa Anwari sendiri dan Penasehat Hukum (PH), Dio Akbar Rachmadan Purba SH yang digelar di ruang Candra Pengadilan Negeri (PN) SUrabaya, Kamis (30/6/2022).
Majelis Hakim memberikan kesempatan melakukan pembelaan kepada Anwari Yusuf Bintoro atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sabethania SH dari Kejaksaan Tinggi Jawa-Timur, yang sebelumnya telah menuntut dengan tuntutan hukuman 1 Tahun 6 bulan dan denda sebesar Rp. 50 juta, subsidair 3 bulan kurungan.
Dalam pledoinya, Anwari mempertanyakan apakah seseorang ingin bertanya atau mengklarifikasi tentang sebuah kebenaran berita itu adalah seorang kriminal dan dapat dihukum ?
“Saya tidak pernah sedikit pun bermaksud untuk menghina atau mencemarkan nama baik seseorang, sebagaimana yang sudah saya utarakan pada sidang sebelumnya. Itu semua saya kembalikan lagi kepada Majelis Hakim yang arif dan bijaksana,” ucapnya.
Dia akan menceritakan kepada anak - cucunya bahwa pernah diputus bersalah hanya karena bertanya.
“(Bila diputuskan bersalah-red) Keputusan bersalah karena bertanya ini akan menjadi sejarah dalam hukum di Indonesia,” ujarnya.
Anwari menyesalkan atas tuntutan jaksa yang di luar nalar dan logika, apabila suatu pertanyaan dimaknai sebagai suatu bentuk penyerangan terhadap kehormatan seseorang (pribadi korban-red).
Pada saat merayakan Hari Bhakti Adhyaksa yang ke 62 tahun, seorang jaksa bersumpah atau berjanji akan setia kepada dan mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia, serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, serta melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku di indonesia,
“Surat dakwaan dan tuntutan jaksa jelas-jelas di luar nalar,” kata Anwari.
Giliran Tim Penasehat Hukum (PH), Dio Akbar Rachmadan Purba SH membacakan pledoinya. Tim PH terdakwa Anwari meminta kepada majelis hakim agar kliennya divonis bebas. Permintaan itu disampaikan karena terdapat kesalahan mendasar dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"JPU tidak memahami konstruksi hukum dalam Pasal 45 ayat (3) Jo. Pasal 27 ayat (3) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE. Tuntutan diberikan Penuntut Umum dititikberatkan kepada perasaan korban. Tidak terlebih dahulu membaca keseluruhan ketentuan Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (3),” cetusnya.
Menurut PH Dio Purba SH , fokus pemidanaan Pasal 27 ayat (3) UU ITE bukan dititikberatkan kepada perasaan korban, melainkan pada perbuatan pelaku yang dilakukan secara sengaja (dolus) dengan maksud mendistribusikan mentransmisikan/membuat dapat diaksesnya infromasi yang muatannya menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui oleh umum (Pasal 310 KUHP).
Dijelaskannya, bahwa dalam penjelasan Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (3), dinyatakan ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur dalam KUHP, maka seharusnya dalam membuktikan unsur “penghinaan dan atau pencemaran nama baik” Dalam Pasal 27 ayat (3) tersebut penuntut umum merujuk pada unsur-unsur dalam KUHP.
“Merujuk pada Putusan MK Nomor 50/PUU-VI/2008 dan penjelasan Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (3) tersebut, maka pasal yang seharusnya dirujuk oleh penuntut umum adalah Pasal 310 KUHP tentang sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum,” imbuhnya.
Lagi pula , JPU menyusun tuntutannya pada 23 Juni 2022, pada masa ini telah berlaku SKB Pedoman Implementasi UU ITE, dalam diktum ketiga SKB Pedoman Implementasi UU ITE tersebut dijelaskan bahwa pedoman tersebut berlaku mulai 23 Juni 2021, dan dalam diktum kedua bahwa SKB ini dijadikan acuan bagi aparat penegak hukum salah satunya di lingkungan Kejaksaan Republik dalam menggunakan UU ITE. Untuk dipidana menggunakan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE, merujuk ke putusan MK No. 50/PUU-VI/2008.
"Mohon majelis hakim gar menjatuhkan putusan dan menyatakan terdakwa Anwari tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan pidana, sebagaimana dakwaan jaksa. Membebaskan terdakwa dari tunutan Jaksa. Memulihkan hak, kemampuan dan martabatnya," ungkap Dio Purba SH.
Setelah pembacaan pledoi dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Sutrisno SH Mhum bertanya pada JPU Sabethania SH, apakah akan menanggapi secara tertulis.
"Kami akan menanggapi secara lisan Yang Mulia. Kami tetap pada tuntutan semula," tegasnya.
PH Dio Purba SH juga menjawab, bahwa tetap pada pembelaan yang telah dibacakan pada persidangan, Kamis (30/6/2022).
"Baiklah, majelis hakim akan mengambil putusan padaKamis, 7 Juli 2022," tukasnya seraya mengetukkan palu sebagai pertanda sidang ditutup dan selesai. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar