SURABAYA
(mediasurabayarek.net ) - Sebanyak 9 (sembilan) saksi dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nur Ngali SH dari
Kejaksaan Negeri (Kejari) Kediri, dalam sidang lanjutan Arif Wibowo SE. MM,
Wakil Bendahara KONI Kota Kediri, yang tersandung dugaan perkara korupsi dana
hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota
Kediri Tahun Anggaran (TA) 2023.
Adapun 9 saksi itu adalah
Syamsul Bahri (pelatih cabang catur), Sutiono (pelatih tinju), Yusuf Tri
Prasetyo Adi (pelatih angkat berat), Eko Agus Poko ( pelatih angkat besi/ kini:
Ketua KONI), Ilham Raya Syahputra (pelatih taekwondo), Yulianto (pelatih
Jiujitsu), Cecep Sunarya (pelatih kempo),
dan Anom Suroso (pelatih Panjang tebing).
Sebagai pembuka sidang, Jaksa
Nur Ngali SH langsung bertanya pada saksi Syamsul Bahri , apakah saksi
mendapatkan transport pada bulan April sampai Agustus (5 bulan) ?
“Ya, benar Pak Jaksa.
Saya mendapatkan transport April - Agustus. Untuk pelatih Rp 1 juta per bulan dan
atlit Rp 800 ribu. Saya ambil honor di kantor KONI. Uang sudah dalam amlop. Sedangkan uang saku Porprov
mendapatkan Rp 1 juta lebih, namun diberikan sekali,” jawab saksi di ruang
Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Kamis (21/8/2025).
Kembali Jaksa Nur Ngali
SH bertanya pada saksi, apakah mengetahui tentang masalah keuangan KONI ?
“Saya tidak tahu soal
keuangan KONI. Setahu saya, ada rapat terkait
uang saku tersebut,” jawab saksi singkat saja.
Sementara itu, saksi
Sutiono, Yusuf Tri Prasetyo , Ilham Raya, Yulianto, dan saksi Cecep Sunarya memberikan keterangan yang
sama. Pada Puslakot untuk pelatih mendapatkan Rp 1 juta dan atlit memperoleh Rp
800 ribu per bulan. Sedangkan uang saku untuk pelatih Rp 1 juta.
“Pada Puslakot untuk
April – Agustus, honor pelatih Rp 1 juta dan atlit Rp 800 ribu per bulan. Dan uang saku Rp 1,1 juta. Yang membagikan,
Dian dan Sekretaris,” ucap saksi Yusuf.
Kini giliran Ketua Tim
Penasehat Hukum (PH) Eko Budiono SH didampingi
Zakiyah SH bertanya pada saksi Syamsul Bahri (Humas KONI), siapakah yang
paling berperan dan punya kewenangan di KONI ?
“Yang paling berperan adalah
Ketua KONI. Satu periode menjabat selama 4 tahun. Mulanya Ketua KONI adalah Maria,
kemudian digantikan oleh Kwin Atmoko,”
jawab saksi Syamsul Bahri.
Lagi-lagi, Eko Budiono
SH dan Zakiyah SH bertanya pada
saksi Syamsul, apakah dalam kegiatan KONI, Bendahara bisa putuskan sendiri ?
“Tentunya Bendahara KONI
tidak bisa putuskan sendiri, harus ada persetujuan dari Ketua KONI. Namun
begitu, saya tidak pernah dilibatkan ,” jawab saksi.
Eko Budiono SH bertanya pada Eko Agus Poko, sekarang ini saksi menjadi Ketua KONI, apakah untuk menjalankan organisasi berdasarkan AD/ART KONI tahun 2020 ?
“Ya, benar pak. Guna
menjalankan organisasi berdasarkan pada AD/ART KONI 2020. Melihat pengalaman KONI
yang lalu, kini semua (pengurus-red) saya libatkan dalam kegiatan,”
jawab saksi Eko Agus.
Sementara itu, Hakim
Ketua Ferdinand Marcus Leander SH MH menyatakan, seharusnya pelatih dan atlit
menerima honor mulai Januari hingga September. Faktanya, hanya menerima 5
(lima) bulan saja, mulai April sampai Agustus saja.
“Ada kurang bayar di
sini. Waktu diperiksa saksi diperiksa di Kejaksaan, yang diterima atlit
seharusnya Rp 1 juta. Tetapi hanya Rp 800 ribu. Sedangkan untuk pelatih Rp 1,2
juta. Tetapi hanya Rp 1 juta,” cetus majelis hakim.
Nah, setelah pemeriksaan
saksi-saksi dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Ferdinand Marcus Leander SH
mengutarakan, bahwa sidang akan dilanjutkan kembali pada Kamis, 4 September
2025 mendatang, dengan agenda mendengarkan keterangan dan pendapat dari Ahli Pidana
dan BPKP.
“Sidang kami jadwalkan
pada Kamis (4/9/2025) jam 2 siang ya,”
pinta majelis hakim seraya mengetukkan palunya sebagai pertanda sidang selesai
dan berakhir sudah.
Sehabis sidang, Ketua
Tim Penasehat Hukum (PH) Eko Budiono SH, Zakiyah SH , dan Diah Putri SH mengatakan,
pada intinya dakwaan jaksa jadi tidak
terbukti, karena dalam dakwaan jaksa menyampakan bahwa yang mengetahui semuanya
hanya Arif.
“Tetapi ternyata fakta
persidangan hari ini, diketahui yang memberikan informasi pertemuan terkait uang transport atlit dan pelatih adalah
Pak Ketua. Kemudian saat pemberian amplop Bu Dian turut andil di dalam situ.
Pada intinya, otomatis semua kegiatan KONI itu
diketahui oleh Ketua dan Bendahara. Dan tidak hanya Pak Arif saja yang
mengetahui hal itu,” cetusnya.
Perihal adanya pemotongan-pemotongan , yang seharusnya honor atlit Rp 1
juta, tetapi diberikan Rp 800 ribu per bulan. Dan honor pelatih Rp 1,2 juta,
tapi dikasih Rp 1 juta.
“Untuk
pemotongan-pemotongan itu diketahui oleh Ketua dan Bendahara. Atas keputusan bersama.
Saat ditunjukkan di depan persidangan,
tanda terimanya yang ada hanya tanda terima atlit terimanya Rp 1, 080 juta,
bukannya yang Rp 800 ribu. Untuk pelatih
Rp 1,320 juta, bukannya yang Rp 1 juta. Dari tim kuasa hukum kami menanyakan
untuk tanda terima yang diterima Rp 1
juta yang katanya saat membaca di lembar pertama Rp 1 juta yang dia terima itu,
tidak ada tanda tangannya. Untuk pelatih dan atlit itu kosong. Jadi tidak ada
tanda tangan sama-sekali pelatih maupun atlitnya,” ungkapnya.
Masih kata Zakiyah SH,
bahwa tidak ada bukti bahwa di situ terimanya mereka Rp 1 juta untuk pelatih
dan atlit Rp 800 ribu. Dari pertemuan diketahui,bahwa Pak Ketua yang
menyampaikan, maka otomatis sebagai tim pelaksana Pak Arif harus melaksanakan
apa yang disampaikan Ketua saat pertemuan itu, (ded)
0 komentar:
Posting Komentar