SIDOARJO (mediasurabayarek.net)
– Kini tibalah saatnya pembacaan nota pembelaan (pledoi) dalam sidang
lanjutan Syafa’atul Hidayah (Ida), Indra Kusbianto, dan Anam Warsito, yang
tersandung dugaan perkara korupsi pengadaan mobil siaga desa untuk 386 desa
pada tahun 2022.
Dalam pledoinya, Penasehat
Hukum (PH) Syafa’atul Hidayah (Ida), yakni
Ben Hadjon SH dan Agus Siswinarno SH, SH menyebutkan, memohon agar majelis hakim Yang Mulia memutuskan, menyatakan bahwa Syafa’atul
Hidayah (Ida) tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan menurut hukum, melakukan
tindak pidana yang didakwakan kepadanya , baik dalam dakwaan kesatu primair dan dakwaan subsidiair
, serta dakwaan kedua.
“Membebaskan terdakwa I Syafa’atul
Hidayah (Ida), dari seluruh dakwaan Penuntut Umum tersebut (vrijspraak) sesuai dengan pasal 191 ayat(1) KUHAP atau
setidak-tidaknya melepaskan Ida
dari semua tuntutan hukum (ontslag van rechtvervolging) sesuai dengan pasal 191 ayat (2) KUHAP,”
ucapnya.
Dan memulihkan segala hak Ida dalam kemampuan , kedudukan,
nama baik serta harkat dan martabatnya. Juga membebankan biaya perkara kepada
negara.
“Atau setidak-tidaknya
bila dianggap bersalah oleh majelis hakim Yang Mulia dengan berpendapat lain, mohon hukuman yang seringan-ringannya. Kami
yakin, majelis hakim akan memberikan putusan yang seadil-adilnya berdasarkan hukum dan hati Nurani,” ucap Ben
Hadjon SH dan Agus Siswinarno SH.
Menurutnya, tuntutan
Penuntut Umum haruslah ditolak dengan alasan , bahwa semua perbuatan materiil Ida, bukanlah perbuatan
melawan hukum. Bahwa uang cashback
sebesar Rp 15 juta yang
diberikan oleh Ida (terdakwa I) kepada
desa melalui para kepala desa untuk
pembelian unit mobil desa siaga
dikalikan sebanyak 289 desa.
Sehingga totalnya Rp 4,335 miliar yang tidak disetor
ke kas desa dan disetorkan oleh para
kepala desa kepada Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Tetapi dipergunakan sendiri oleh para Kades secara pribadi.
Maka hal ini menjadi tanggungjawab pribadi
dari para Kades, karena pembelian
mobil itu adalah desa, yang diwakili
oleh para Kades dengan PT UMC Bojonegoro . Sehingga perbuatan itu terpisah dengan Ida. Di sini, penerapan
pasal 55 ayat (1)ke-1 tidak tepat dan
tidak terpenuhi. Dan tidak terbukti
adanya kerugian keuangan negara atau
perekonomian negara.
Bahkan Ida telah berhasil memulihkan mengembalikan uang sebesar Rp 4,335 miliar
kepada desa. Hal ini dapat dibuktikan,
ternyata Kades mengembalikan kepada Kejaksaan
Negeri Bojonegoro , yang seharusnya masuk ke kas desa (rekening desa) dan bisa
diteruskan ke kas daerah.
Tetapi , sayangnya Penuntut Umum
tidak pernah membuktikan
dalam sidang tentang fisik uang cashbacknya yang pernah diberikan
terdakwa I kepada desa-desa melalui
para kades. Dan kemudian dikembalikan
oleh para Kades kepada Kejaksaa Negeri
Bojonegoro.
Sebenarnya Ida
mendapatkan reward sebesar Rp 4,335 miliar
dari PT UMC, yang akhirnya semestinya menjadi hak Ida, tetapi dipergunakan untuk diberikan pada para
Kades.
Nah setelah pembacaan
pledoi dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Arwana SH mengatakan, sidang selanjutnya
adalah replik dari Jaksa pada Senin, 19 Mei 2025 mendatang.
“Tolong Jaksa disiapkan
Repliknya pada Senin depan ya. Jangan ada penundaan ya,” pinta Hakim Ketua
Arwana SH dan disetujui oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tarjono SH dari
Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro.
Sehabis sidang, Ben
Hadjon SH mengungkapkan, pihaknya mengikuti secara seksama pledoi dari Penasehat
Hukum (PH) seluruh terdakwa, pada intinya mempersoalkan kerugian negara dalam
perkara ini. Memang, hal ini merupakan
unsur esensial yang seharusnya bisa dibuktikan oleh Penuntut Umum.
“Kalau mengacu pada Keputusan
MK No.25 Tahun 2016, kerugian negara itu memenuhi sifat nyata dan pasti.
Tetapi, cara penghitungan kerugian negara yang dilakukan oleh auditor dari
Kejaksaan Tinggi, Jawa-Timur, merupakan cara perhitungan yang sangat sederhana,”
katanya.
Dijelaskan Ben Hadjon
SH, bahkan boleh dikatakan perhitungan yang sangat sumir, bagaimana bisa jumlah
cashback dikalikan jumlah mobil yang disuplai PT UMC, dan disimpulkan sebagai
kerugian negara.
“Kita harus ingat,
pemberantasan tindak pidana korupsi yang merupaka satu euphoria yang dikemukakan
(didengungkan-red) oleh pemerintah saat ini, sebenarnya tujuannya untuk
mengembalikan kerugian negara. Bukan untuk menghukum seseorang. Sehingga esensi
penegakan hukum korupsi atau penerapan dengan hal-hal yang berkaitan dengan
penegakan hukum dalam konteks pidana korupsi, supaya tidak terjadi kerugian
negara,” cetusnya.
Masih lanjut Ben Hadjon
SH, kalau kerugian negara tidak terbukti, apa misi dari proses hukum yang
berjalan selama ini. Kan, kasihan terdakwa ini , karena mereka punya Hak Azazi.
Jadi, jangan menegakkan hukum dengan cara-cara seperti ini.
“Tidak ada satu landasan
yang pasti dan dilakukan penyidikan begitu saja, kemudian dihadirkan terdakwa
dalam persidangan. Penegakan hukum harus obyektif dan professional,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Ben Hadjon SH menerangkan, bahwa Ida sangat layak dibebaskan. Karena reward itu adalah haknya Ida, sebagai prestasinya dalam menjual sebanyak 289 unit mobil Suzuki APV , yang masuk kategori slow moving. Bukan hanya keridhoan dia, atau keikhlasan dia memberikan cashback tersebut. Tetapi, juga ada unsur pemaksaan dari Kepala Desa. Bahkan ada yang mengancam dan sebagainya.
Namun sayangnya, para Kades
sampai saat ini, tidak diajukan sebagai terdakwa. Penegakan hukum, seharusnya
menyasar siapa-siapa saja yang terlibat. Apakah kejaksaan berani melakukan hal
ini. Di mana sekian ratus Kades menjadi terdakwa, hal itu tidak mungkin
(dilakukan oleh jaksa). (ded)
0 komentar:
Posting Komentar