SIDOARJO (mediasurabayarek.net) - Sidang lanjutan Taqwa Zainudin (Kepala Desa/ Kades) Roomo, Kecamatan Manyar, Gresik, dan Rudi Hermansyah (Sekretaris Desa/TPK), yang tersandung dugaan penyalahgunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) PT Smelting dalam bentuk beras, terus bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya.
Kali ini agendanya
adalah pemeriksaan kedua terdakwa yang dilakukan secara bersamaan di depan
Hakim Ketua I Made Yulianda SH di ruang Candra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(TIPIKOR) Surabaya, Rabu (14/5/2025).
Setelah Hakim Ketua I
Made Yulianda SH membuka sidang dan terbuka untuk umum, langsung mempersilahkan
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sunda Denuwari SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik
untuk bertanya kepada keduanya, Taqwa dan Rudi.
Bisa saudara jelaskan mengenai pengadaan beras itu ?
“Pengadaan beras itu
dilakukan pada 1 Desember, mengenai pembelian beras saya kurang tahu Pak Jaksa.
Setahu saya, dana dari PT Smelting dan
dikelola oleh desa. Mengambil uang Rp 30 juta, yang semula diperuntukkan
kegiatan penghijauan. Pada akhirnya dipergunakan untuk DP (Uang Muka-red) beras.
Dan Rp 120, 6 juta diambil dari bank oleh saya dan Bu Lis,” jawab Taqwa.
Kemudian Taqwa menunjuk
Rudi Hermansyah sebagai PPK dan ada
SK-nya. Untuk pembelanjaan beras, ada tanda tangan UD Bumi Berkah dan Taqwa. Taqwa sendiri, tidak melakukan pengecekan terhadap kondisi beras.
“Saya hanya melihat dari
luarnya saja. Nggak ikut bongkar beras itu. Beras di kemas 10 kg dan sepintas
saya lihat bagus,” ucapnya.
Seingat Taqwa, beras itu
datang pada tanggal 1 dan diserahkan kepada warga desa tanggal 11. Beras itu
disimpan dalam ruangan balai desa. Dan sekarang ini, disegel oleh pihak
Kejaksaan.
Penandatanganan oleh
Siswanto, dengan harga Rp 13.100 dan sebanyak 1.150 zak. Seharusnya fungsi dari
Nur Hasyim hanyalah sebagai pengawas saja. Tersiar kabar dari warga desa, bahwa kualitas beras yang dibagikan itu kurang bagus.
“Harga beras Rp 13.100,
yang infonya dari Rudi dan DO penawaran ditanda tangani. Saya tidak lihat
kwitansi yang ditandatangani oleh Abdul Muis,” ujar Taqwa.
Sementara itu, Rudi
Hermansyah menyatakan, pihaknya koordinasi dengan Bu Ninis dan Silvi. Sebelumnya, dana yang diambil Ninis sebesar
Rp 30 juta dari rekening desa, diperuntukkan
untuk penghijauan.
“Lalu, uang itu
diberikan Nur Hasyim, tidak ada buktinya. Uang Rp 30 juta dan Rp 120,6 juta
diserahkan ke Nur Hasyim. Pembelian beras di Toko Rahma. Setahu saya harganya
Rp 13.100 kali 1.150 zak. Saya tidak tanya jenis beras apa. Saya hanya ngecek bagian
atas saja. Dan membuat kwitansi dan DO, yang ditanda tangani oleh Siswanto.
Tidak ada kwitansi yang ditanda tangani oleh Nur Hasyim,” cetus Rudi Hermansyah.
Seingat Rudi, beras itu
disimpan seminggu lebih di dalam ruangan Balai Desa, sebelum dibagikan kepada
warga desa. Nah, waktu dibagikan itu, tidak ada masalah. Tetapi pada tanggal
13, warga desa protes dan menyatakan, bahwa kualitas beras itu jelek. Lantas
menghadap PT Smelting, dan diminta klarifikasi dengan Indra.
Demo warga desa tidak
terelakkan lagi. Pada tanggal 17, warga desa minta penggantian beras yang layak
dikonsumsi.
“Saya mendatangkan beras
sebanyak 200 zak dan 50 zak. Untuk penggantian beras ini, menggunakan uang saya
pribadi Rp 8,5 juta. Beras yang saya datangkan adalah beras Raja Lele. Kondisi
beras lebih utuh dan bersih, dengan harga Rp 11.500,” kata Rudi Hermansyah.
Kini giliran Penasehat
Hukum (PH) Taqwa dan Rudi, yakni Zulhaidir SH bertanya pada Taqwa, apakah
saudara memerintahkan Nur Hasyim, untuk melakukan pengadaan beras tersebut ?
“Saya tidak memerintahkan
Nur Hasyim untuk pengadaan beras. Saya menunjuk Rudi Hermansyah sebagai PPK dan
ada SK-nya. Saya tidak pernah menanyakan pengadaan beras kepada Rudi,” jawab
Taqwa singkat saja.
Menurut Taqwa, untuk PO
penawaran beras yang tanda tanganinya dan Siswanto juga tanda tangan. Dana
diambil dari kas desa sebesar Rp 30 juta dan Rp 120,6 juta itu, diserahkan
kepada Rudi. Dan selanjutnya diserahkan pada siapa, Taqwa sudah tidak tahu
lagi.
“Pengadaan beras, kalau
dibelikan oleh orang lain, ya salah. Tidak ada pemberian fee (komisi-red)
kepada Supplier. Saya juga tidak dapat fee,” kata Taqwa.
Kemudian Hakim Ketua I
Made Yulianda SH bertanya pada Taqwa dan Rudi, apakah merasa bersalah atas
kejadian ini ?
“Ya, Pak Hakim. Saya
menyesal dan mengaku bersalah,” jawab Taqwa dan Rudi secara bergantian di
persidangan. Bahkan Rudi terlihat menangis dalam persidangan dan menyesal atas
kejadian tersebut.
Dijelaskan Hakim Ketua I
Mades SH, bahwa prosedur pengadaan beras itu salah dan kualitas berasnya bermasalah.
Dan akhirnya menjadi masalah ini.
Dan ada pengembalian
sebesar Rp 16,16 juta dari Abdul Muis yang dititipkan kepada Kejaksaan.
Nah setelah pemeriksaan
Taqwa dan Rudi Hermansyah dirasakan
sudah cukup, Hakim Ketua I Made Yulianda SH mengatakan, sidang selanjutnya
adalah penuntutan dari Penuntut Umum yang akan dilakukan pada Rabu, 21 Mei 2025 mendatang.
“Baiklah, sidang
berikutnya adalah penuntutan dari Jaksa pada Rabu (21/5/2025) nanti. Tolong
Jaksa jangan ada penundaan lagi ya,” pinta I Made Yulianda SH seraya
mengetukkan palunya sebagai pertanda sidang selesai dan berakhir sudah.
Sehabis sidang, Penasehat
Hukum (PH) Taqwa dan Rudi, yakni Zulhaidir SH mengungkapkan,
Taqwa Zainudin (Kades) dan Rudi
Hermansyah (Sekretaris Desa/TPK) tidak menerima uang sepeser pun, dan
mereka tidak menguntungkan pihak ketiga, supplier pun tidak menjadi tersangka.
“Sebenarnya unsur
pidananya tidak terbukti pada perkara ini. Seharusnya, supplier juga menjadi
terdakwa dalam perkara ini. Karena dianggap memperkaya pihak ketiga, maka supplier
juga harus menjadi terdakwa,” tukasnya,.
Harapan Zulhaidir SH,
majelis hakim lebih mengutamakan rasa keadilan dan rasa kemanusiaan.
Masih lanjut Zulhaidir
SH, hasil pemeriksaan terdakwa Taqwa dan Rudi, memang keduanya secara
administrasi mengakui adanya mal-administrasi.
“Saya lihat dari
pengungkapannya itu, karena aspek ketidaktahuan atau keawaman dalam hal proses
pengadaan beras. Ketika terdakwa yang kasusnya di split itu, meminta agar untuk
pengadaan beras dia dampingi, mereka percaya kepada saudara Nur Hasyim untuk
pengadaan beras tersebut,” tandasnya.
Itu karena menghormati
Pak Lurah (Kades Taqwa) sebagai tokoh masyarakat di sana. Dia orangnya mengerti
hukum. Padahal, Taqwa dan Rudi itu maksudnya baik agar pengadaan beras bisa terlaksana
dengan baik.
Tetapi, masalahnya setelah
proses pengadaan beras terjadi, ternyata memang diakui oleh mereka berdua, bahwa
keadaan dan kondisi beras agak kurang bagus. Banyak pecah-pecah. Tetapi, yang
jelas tidak ada kutu dan ulat.
Sedangkan dalam dakwaan
Jaksa Penuntut Umum (JPU) kondisi beras ada kutu dan ulatnya. Beberapa saksi ,
termasuk dari PT Smelting memberikan keterangan, pada pemeriksaan saksi di awal
itu, bahwa Ketika terjadi serah terima mereka tidak melihat beras diserahkan
secara simbolis itu.
Mereka anggap beras itu
baik. Kalau melihat beras itu tidak baik, mereka langsung komplain kepada
Kades. Ketika ada demo warga, ramai dan masuk media-massa. Lalu menggelar rapat
di Balai Kecamatan, dikonfirmasi oleh PT Smelting, tentang hal itu. Saat itu,
Taqwa dan Rudi memberikan penjelasan dan bukti, bahwa beras yang ada logo PT Smelting
untuk Desa Roomo itu dalam keadaan baik.
Bisa jadi, tempat
penyimpanan beras yang tidak bagus dan lembab, menyebabkan kondisi beras berkutu.
“Sudah dilakukan
penggantian beras. Sebelum ini menjadi perkara, Kades dan TPK sudah ada etikad baik untuk mengganti beras. Dan
penggantian itu sudah terwujud. Bahkan sebelum ada demo warga desa. Sudah
diganti sekitar 100 zak beras di wilayah Maduran. Mereka dapat penggantian
beras dan tidak menuntut,” katanya.
“Kalau warga desa minta
penggantian beras dan sudah dilakukan, maka masalahnya akan selesai. Perkara
ini sebenarnya tidak ada, dan seharusnya diselesaikan secara mediasi. Atau
dikatakan Restorasi Justice (RJ). Agar tidak ada yang dirugikan dan diganti
beras yang kualitas beras yang lebih baik. Maka klir dan tidak masalah. Tidak
sampai ke Pengadilan TIPIKOR,” cetus Zulhaidir SH lagi.
Kalau menurut Jaksa, ada
selisih harga sebesar Rp 16 juta. Kerugian berupa selisih harga Rp 16 juta itu
sudah dikembalikan ke Kejaksaan oleh Abdul Muis. Tetapi yang dipakai mendakwa
oleh Jaksa, adalah konsep total loss mengacu
dari hasil BPOM, yang memeriksa hanya 2,7 kg beras, Tidak semua beras diperiksa
dengan teliti.
Logikanya, tidak semua
beras itu rusak. Sebab, tidak semua warga desa minta penggantian beras. Mereka
konsumsi sampai habis dan tidak ada warga desa yang terkena penyakit perut dan
sebagainya.
“Kalau dilakukan mediasi
dengan RJ, perkara ini tidak ada ada. RJ tidak dilakukan. Seharusnya hal itu
diutamakan dan didahulukan. Kasihan Kades baru jabat dan awam. Rudi (TPK) sampai
nangis, karena tidak mengerti. Kalau ada RJ, perkara ini tidak sampai ke Pengadila
TIPIKOR.,” katanya. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar