SIDOARJO (mediasurabayarek.net ) – Sebanyak 7 (tujuh) saksi dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Ponorogo, dalam sidang lanjutan Saka Pradana Putra, yang tersandung dugaan perkara kredit fiktif BRI Ponorogo.
Ketujuh saksi itu
diperiksa secara marathon di depan Hakim Ketua Ratna Dianing SH MH, didampingi
Hakim Anggota, Dr. Agus Kasihan SH MKn, dan Darwin Pandjaitan SH, di ruang Candra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(TIPIKOR) Surabaya, Rabu (26/11/2025).
Adapun ketujuh saksi itu
adalah Heri Widodo, Adinda, Moh Agung Wiharmanto, Niken Citra Dewi, Ermani,
Nani, dan Eko Yuli Setyawan.
Hakim Anggota, Dr. Agus Kasihan
SH MKn, bertanya pada saksi Adinda (nasabah BRI), berapa kredit pinjaman yang saudara
ajukan ?
“Saya mengajukan Rp 30
juta, namun dikasih pinjaman sebesar Rp 50 juta. Nah, setelah pencairan kredit,
saya mendapatkan Rp 30 juta dan Saka Rp 20 juta. (Katanya) untuk keperluan
istrinya di Malang. Saya memberikan agunan berupa BPKB sepeda motor N Max
seharga Rp 22 juta. Saya sendiri, tidak ada usaha,” jawab saksi Adinda dengan
lugas.
Kembali majelis hakim
bertanya pada saksi, berapa angsuran pinjaman kredit saudara saksi per bulannya
?
“Saya ngangsur sebesar
Rp 980 ribu per bulan. Hingga kini belum lunas. Pembayaran angsuran secara auto
debet. Sedangkan Saka mengangsur lewat saya sebesar Rp 400 ribu per bulan.
Sebelumnya lancar-lancar saja,” jawab saksi lagi.
Sementara itu, saksi
Heri Widodo (jasa pengurusan dokumen) menyatakan, bahwa Nasrul meminta tolong kepadanya
untuk pembuatan KTP 5 (lima) orang .
Data-data dari Nasrul yang di WA ke saksi. Lantas, diteruskan ke operator
(Dispendukcapil) Bagus Nugroho.
Untuk pembuatan satu
KTP, saksi mendapatkan Rp 100 ribu dari Nasrul. Kemudian dibagi dua dengan
Bagus. Masing-masing mendapatkan Rp 50 ribu.
“Pembuatan KTP hanya
mengganti alamatnya. Sedangkan fotonya tetap. Katanya untuk keperluan melamar
pekerjaan,” ucapnya.
Sedangkan saksi Moh.
Agung mengutarakan, katanya untuk keperluan kerja, minta KTP teman adik yang
dipakai, yakni Ahmad Jauhar. Diminta data KTP dan KK dan akhirnya Ahmad Jauhar kreditnya
cair Rp 50 juta.
Di tempat yang sama,
saksi Niken, Yunan, Nanik , dan Eko mengaku, rumahnya difoto, tanpa seijin dan
sepengetahuannya. Mengetahui rumahnya difoto, diberitahu oleh pihak Kejaksaan.
Bahkan saksi Niken mengatakan, pihaknya pernah didatangi oleh Risma, pegawai BRI di rumahnya. Risma sempat bertanya, apakah mengajuan pinjaman BRI. Niken pun menjawab, bahwa dia tidak mengajukan pinjaman ke BRI.
Kini giliran Penasehat Hukum (PH) Irawan Sukma SH bertanya pada saksi Niken, apakah pagar rumahnya tertutup ?
“Pagar rumah saya tidak
pernah tertutup. Setelah adanya kejadian ini, rumah ditutup. Saya tidak pernah
berkomunikasi dengan Saka,” jawab saksi.
Kembali PH Irawan SH
bertanya pada Heri, apakah pernah berkomunikasi dengan Saka ?
“Saya tidak pernah berkomunikasi
dengan Saka sama-sekali,” jawab saksi Heri dengan nada serius.
Ditambahkan Adinda ,
bahwa dari awal sampai permasalahan ini , pembayaran angsuran Saka terbilang tertib
dan lancar. Kayaknya sudah 10 kali angsuran dan lancar.
Nah, setelah pemeriksaan
saksi-saksi dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Ratna Dianing SH mengatakan, bahwa
sidang akan dilanjutkan dan masih pemeriksaan saksi, pada Rabu, 17 Desember
2025 mendatang.
“Sidang ditunda 2 (dua)
minggu lagi, karena saya ada pelatihan. Dengan demikian sidang kami nyatakan
selesai dan ditutup,” ujarnya seraya mengetukkan palunya sebanyak tiga kali
sebagai pertanda sidang selesai dan ditutup.
Sehabis sidang, PH
Irawan Sukma SH mengungkapkan, keterangan ketujuh saksi kali ini menguntungkan
pihak Saka Pradana Putra.
“Betul, keterangan 7 saksi
menguntungkan Saka. Seperti keterangan Adinda dan Niken yang sudah terbiasa open-house
(rumah terbuka). Jadi, siapa saja bisa masuk rumah. Sedangan Nanik, rumahnya
tetapi tidak terkunci. Berarti siapa pun bisa masuk. Tetapi, khusus untuk Yunan
atau Tepos, karena rumah selalu terkunci. Mohon maaf, pasti ada seseorang yang
mengkondisikan. Yang mengkondisikan adalah Daniel Sakti Kusuma Wijaya alias Lete (DPO)," cetus PH Irawan SH.
Ketika Saka Pradana Putra
diperiksa di Kejaksaan memang dia tidak tahu apa-apa. Hanya dihubungi by
(lewat) WA dengan nama Daniel Sakti Kusuma Wijaya untuk dibantu pencairan KUR.
Jadi, orang-orang itu
disetting oleh Daniel Sakti Kusuma Wijaya alias Lette. Setelah adanya kelengkapan
administrasi, baru melakuan on the spot. Selama kelengkapan dokumen tidak lengkap, Saka
tidak mau melakukan on the spot.
“Sekarang sistem online kan
nge-link. Lewat aplikasi BRI yang namanya BRI spot yang ada di HP khusus yang
diberikan BRI Pasar Pon, itu setiap WA (mengirim data) berupa KTP, KK, dan SKU itu dicek dulu. Begitu sesuai,
baru mau on the spot. Jadi, yang dikerjaan oleh Saka Pradana Putra telah sesuai
prosedur,” ungkapnya. (ded)


0 komentar:
Posting Komentar