SURABAYA (mediasurabayarek.com) - Ahli pertanahan, Prof Imam Koeswahyono dari Universitas Brawijaya dan Ahli pidana Dr Prija Jadmika SH MH, dihadirkan oleh Ketua Tim Penasehat Hukum (PH) terdakwa, yakni Dani Hariyanto SH dan Fahrul SH dalam sidang lanjutan terdakwa Christiana dan Woe Chandra Xennedy Wirya, yang tersandung dugaan perkara korupsi jalur lingkar utara (JLU) Kota Pasuruan.
Dalam keterangannya, Ahli Pertanahan Prof Imam Koeswahyono menyatakan, penerima ganti-rugi tanah untuk kepentingan umum, harus diterima oleh orang yang berhak atau pemilik yang memiliki hubungan hukum dengan tanah tersebut.
Pernyataan Ahli Pertanahan ini menjawab atas pertanyaan majelis hakim yang bertanya tentang jika tidak ada catatan akurat tentang bidang tanah yang menunjukkan kepastian hukum yang mendapatkan ganti rugi.
Namun,, pemegang Letter C mendapatkan ganti rugi, karena dinyatakan berhak menerima ganti rugi, setelah Satgas A dan B melakukn verifikasi.
"Jika ada kesalahan input data dalam validasi. Dan fakta hukumnya kedua bidang tanah dikuasai oleh satu orang dan tidak ada pihak ketiga yang keberatan. Bila P2 T (Pelaksana Pengadaan Tanah) mengeluarkan SK penerima ganti-rugi. Jika ada kesalahan, siapa yang disalahkan dan bertanggungjawab, apakah penerima ganti rugi, P2 T atau Satgas A dan B ?," tanya Hakim Ketua AA GD Agung Pranata SH CN. kepada Ahli keperdataan di ruang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya, Jum'at (16/12/2022).
Ahli Pertanahan menjawab, jika ada kesalahan administratif (input data), yang bertanggungjawab adalah P2T, bukan penerima ganti-rugi (Christiana).
"Jika ada kesalahan seperti itu, tidak bisa masuk (kategori) Korupsi. Tetapi hanya kesalahan administratif saja," ujarnya.
Sementara itu, Ahli pidana Dr Prija Jadmika SH MH mengatakan, bahwa perkara ini tidak ada kerugian negara. Sebab pemilik tanah itu satu orang.
"(Jadi) Tidak ada perbuatan pidananya. Tidak ada mensrea (niat jahat). Ini hanya kesalahan administratif," katanya.
Kembali majelis hakim bertanya pada Ahli Pertanahan, bila keputusan P2T tidak dicabut, apakah penerima ganti-rugi bisa dipersalahkan ?
"Tentu tidak bisa penerima ganti rugi dipersalahkan. Penerima ganti rugi harus betul-betul pemegang hak atas tanah,"jawab Ahli Pertanahan.
Dijelaskan Ahli, bila seseorang menguasai suatu lahan selama 20 tahun berturut-turut dan tidak pernah didaftarkan ke Pertanahan. Untuk mendapatkan ganti -rugi, bisa dengan surat pembayaran pajak (PBB) dan didukung bukti lainnya.
Berdasarkan pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) disebutkan, bahwa harus didukung bukti lain. Misalnya Letter C yang merupakan bukti awal bahwa yang bersangkutan mempunyai hubungan hukum dengan tanah dan bukti pembayaran pajak. Juga dilampiri alat bukti lain, termasuk saksi-saksi dan kwitansi jual beli, serta lainnya.
Ditindaklanjuti dengan verifikasi data, pengukuran tanah, membayar PPHTB dan lainnya.
Giliran Ketua Tim Penasehat Hukum (PH) kedua terdakwa, yakni Dani Hariyanto SH didampingi Fahrul SH bertanya pada Ahli Pertanahan, Prof Imam mengenai apakah dibenarkan proses jual-beli tanah yang terjadi pada tahun 1980-an dilakukan di bawah tangan, tanpa ada kwitansi. A membayar pada B untuk jual beli tanah, apakah dibenarkan ?
"(Dibenarkan) Asas saling percaya. Peralihan adat harus diketahui oleh orang per orang dan saling percaya. Tanah yang dikuasai sebagai bukti formal.Saling percaya dan memiliki etikad baik. Proses jual beli hukum adat terkena kepentingan umum, proses peralihan hak konkret, tunai, terang dan religiomagis," jawab Ahli.
Dalam pasal 5 UU No 5 Tahun 1960 , pemilik tanah ada hubungan hukum dengan tanah yang dikuatkan dengan bukti formal yang harus dikedepankan. Berhak mendapatkan ganti rugi.
Jika tidak diemukan bukti formal, berupa Petok. Maka ada bukti lain, berupa pengusahaan lahan selama 20 tahun berturut-turut, atau pembayaran pajak. Dalam perkara ini, Christiana punya bukti pembayaran pajak (PBB).
Mengenai siapa yang berhak dapat ganti rugi, pihak desa (kelurahan) punya kewenangan mencatat bidang tanah di wilayah desanya. Dicatat di Kerawangan desa,yang menentukan siapa pemilik tanah tersebut.
Perlu adanya sinkronisasi antara data di desa dan Kantor Pertanahan. Proses peralihan hak dan jual beli itu, harus dituangkan dalam akta otentik atau akta notaris. Jika ada kesalahan, dapat dilakukan perbaikan atau perubahan.
"(Perlunya) akurat data untuk tercapainya kepastian hukum. Tidak serta merta batal. Jika ada keraguan, perlu dilakukan verifikasi data di desa dan kantor pertanahan. Harus dibuktikan, apakah ada kesengajaan atau tidak. Jika penerima ganti rugi adalah orang yang salah, bisa dilakukan koreksi. Batas waktunya lima tahun. Jika ada kesalahan, melakukan gugatan keperdataan di Pengadilan. Nantinya, yang memutuskan adalah hakim," kata Ahli Keperdataan. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar