728x90 AdSpace

  • Latest News

    Minggu, 27 Oktober 2024

    Hasil Audit BPK Tentang Kerugian Negara Adalah Sah, Hasil Audit Pihak Lain Adalah Tidak Sah ?

     



    SIDOARJO (mediasurabayarek.net) -  Sidang lanjutan Edy Suyitno dan Rian Mahendra, yang tersandung dugaan perkara korupsi , dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi dari Tim Pokja, Konsultan Perecanaan dan Tim Teknis , yang digelar di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya.

    Saksi Widodo (Tim Teknis) menyatakan, setelah pekerjaan selesai dilakukan audit oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Berdasarkan temuan BPK, ada kerugian negara sebesar Rp 37 juta pada  proyek rekonstruksi jalan Bata Tegal Jati. 

    "Dari temuan BPK itu, langsung dilakukan pengembalian. Ada pembayaran pengembalian  atas kekurangan volume. Ketiak audit BPK, Tim Teknis ikut semuanya. Untuk permasalahan rusak jalan tidak ada," ucapnya.

    Nah, setelah berselang satu tahun lamanya dari temuan BPK itu, Tim Ahli dari Kejaksaan menemukan adanya kerugian negara seebsar Rp 2,2 miliar.

    "Setelah dibayarkan 100 persen, tidak ada uang terima kasih yang diterima oleh Tim Teknis," ujar Widodo.

    Mengenai adanya perubahan spek dari 6 ke 5, itu telah mendapatkan persetujuan dari semua pihak, termasuk PPK. Terkait ketebalan,PPK (H Munandar) menyatakan setuju. 

    "Laporan Tim Teknis ke PPK secara lisan ," terang Widodo di depan  Hakim Ketua Ni Putu Sri Indayani SH MH di ruang Cakra Pengadilan TIPIKOR Surabaya.

    Sementara itu, Sukardi dan Hasan Affandi (Tim Teknis) menerangkan, untuk ketebalan beton ada ketidak sesuaian , namun masuk toleransi.

    "PPK menyatakan ya sudah. Untuk ketebalan dari 6 ke 5, ditambahkan bahu jalan. Hal itu dituangkan dalam hasil akhir volume pekerjaan," kata Sukardi.

    Di tempat yang sama, saksi Andry Setiawan Direktur PT Angling Dharma (Konsultan Perencana) menyebutkan, bahwa kalau diturunkan ketebalan jalan, tidak tahan sampai 10 tahun lamanya. 

    Ditambahkan saksi Karjono (Pokja), bahwa mulai dari pendaftaran, memasukkan dokumen, sampai proses lelang, tidak ada intervensi.

    Kriteria kontraktor untuk dimenangkan adalah harus melalui evaluasi, administrasi  , teknis dan harga. Dari yang lolos empat , diambil harga penawaran terendah.

    Ketika Hakim Ketua Ni Putu Sri Indayani bertanya pada saksi Karjono, apakah tahu kalau perusahaan-perusahaan itu milik satu orang ?

    "Saya tidak tahu Yang Mulia," jawab saksi singkat saja.

    Menurut Pokja, nilai pekerjaan sebesar Rp 6,8 miliar dan CV Raelina Dwikania Jaya mengajukan penawaran RP 4 miliar  sekian.

    Sehabis sidang, Penasehat Hukum (PH)  yakni Adv Dedi RH SH mengatakan, BPK pernah melakukan audit dan ada kerugian negara RP 37 juta dan sudah dibayarkan oleh Edy Suyitno (Direktur).

    Selang berjalan setahun lamanya, ada pemeriksaan ulang dari Tim Ahli dari Kejaksaan dan ada kerugian negara signifikan RP 2,2 miliar. 

    "Tim BPK mengakui ada perubahan 5, Tim Ahli dari Kejaksaan tidak mengakui ada perubahan 5," jelasnya. 

    Sedangkan keterangan saksi-saksi lainnya, menurut Adv Dedi RH SH, keterangan para saksi itu sesuai semuanya. Karena perubahan  sudah tercantum MC -MC yang ada ,  terutama MC 100 untuk pencairan.

    Dalam keterangan sebelumnya, Adv Dedi RH SH mengatakan, bahwa lebih tepatnya, kasus ini harus menggunakan pendekatan hukum administratif dan aspek hukum keperdataan.

    Bahwa kasus ini harus dilihat dalam konteks hukum jasa konstruksi, yang diatur dalam UU No.2 Tahun 2017 tentang Jasa konstruksi. UU ini mengatur seluruh aspek pelaksanaan proyek konstruksi, termasuk kewajiban pelaksana proyek untuk memenuhi standar mutu dan ketentuan teknis yang berlaku..

    Jika terjadi pelanggaran terhadap kontrak kerja  atau ketentuan teknis, UU Jasa Konstruksi menyediakan mekanisme sanksi administratif yang dapat diterapkan kepada pelaksana proyek.

    UU Jasa konstruksi mengatur apabila   penyedia jasa menyerahkan hasil pekerjaaannya secara tidak tepat biaya,  tidak tepat waktu mutu, dan atau tidak tepat waktu , dikenai ganti kerugian sesuai dengan kesepakatan.

    Bahkan apabila menyebabkan gagal bangunan pun tetap dikenakan sanksi administratif. Bahkan secara jelas dan terang tercantum dalam penjelasan umum UU No 2 Tahun 2017 tentang jasa konstruksi , yang secara terang menghapuskan pendekatan pidana beralih menjadi pendakatan administratif dan perdata.

    Dalam kasus ini, kekurangan volume pekerjaan yang ditemukan oleh BPK  dan telah diganti oleh CV Raelina Dwikania Jaya  telah diselesaikan dengan penyelesaian pelanggaran administratif dengan ganti kerugian dan dapat diselesaikan melalui denda administratif lainnya, tanpa perlu adanya penegakan hukum pidana.

    Dalam kasus ini, BPK telah melakukan audit terhadap proyek rekonstruksi jalan Bata Tegal Jati dan menemukan kekurangan volume yang menyebabkan kerugian daerah sebesar Rp 37.026. 361.

    Temuan tersebut telah diselesaikan dan dibayarkan oleh CV Raelina Dwikania  Jaya melalui pengembalian dana.

    Namun, audit selanjutnya yang dilakukan oleh ahli independen atas permintaan Kejaksaan Negeri Bondowoso  menunjukkan adanya kerugian negara yang lebih besar, yaitu RP 2,262 miliar.

    Walaupun kerugian demikian, juga telah dilakukan pengembalian dengan etikad baik.  Timbulnya perbedaan ini memunculkan pertanyaan tentang metode audit  yang digunakan oleh ahli independen tersebut dan dasar perhitungan yang dipakai. 

    Menurut UU No.15 Tahun 2006, bahwa BPK memiliki kewenangan ekskusif untuk melakukan audit terhadap pengelolaan keuangan negara. Sehingga audit yang dilakukan oleh pihak lain, tanpa kewenangan formal dapat dianggap tidak sah.

    Oleh karena itu, jika terdapat perbedaan hasil audit, maka perhitungan kerugian negara seharusnya merujuk pada audit resmi yang dilakukan oleh BPK, bukan oleh pihak ketiga.

    Hal ini sangat penting untuk memastikan bahwa perhitungan kerugian negara didasarkan pada audit yang sah dan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.

    Pendekatan hukum pidana yang diambil oleh JPU tampanya tidak sejalan dengan prinsip Ultimum  remedium. Mengingat bahwa kesalahan dalam proyek ini telah diselesaikan melalui pengembalian dana kekurangan volume dan pelanggaran yang terjadi lebih bersifat administratif. Penerapan sanksi pidana tampak berlebihan.

    Dengan demikian, Edy Suyitno dan Rian Mahendra seharusnya tidak dihukum berdasarkan UU Tipikor. Melainkan diselesaikan melalui sanksi administratif sesuai dengan UU Jasa konstruksi.

    Dijelaskan  Adv Dedi RH SH, pokok keberatan eksepsi terhadap dakwaan Jaksa tentang majelis hakim Pengadilan TIPIKOR Surabaya tidak berwenang mengadili perkara ini. 

    Karena berdasarkan UU Jasa Konstruksi, Perpres Pengadaan Barang dan Jasa , disebutkan bahwa kekurangan spek itu adalah pelanggaran administratif yang harus ditegakkan hukumnya adalah hukum administratif. (ded) 



    • Blogger
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Hasil Audit BPK Tentang Kerugian Negara Adalah Sah, Hasil Audit Pihak Lain Adalah Tidak Sah ? Rating: 5 Reviewed By: Media Surabaya Rek
    Ke Atas