SIDOARJO (mediasurabayarek.net) - Sidang lanjutan Mantan Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari dan Hasan Aminuddin, terus bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, dengan menghadirkan saksi-saksi dari pihak keluarga.
Kali ini, anak-anak dari Hasan Aminuddin dihadirkan oleh Jaksa
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa di depan majelis hakim yang
diketuai oleh Ferdinand Marcus Leander SH MH.
Dalam keterangannya Dini Rahmania yang juga anggota DPR-RI
menyatakan, dia menjabat sebagai Bendahara Yayasan Pondok Hati sejak tahun
2017.
Ketika Jaksa KPK, Yoyok SH bertanya apakah ada sumbangan dari OPD Kabupaten
Probolinggo sebesar Rp 20 juta per bulan ke Pondok Hati ?
“Nggak ada. Saya tidak tahu ada sumbangan dari OPD itu. Saya juga
tidak kenal dengan Edi Suyitno (pengumpul sumbangan Pondok Hati,” jawab saksi.
Giliran Penasehat Hukum (PH) Kristanto SH didampingi Ari Mukti SH
bertanya pada saksi Dini, untuk operasional Pondok Hati berasal dari mana ?
“Saya mengelola Islamic Mart di seputar SPBU, yang hasilnya untuk
Pondok Hati. Sedangkan hasil SPBU omzetnya per hari Rp 300 juta. Untuk
pengelolaan sawah, per hektar mendapatkan Rp 25 juta sekali panen. Ada tiga
kali panen,” jawab saksi.
Lebih lanjut Dini menerangkan, untuk hasil tembakau mencapai Rp
250 juta setiap kali panen.
“Untuk pembelian asset-aset
dilakukan secara mandiri,” tegasnya.
Namun demikian, cukup banyak asset yang disita oleh KPK. Misalnya,
simpanan uang di Commonwealth milik Dini dan suaminya Reza disita KPK. Padahal,
uang itu bukan milik Hasan dan Puput.
Ditambahkan Reza dan Dini, bahwa kelola 2 SPBU di Lumajang dan
Pasuruan. Toko ada lima yang dioperasikan. Ada pula franchise Kebab & Kafe.
Juga mengelola hasil pertanian.
“Untuk tanah kapling di Kraksaan disita KPK. Juga tanah dan bangunan
di Kraksaan lainnya, disita KPK,” ujar Reza.
Reza dan Dini membeli perumahan di Nirwana Jl Kedungbaruk,
Surabaya secara KPR senilai Rp 700 juta. Tahun 2025 mendatang, angsuran rumah
itu akan lunas.
Selain itu, juga membeli Villa Puncak Bromo senilai Rp 700 juta
yang dibeli secara bertahap.
“Saya juga berinvestasi Reksadana
RP 1,4 miliar. Yang hasilnya ditempatkan di SPBU dan berkembang terus.,”
ucap Reza.
Sementara itu, Zulmi Noor Hasani ,selaku Direktur PT Salamah ,
yang mengelola usaha catering, suplai kebutuhan, minimarket dan lainna.
Sedangkan PT Eksekutif bergerak di bidang usaha penyedia jasa tenaga sekuriti
dan cleaning service di sejumlah perusahaan besar di Surabaya , Probolinggo dan
kota lainnya.
“Saya mengelola tenaga outsourcing sebanyak 600 orang pekerja,”
katanya.
Menurut Zulmi, pihaknya juga menyediakan energi terbarukan, berupa
limbah serbuk kayu untuk kebutuhan PLTU Paiton, sebesar 6.000 ton- 8.000 ton.
Ketika Hakim Ketua Ferdinand Leander SH memberikan kesempatan
kepada Hasan Aminuddin untuk memberikan tanggapan atas keterangan saksi-saksi,
langsung angkat bicara.
“Untuk tanah di kawasan Asem Bakor di hamparan di sebelah, memang
punya Zulmi. Untuk SPBU di Lumajang, memang saya yang beli dan tidak boleh
dijual untuk adik-adik (anak-anaknya-red),” ungkapnya. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar