SURABAYA (mediasurabayarek.com) - Ahli bahasa, Yani Paryono dari Balai Bahasa Provinsi Jawa-Timur menyebutkan, mengunggah video di facebook (media sosial/medsos) jika dibuktikan ternyata benar dan ada buktinya, maka bukan pencemaran nama baik. Dan bukan menyerang kehormatan.
Keterangan dan pendapat
ahli bahasa ini disampaikan dalam sidang lanjutan Guntual ,yang tersandung
dugaan perkara ITE (Informasi Teknologi Elektronik), di depan Hakim
Ketua Muhammad Zulqarnain SH MH dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Wido SH dan
Wahyu SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo, di ruang Sari 3 Pengadilan Negeri
(PN) Surabaya, Senin (23/6/2025).
“Mengunggah video di
facebook (medsos) dan ternyata jika dibuktikan ternyata benar , serta ada
buktinya. Maka, bukan pencemaran nama baik dan bukan menyerang kehormatan,” ucapnya ketika
ditanya oleh Guntual SH didampingi Penasehat Hukum (PH),
Reno Christiana SH ,dan Jannus Sirait
SH di persidangan yang terbuka untuk umum.
Ahli bahasa Yani
Paryono pernah melihat video dan tulisannya
yang diunggah di facebook atas nama Guntual dan Tutik Rahayu yang
berjudul “Bobroknya Pengadilan Negara Indonesia”. Dalam video itu tidak ditunjukkan posisi Guntual
ada di mana.
“Unggahan itu dikatakan menyerang
kehormatan, kalau tidak bisa dibuktikan. Jika bisa dibuktikan dan disertai
bukti-bukti, maka tidak melanggar hukum,” ujarnya.
Guntual SH dan Reno
Christiana SH menunjukkan bukti pemberitahuan dari Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia, menindaklanjuti laporan
terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang
dilakukan oleh Eko Supriyono SH , MAP. MH, Syafruddin SH, dan Ridwantoro SH. MH.
Dahulunya, mereka selaku
majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo yang memeriksa ,mengadili, dan
memutus perkara Nomor : 1188/Pid.B/2017/PN
Sidoarjo. Sebagaimana telah terdaftar dalam Register Nomor: 0334/L/KY/XI/2018.
Dengan ini
memberitahukan bahwa KY telah melakukan
pembahasan atas laporan dimaksud dalam sidang pleno KY.
Berdasarkan petikan putusan
Nomor : 0334/L/KY/XI/2018, KY RI telah
memeriksa dan mengambil putusan atas laporan
tentang dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim terhadap terlapor Eko Supriyono SH ,
MAP. MH, Syafruddin SH, dan Ridwantoro SH. MH.
Dengan amar putusan,
menyatakan Terlapor 1 , Eko Supriyono SH , MAP. MH, Terlapor 2, Syafruddin SH, dan Terlapor 3, Ridwantoro
SH. MH, terbukti melanggar angka
10 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung
RI dan Ketua KY RI Nomor : 047/KMA/SKB/IV/ 2009 dan Nomor 2/SKB/P.KY/IV/2009
tentang kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH), jo pasal 14 ayat (2) Peraturan
Bersama MA - RI dan KY RI Nomor :
02/PB/MA/IX/2012 dan Nomor 2/PB/P.KY/09/2012 tentang panduan penegakan kode etik dan pedoman perilaku hakim. Mereka sudah dijatuhi sanksi
non-palu.
Setelah ahli bahasa memberikan pendapatnya dan dirasakan sudah
cukup, Hakim Ketua Muhammad Zulqarnain SH MH mengatakan, sidang akan
dilanjutkan pada Senin, 30 Juni 2025 dengan agenda menghadirkan Ahli lainnya
dari Penuntut Umum.
“Dengan demikian sidang
kami nyatakan selesai dan ditutup,” cetusnya seraya mengetukkan palunya sebagai
pertanda sidang berakhir dan ditutup oleh majelis hakim.
Sehabis sidang, Guntual ,
PH Reno Christiana SH ,dan Jannus Sirait
mengatakan, pendapat ahli bahasa tidak ada yang pasti sebenarnya. Karena
pencemaran nama baik itu secara umum dan
tidak menunjuk seseorang, bukan masuk pencemaran nama baik, kalau bisa dibuktikan.
“Ahli bahasa tadi tidak
memiliki kualitas untuk dijadikan dan diajukan sebagai Ahli. Pendapat seperti itu orang
awam bisa ngomong seperti itu,” cetusnya.
Dijelaskan Guntual, ahli
mengatakan penyerangan kehormatan dan pencemaran nama baik, kalau tidak bisa
dibuktikan , maka hal itu akan berakibat hukum. Akan tetapi, kalau hal itu bisa
dibuktikan dan buktinya bisa menjadi barang-bukti di Pengadilan, hal itu bukan
pencemaaran nama baik dan bukan penyerangan kehormatan.
Ahli tidak bisa
memberikan jawaban terkait pertanyaan Guntual, bahwa penyerangan kehormatan dan
pencemaran nama baik, yang tidak menyebutkan nama siapapun. Kemudian tidak
diproses hukum, seperti yang diungkapkan Prof Mahfud MD, mengenai mafia industri
hukum, polisi , jaksa, hakim, yang tersebar luas di media sosial. Akan tetapi, Mahfud MD tidak pernah dilaporkan.
“Ahli tidak bisa
memberikan jawaban atas pertanyaan terdakwa,” ungkapnya yang mengakhiri
wawancara dengan media massa di PN Surabaya. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar