SIDOARJO (mediasurabayarek.net) – Sidang lanjutan Muh. Juhar, Kepala Desa (Kades) Gunung Rancak, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang, dan Safrowi, Bendahara Desa, yang tersandung dugaan perkara korupsi Dana Bantuan Langsung Tunai (BLT-DD) tahun anggaran 2020 sebesar Rp 260,2 juta, terus bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya.
Kali ini agendanya adalah
pembacaan nota pembelaan (pleodi) yang disampaikan oleh Penasehat Hukum (PH)-nya,
yakni Jakfar Sodik SH.
Setelah Hakim Ketua
Darwanto SH membuka sidang dan terbuka untuk umum, langsung bertanya pada PH Jakfar
Sodik SH, apakah sudah siap dengan pembacaan pledoinya.
“Apakah Penasehat Hukum
sudah siap dengan pledoinya, “ tanya majelis hakim kepada Penasehat Hukum (PH)
dan dijawab sudah siap, sehingga dipersilahkan untuk membacakan pledoinya pada
pokok-pokoknya saja. Ini mengingat masih banyak agenda sidang yang menunggu di
Pengadilan TIPIKOR dan belum disidangkan, karena menunggu giliran.
Dalam pledoinya, PH Jakfar
Sodik SH menyatakan, pihaknya memohon kepada majelis hakim Pengadilan TIPIKOR pada Pengadilan Negeri Surabaya berkenan dan dapat mengabulkan dan menjatuhkan putusan, menerima dan mengabulkan nota pembelaan (pledoi) secara keseluruhan.
“Kami memohon majelis
hakim untuk menolak dakwaan dan tuntutan pidana dari Penuntut Umum secara keseluruhan,” ucap PH Jakfar Sodik SH
di ruang Candra Pengadilan TIPIKOR Surabaya, Selasa (27/5/2025).
PH juga memohon majelis
hakim menyatakan Muh. Juhar dan Safrowi,
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan
melakukan tindak pidana korupsi , sebagaimana tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang
diatur dan diancam pasal 3 Undang-Undang
No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal
55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Dan apabila majelis hakim berpendapat lain, kami mohon agar majelis
hakim dapat menjatuhkan putusan yang
seadil-adilnya,” pintanya.
Dalam pledoinya, Jakfar Sodik SH menerangkan, bahwa persoalan ini hanya merupakan kesalahan administrasi. Bahwa tidak ada penyalahgunaan wewenang atau kesempatan atau sarana yang ada pada
diri terdakwa, karena jabatannya.
Selain itu, lanjut dia,
selama proses penyidikan dan persidangan
atas nama terdakwa ini berjalan, telah menunjukkan sikap
tanggungjawab dan kooperatif dengan
bersikap sopan, dan selalu menjawab
pertanyaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) , Penasehat Hukum.dan Yang Mulia
Majelis Hakim dengan jelas dan tegas.
Dan terdakwa adalah tulang punggung keluarga.
“Klien kami sudah melakukan
pengembalian uang kepada negara,” ujarnya singkat saja.
Sehabis sidang, Jakfar Sodik
SH menyatakan, pihaknya membuat pledoi
untuk Muh. Juhar, Kepala Desa (Kades) Gunung Rancak, Sampang, dan Safrowi, Bendahara Desa.
“Pada prinsipnya, pledoi
kami menyatakan bahwa dakwaan dan tuntutan Jaksa yang menafsirkan bahwa kedua
terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar pasal 3 UU TIPIKOR,
menurut kami tidak benar,” cetusnya.
Walaupun mengapresiasi
Jaksa yang telah menuntut hanya 1 (satu) tahun untuk Muh. Juhar dan 1 (satu)
tahun dan 2 (dua) bulan untuk Safrowi. Tetapi, pada dasarnya menyatakan bahwa
pasal 3 UU TIPIKOR itu tidak terbukti.
Karena menurut Penasehat
Hukum, pada saat fakta persidangan, waktu dihadirkan KPM (Keluarga Penerima
Manfaat) atau masyarakat yang menerima bantuan itu memberikan kesaksian bahwa
semua KPM yang dinyatakan tidak menerima itu, pada saat persidangan, saksi dari
jaksa menyatakan bahwa mereka menerima.
“Pada saat penyaluran,
ada tahap satu sampai tahap enam. Tahap satu dan dua, aman dan tidak ada
persoalan. Muncul persoalan pada tahap tiga sampai enam. Karena memang pada
saat itu, yang menyalurkan adalah pihak bank. Bukan dari desa. Desa hanya
mencairkan uang itu dibawa oleh bank dan disalurkan oleh bank juga,” kata Jakfar
Sodik SH.
Pihak desa, Kades dan
perangkat desa yang lain itu hanya membantu. Dan selebihnya setelah selesai
penyaluran itu, kita temukan fakta di persidangan, ada bukti surat dari pihak
bank yang membuat surat pernyataan serah terima uang yang tersalurkan
masing-masing KPM sejumlah 280 orang.
Artinya, semua KPM atau Masyarakat
sudah menerima semuanya. Walaupun memang di persidangan itu, pihak bank
menyatakan masih ada uang. Tetapi, tidak ada bukti apapun. Dan hal itu, oleh
saksi-saksi Kepala Dusun, dua terdakwa (Muh .Juhar dan Safrowi) dan Sekdes dan KPM dinyatakan tidak ada sisa uang.
“Makanya kami meyakini
mudah-mudahan majelis hakim berpendapat bahwa sesuai fakta persidanga, mereka tidak
terbukti. Ini hanya mal-administrasi saja. Karena poin kesalahan yang kami
catat adalah sebenarnya berkaitan dengan mal-administrasi saja. Yaitu bendahara
tidak menyiapkan bukti penerimaan. Contoh, masyarakat setelah menerima uang itu
harus cap jempol dan tanda tangan. Itu di tahap dua , tahap tiga sampai enam
itu, tidak ada,” jelasnya.
Masih lanjut Jakfar Sodik
SH lagi, alasannya adalah pada saat itu bendahara ketika ditanya dan di fakta
persidangan diungkap, kata bendahara mereka berkonsultasi kepada pendamping.
Dan kata pendamping, hal itu tidak usaha dan pihak bank yang bertanggungjawab.
“Kerugian negara sebesar Rp 260 juta dan sudah dikembalikan semuanya. Karena itu, Muh. Juhar dan Safrowi sangat layak dibebaskan. Bahkan Inspektorat yang melakukan audit tidak pernah turun ke bawah. Dia hanya mengaudit dari BAP para saksi, dan hanya BAP yang diperiksa. Tidak tanya ke bawah, KPM. Hanya mengambil dari berita acara," ungkapnya. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar