Adapun ke-12 saksi itu
adalah Pengurus PKPAB (Pusat Kajian Pengembangan Akuntansi dan Bisnis) Universitas
Brawijaya (UB), dan para tenaga ahli yang diperiksa secara marathon di hadapan Hakim
Ketua Ratna Dianing Wulansari SH MH , didampingi Hakim Anggota Dr. H Agus Kasiyanto SH MKn dan
Darwin Panjaitan SH MH.
Pertanyaan diawali oleh Hakim Anggota Dr H Agus
Kasiyanto SH MKn , yang bertanya pada saksi Aulia Fuad, apakah menerima uang dalam proyek pendampingan Puskesmas ini ?
“Ya, pada tahun 2021,
saya menerima uang Rp 3 juta. Saya serahkan ke Kejaksaan,” jawab saksi Aulia di
ruang Candra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Rabu (10/9/2025).
Menurut saksi, mulanya
Yuki mengajak dan menjanjikan pada saksi dibuat modul untuk karya tulis. Tetapi,
saksi ini menandatangani semua dokumen. Namun tidak pernah turun ke lapangan.
Sementara itu, saksi Abdul
Gafar – Dekan Fakultas Ekonomi (FE) dan bisnis
tahun 2021 sampai sekarang ini, menyebutkan, bahwa PKPAB (Pusat Kajian
Pengembangan Akuntansi dan Bisnis) di
bawah FE. PKPAB ini memfasilitasi dosen
yang melakukan Kerjasama dengan pihak
lain untuk kepentingan penelitian.
“Kerjasama ini sifatnya
nirlaba. Jika menggunakan atas nama
Universitas Brawijaya (UB) masuk ke rekening rektor. Dipotong 10 persen dan 2,5
persen untuk universitas. PKPAB boleh dipinjam
bendera. Namun pada tahun 2021 dan 2022 tidak ada laporan
sama-sekali,” ujarnya.
Sedangkan saksi Dr, Drs, Bambang Hariadi ,M,EC,AK, selaku Ketua PKPAB. Padahal, ada instruksi (perintah) untuk melakukan pemotongan 5 persen dari Bambang, sebagaimana pernyataan dari Laila, stafnya Bambang sendiri.
“Kami tidak pernah kroscek ke lapangan. Semua berkas sudah disiapkan dan kontrak pun ditandatangani. Semuanya pada akhir tahun. Kami percaya Yuki sebagai staf ahli di kantor pusat,” celetuk saksi Bambang.
Ketika Jaksa Gio Dwi
Novrian SH bertanya pada saksi Haru Harmadi (Kadiv. Hukum Unbraw), apakah
kegiatan pendampingan Puskesmas ini ada pemberitahuan ke Fakultas ?
“Untuk pendampingan
tidak ada pemberitahuan ke Fakultas. Untuk MoU ke rektor. Sedangkan perjanjian
agreement ke Dekan. Surat tugas harus
dari dekan. Dipotong 10 persen. Seharusnya tidak masuk ke rekening PKPAB. Tetapi
masuk ke rekening rektor, jika pakai nama PKPAB. Yang berwenang tanda tangan
adalah Dekan,” jawab saksi.
Ditambahkan Bambang Hariadi, Ketua PKPAB, secara sukarela dari pelaksana proyek untuk menyisihkan pendapatan yang diperoleh untuk PKPAB. Ada pemotongan 5 persen. Dana yang mengendap di PKPAB disita Kejaksaan.
Di tempat yang sama, saksi Prof Aulia
Fuad menyatakan, dakwaan jaksa menyebutkan saksi ini mendapatkan uang Rp 210
juta dan Rp 226 juta. Tetapi, hal ini dibantah keras, karena saksi pada tahun
2021 hanya menerima Rp 2 juta dan tahun 2022 mendapatkan Rp 3 juta.
“Saya tertarik buat dalam
modul untuk penuhi Kum dosen. Saya tidak tahu Khoirul Rosyidi menjadi ketua pelaksana,”
kilah saksi lagi.
Kini giliran Ketua Tim
Penasehat Hukum (PH) Yuki Firmanto, yakni Iqbal Shavirul Bharqi SH MH bertanya
pada saksi Bambang Hariadi, apakah ada pemotongan secara liar sebesar 5 persen dari kegiatan proyek pendampingan ?
“Potongan 5 persen itu
dilakukan secara sukarela. Dan sudah dikembalikan ke Kejaksaan tahun 2024,” jawab
saksi.
Kembali PH Iqbal Bharqi
SH MH bertanya pada saksi, apakah pernah diperiksa sebagai tersangka oleh
Kejaksaan ?
“Saya tidak diperiksa
sebagai tersangka oleh Jaksa. Namun,
saya tanda tangan dokumen,” jawab saksi lagi.
Pengakuan Laila berbeda
lagi, bahwa ada saran (peringtah) dari Bambang untuk menyisihkan 5 persen. Padahal Bambang
bilang sukarela sebelumnya.
Saksi Prof Aulia Fuad
menjelaskan, bahwa saksi ini dan Bambang Hariadi melakukan tanda tangan secara
tergesa-gesa. Katanya dokumen ditunggu oleh Puskesmas.
“Saya tidak lihat
tanggal surat itu. Tanda tangan saja (dalam keadaan sadar),” ucap saksi lagi.
Ketika Yuki Firmanto
diberikan kesempatan bertanya oleh Hakim Ketua Ratna Dianing Wulansari SH MH,
kepada saksi-saksi di persidangan. Yuki pun langsung bertanya pada saksi Novi
dan Bambang Hariadi. Siapa yang menyebutkan angka 5 persen itu.
“Bukan Yuki yang
menyebutkan angka 5 persen itu kepada Laila,” jawab Novi dengan nada tenang.
Nah setelah pemeriksaan
saksi-saksi dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Ratna Dianing Wulansari SH MH mengatakan,
sidang akan dilanjutkan pada Rabu, 17 September 2025 dengan agenda mendengarkan
keterangan Ahli dari Jaksa.
Sehabis sidang, PH Iqbal Shavirul Bharqi SH MH mengungkapkan, sidang kali ini agak menantang karena kesaksian dari PKPAB Universtas Brawijaya (UB) dan para tenaga ahli.
Ternyata, terbukti dalam persidangan kali ini,
yang membuat perjanjian, kesepakatan dan segala macam itu, adalah kesepakatan
dari setiap Puskesmas.
Dan ada persetujuan
dari Dr. Drs. Bambang Hariadi M.EC.AK, selaku Ketua PKPAB UB. Karena menandatangani semua dokumen dan tidak ada keberatan apapun.
“Dengan beliau menandatangani itu semua , tidak ada keberatan atau apapun. Kenapa Kejaksaan ini tebang pilih menetapkan seorang tersangka. Padahal senyata-nyatanya, Ketua lainnya, yaitu Pak Aulia Fuaddan Khoirul juga terlibat dalam pendampingan, meskipun pengakuan mereka tidak terlibat langsung," tukasnya.
Mereka juga tanda tangan dokumen dan mengiyakan beliau
berdua sebagai penanggugjawab terhadap beberapa Puskesmas. Mereka adalah Ketua
Pelaksana pendampingan beberapa puskesmas.
Mereka berdua juga menerima fee dan terlebih-lebih Pak
Bambang , beliau sebagai Ketua , pengawas, dan yang bertanggungjawab dalam PKPAB
tidak melakukan fungsi dan tugasnya (dengan baik).
“Malahan beliau melempar
pada Yuki Firmanto dan menyalahkannya. Semua bola panas dilempar ke Yuki.
Padahal, potongan dilakukan secara liar dan sadar dilakukan oleh Pak Bambang.
Dan Laila sebagai stafnya, juga mengiyakan bahwa ada instruksi (perintah) untuk
melakukan pemotongan tersebut,” tandasnya.
Sehingga klir di sini , Bambang juga seharusnya dijadikan sebagai tersangka dan terdakwa dalam
perkara ini. Beliau telah melakukan penerimaan dan pemotongan 5 persen, dan
sudah dititipkan kembali ke Jaksa.
“Ini makin jelas, bahwa
beliau menerima dan beliau tidak tahu dari arahan dari siapa, mengembalikan
pada Jaksa. Katanya pengembalian kerugian negara. Ini jelas, bahwa kami selaku
kuasa hukum atau penasehat hukum (PH) dari terdakwa akan melaporkan Pak Bambang
, sebagai Ketua PKPAB dan dua Ketua Pelaksana lainnya, yang terlibat. Kami akan laporkan pada Kejaksaan Kabupaten
Mojokerto supaya diungkap tuntas bersama dengan 27 puskesmas,” katanya mengakhiri
wawancara dengan media massa di Pengadilan TIPIKOR Surabaya. (ded)
=
0 komentar:
Posting Komentar