SURABAYA (mediasurabayarek.net) - Sidang lanjutan M Fardian Harbani (Kacab Bank BNI Cabang Jember), H. Saptadi, Ika Anjarsari Ningrum , dan Dekha Junis Andriantono, yang tersandung dugaan perkara penyaluran kredit fiktif BNI Jember senilai Rp 125 miliar, masih mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi fakta yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dinar HCH, Woleka SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jember.
Ada 8 (delapan) saksi yang diperiksa di persidangan yang terbuka untuk umum itu. Di antaranya, mereka adalah Candra (Koperasi Simpan Pinjam Mitra Usaha Mandiri Semboro /KSP MUMS), Heru Warsito (Asisten Manager Tanaman Rayon 5 PG Semboro), Rahmad (Manajer Keuangan Umum), Putra Yusman (bagian pemotongan PG Semboro) , dan Fajar (General Manajer/GM PG Semboro.
Dalam keterangannya, Heru Warsito menyatakan, salah satu yang menjadi tugasnya adalah memfasilitasi para petani tebu untuk mengajukan kredit ke bank. Untuk pengajuan kredit BWU dimintai RKU (Rencana Kegiatan Usaha).
"Kami merasa tidak pernah membuat RKU Cabang Jember. Yang bikin justru KSP sendiri. Hal ini diakui oleh Kokom (admin KSP MUMS) dan Umi (Dwi Novitasi/ (admin KSP MUMS) pada persidangan sebelumnya," ucapnya.
Sementara itu, Putra Yusman menerangkan, bahwa dari KSP memberikan nama-nama petani tebu yang berhutang. Dan meminta bantuan PG Semboro untuk dipotong untuk kredit bank.
"Nama-nama petani tebu tidak masuk PG Semboro. Untuk pemotongan BWU tidak pernah. Hanya untuk pemotongan KUR. Nama-nama yang disetor palsu, bukan petani tebu. Aturannya, saat pencairan BWU, melaporkan ke PG Semboro untuk melaukan pemotongan. Surat masuk dari tembusan BNI, hampir tidak ada nama yang masuk petani tebu alias fiktif," ujar saksi Putra Yusman.
Ditambahkan Fajar (GM PG Semboro), ada Perjanjian Kerja Sama (PKS) tripartid pada tahun 2019, yakni antara BNI, KSP MUMS dan PG Semboro. PG sebagai penjamin pasar (off taker) dan pemotongan dilakukan oleh PG.
Faktanya, dari BNI dan KSP saja. Seharusnya pemotongan dilakukan oleh PG, lalu diserahkan ke KSP MUMS, setelah itu diserahkan ke BNI.
"Yang setor ke BNI adalah KSP. Mestinya BNI dan KSP memberitahukan ke PG, mengenai petani tebu yang masuk kontrak giling PG. Namun, setelah ada perkara ini, baru dikasih tahu. Intinya, pemotongan oleh PG, diserahkan KSP. Lalu disetorkan ke BNI," cetus Fajar.
Kembali Fajar menegaskan, bahwa dokumen yang diserahkan ke BNI itu, bukan dokumen dari PG.
Sehabis sidang, Penasehat Hukum (PH) M Fardian Harbani (Kacab Bank BNI Cabang Jember), yakni Dodik W Widodo SH mengatakan, Kacab BNI itu berani menandatangani, ketika ada dokumen masuk dan diterima oleh Analis Kredit, Penyelia, bahkan Wakil Pimpinan Cabang di bidang bisnis dan pemasaran.
"Kacab harus mengoreksi semua dokumen-dokumen itu. Kebenaran data-data daripada debitur-debitur. Dari kebenaran data itulah, maka Kacab baru menyetujui pengajuan kredit tersebut. Dia (Kacab) tidak harus on the spot. Tetapi, on the spot yang melakukan Analis kredit dan berkas-berkasnya dinilai oleh Penyelia, apakah benar atau tidaknya," jelasnya.
Menurut Dodik W Widodo SH, tugas Kacab tidak sampai di situ, memang untuk pemutus kredit di atas Rp 1 miliar , ada di Kacab. Dia yang memutus kredit tersebut, karena sebagai pemutus Kacab yang menandatangani.
"Memang terhadap kejadian dan keterangan yang ada, seperti PG Semboro menyatakan, baru ada pemberitahuan. Padahal, ada PKS (Perjanjian Kerjasama) yang disepakati antara PG Semboro, KSP MUMS dan BNI. Tentunya PG Semboro membantu dong, karena ada PKS itu," tukasnya.
Buat apa dibikin PKS, kalau PG Semboro tidak tahu dan tidak memantau dan melakukan evaluasi dan sebagainya. Sedangkan yang dikirim oleh KSP, ternyata bukan kreditur BWU. Ternyata, salah semua. Ini yang kami sesalkan di situ.
"Ternyata kesalahan-kesalahan itu dilakukan oleh KSP sendiri dan juga debitur. Fardian tidak tahu menahu sebetulnya. Dengan data-data yang diberikan oleh anak buahnya, mulai Analis Kredit, Penyelia sampai Wakil Pimpinan Cabang, dianggap sudah benar. Meskipun harusnya mereka ikut bertanggungjawab pula," tandas Dodik W Widodo SH.
Seharusnya PG Semboro memahami ketika tidak ada debitur-debitur atau DO yang tidak terpotong, mestinya bertanya. Dan memberitahukan kepada Bank BNI juga. Untuk membantu sebagai sama-sama BUMN untuk mengamankan uang negara, supaya tidak ada kerugian keuangan negara.
"Mestinya beban kesalahan tidak dibebankan kepada Fardian saja. Tetapi, semuanya, Kemarin, majelis hakim juga menyatakan, bahwa Penyelia, Analis kredit yang memberikan data tidak benar, dan lainnya, untuk diproses oleh Kejaksaan. Saya tidak tahu, kenapa Jaksa tidak menyatakan Penyelia, Analis Kredit dan Wakil Pimpinan cabang sebagai tersangka. Kenapa hanya Fardian saja, karena dia yang menandatangani. Pemalsuan data/dokumen fiktif dilakukan oleh KSP. Mestinya, penyelia, analisa kredit dan Wakil Pimpinan cabang juga dijadikan tersangka," katanya.
Sidang dilanjutkan Jum'at, 9 Mei 2025 mendatang dengan agenda mendengarkan keterangan Ahli Kerugian negara. Apalagi ada Undang-Undang (UU) No.1 Tahun 2025,bahwa kerugian BUMN bukanlah kerugian negara. Penghitungan kerugian negaranya sudah benar atau tidak. Karena kerugian negara dikatakan Rp 100 miliar sekian. Tetapi dari masing-masing ada pengembalian. Akan kita tanyakan nantinya.
"Fardian tidak pernah terima uang satu rupiah pun. Dia mengatakan seperti itu. Saya sudah tanya itu. Kita lihat saja, fakta-fakta persidangan yang ada. Sampai hari ini tidak ada yang menunjukkan bahwa ada conflic of interest dari Fardian. Kalau tidak terbukti, ya tidak bisa dong," cetusnya mengakhiri wawancaranya.
Sebagaimana dakwaan jaksa, disebutkan bahwa debitur bukan petani yang menggarap lahan tebu milik sendiri atau sewa. Debitur bukan anggota KSP MUMS dan debitur tidak ada kerjasama /bermitra dengan PG Semboro. Debitur tidak direkomendasikan oleh PG, namun oleh KSP MUMS.
Dalam analisa kredit BWU, tidak dilakukan sesuai aturan yang berlaku, di antaranya tidak melakukan verifikasi data calon debitur, baik kebenaran data clon debitur sebagai petani maupun memiliki hubungan kemitraan dengan PG.
Juga tidak dilakukan verifikasi dokumen, termasuk dokumen lahan calon debitur . Dan tidak dilakukan kunjungan ke tempat usaha calon debitur. Proses analisa kredit dilakukan sebatas pemenuhan formal, misalnya Rencana Kebutuhan Usaha (RKU) yang ditandatangani oleh PG Semboro, yang faktanya bertentangan dengan kondisi yang sebenarnya.
Karena banyak Surat Keterangan Usaha (SKU) dan RKU , sebagian besar dibuat sendiri oleh pegawai KSP MUMS atas perintah Ketua dan Manajer KSP MUMS.
Untuk pencairan kredit, dilakukan tidak memenuhi persyaratan minimal setiap pencairan kredit BWU, antara lain debitur tidak pernah membuat surat permohonan pencairan kredit yang disetujui oleh PG dan ditujukan kepada BNI. Debitur tidak pernah membuat surat kesepakatan dengan PG Semboro (untuk musim tanam yang akan dibiayai) dan pihak BNI tidak melakukan verifikasi kepada PG Semboro.
Selain itu, dalam dakwaan jaksa disebutkan bahwa debitur tidak membuat surat kuasa pemindahbukuan dari rekening tabungan atas nama petani ke rekening giro escrow atas nama PG untuk pelunasan kredit BWU. Karena adalam PKS tripartit, rekening escrow bukan atas nama PG Semboro, melainkan atas nama KSP MUMS, yang digunakan untuk pelunasan kewajiban KSP MUMS.
Dan debitur tidak mengetahui pencairan tentang pencairan kredit, karena setelah tanda tangan perjanjian kredit, buku tabungan dan ATM diminta oleh pegawai KSP MUMS dan disimpan di kantor KSP MUMS.
Bahwa penyaluran fasilitas kredit BWU oleh PT BNI Cabang Jember tidak tepat sasaran. Karena pihak-pihak yang menerima, mengelola, menikmati dan memanfaatkan dana realisasi kredit BWU, bukan pihak yang termasuk dalam sasaran penerima kredit BWU, yaitu petani tebu.
AKan tetapi oleh pengurus KSP MUMS , sebagian dana dikelola oleh KSP MUMS sebagai modal untuk dipinjamkan kepada anggota koperasi. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar