728x90 AdSpace

  • Latest News

    Rabu, 04 Juni 2025

    Peninjauan Kembali (PK) Moch. Rifangi Layak Dikabulkan

     

                                   


    SURABAYA (mediasurabayarek.net) - Permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Pemohon PK, yakni Moch. Rifangi bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya.

    Setelah Hakim Ketua  Cokia SH MH membuka sidang dan terbuka untuk umum sidang Permohonan PK Moch. Rifangi, langsung bertanya kepada Ketua Tim Penasehat Hukum (PH), Dr. Hufron SH.MH dan Berliane Resty Anggriheny SH, M.Kn,  apakah memori PK akan dibacakan ?

    “Ya, kami akan bacakan memori PK-nya Yang Mulia,” jawabnya yang membacakan pokok-pokoknya saja di ruang Cakra di  Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Rabu (4/6/2025).

    Dalam memori PK, Dr. Hufron SH.MH dan Berliane SH .M.Kn menyatakan, bahwa karena putusan Nomor : 121/Pid.Sus-TPK/2024/PN.Sby tanggal 11 Maret 2025 telah berkekuatan hukum tetap. Maka selanjutnya Pemohon Peninjauan Kembali menyampaikan memori Peninjauan Kembali.

     “Bahwa PK ini diajukan dengan alasan sebagaimana yang telah ditentukan dalam pasal 263  ayat (2) huruf e KUHAP yakni  putusan tersebut  jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau  suatu kekeliruan yang nyata yang akan  dijelaskan lebih lanjut pada poin-poin berikutnya,” ucapnya.

    Menurutnya, Pengadilan TIPIKOR Surabaya  tidak memiliki  kewenangan  untuk memeriksa dan mengadili perkara a-quo. Mengingat peristiwa  yang didakwakan  terhadap Pemohon PK adalah berkaitan dengan pemberian kredit oleh  PT BPR Hambangun Artha Selaras (HAS) kepada Pemohon PK pada tahun 2020.

    Ini tertuang dalam perjanjian kredit Nomor : 199/PK/HAS/2020 tanggal  13 Oktober 2020 sebesar Rp  600 juta.  Perjanjian kredit yang di kemudian hari Pemohon PK  tidak dapat melunasi kredit  tersebut sesuai  dengan  perjanjian kredit.

    Hubungan hukum  yang demikian adalah  hubungan hukum utang-piutang  (perdata). Pemohon PK  memiliki utang terhadap BPR HAS  dan BPR HAS memiliki piutang terhadap Pemohon PK .

    Pemohon PK  yang tidak dapat membayar utangnya secara tepat waktu  sesuai dengan perjanjian kredit  tersebut tentunya dikualifikasikan  sebagai perbuatan  ingkar janji (wanprestasi). Bukan perbuatan melawan hukum.

    Hal yang demikian  juga ditegaskan dalam pasal 8 ayat (3) huruf f Perjanjian kredit :”….. namun  apabila ternyata  Peminjam dalam keadaan tertentu, atau dinyatakan  pailit, atau tidak  mampu lagi membayar dan sudah tidak bisa melunasi seluruh pinjamannya tepat pada  waktunya…….. maka para pihak sepakat  menyatakan peminjam  dalam keadaan ingkar janji.

    Oleh karena hubungan hukum yang terjadi adalah  hubungan hukum utang -piutang /ingkar janji (perdata). Tentu Pemohon PK  tidak boleh diadili / dituntut atas dasar ketidakmampuan  membayar utang,  sebagimana dikuatkan  berdasarkan ketentuan pasal 19  ayat (2)  Undang-UndangNomor 39 Tahun 1999 tentang  Hak Asasi Manusia  : “ Tidak seorangpun  atas putusan pengadilan boleh  dipidana  penjara atau kurungan  berdasarkan atas  alasan ketidakmampuan  untuk memenuhi suatu  kewajiban dalam  perjanjian utang-piutang.

    Selain itu, apabila Pemohon  PK didalilkan  tidak dapat  membayar utangnya sesuai perjanjian kredit, maka langkah penyelesaiannya haruslah  mengacu pada ketentuan yang diatur di dalam perjanjian kredit  tersebut sebagaimana asas “pacta sunt servanda’ dalam pasal 1338 KUHPerdata.

    Bahwa di dalam pasal 10 perjanjian kredit diatur secara  jelas mengenai forum  penyelesaian sengketa mengenai perjanjian kredit  ini dan segala akibat hukumnya,  para pihak telah sepakat  memilih tempat kediaman hukum yang tetap pada kantor  Kepaniteraan Pengadilan Negeri  Kabupaten Tulungagung.

    Andaikata dalam peristiwa pemberian kredit  tersebut terdapat unsur pidana , maka seharusnya  yang diterapkan adalah UU Perbankan, bukan UU  Pemberantasan TIPIKOR sebagaimana  keterangan Ahli Dr. M. Sholehuddin SH .MH di persidangan yang justru  tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim,  mengingat dasar hubungan hukum  yang terjadi adalah peristiwa kredit  perbankan.

    Di samping itu,jika ternyata peristiwa a-quo tidak memenuhi pasal-pasal di dalam  UU Perbankan, maka seharusnya penegakan hukumnya  kembali mengacu pada KUHP, dan tidak bisa loncat kepada UU Pemberantasan  TIPIKOR.

    Nah, berdasarkn hal-hal tersebut, maka dapat diketahui Pengadilan TIPIKOR pada Pengadilan Negeri Surabaya  tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo, baik secara absolut  maupun relatif.

    Sehingga putusan Pengadilan TIPIKOR pada Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 121/Pid.Sus-TPK/2024/Pn.Sby tanggal 11 Maret 2025 yang tetap menjatuhkan pidana penjara  terhadap Pemohon PK atas dasar UU Pemberantasan TIPIKOR  adalah  menunjukkan adanya kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata.

    Dijelaskan Dr. Hufron SH.MH,  bahwa tidak ada kerugian negara dalam perkara a quo. Sebelum perkara a quo dilimpahkan oleh Jaksa Penuntut Umum  kepada  Pengadilan TIPIKOR pada Pengadilan Negeri Surabaya , sebenarnya Pemohon  PK telah  telah melunasi kreditnya kepada BPR HAS. Bahkan Pemohon  PK melunasi melebihi 100 %  dari kreditnya, yakni nilai kredit Rp 600 juta, tetapi telah dilunasi sebesar Rp 781.499.250.

    Dengan demikian, sebenarnya  sudah tidak ada lagi kerugian keuangan negara  yang dialami oleh BPR HAS, sebagaimana  yang didalilkan  di dalam surat dakwaan Penuntut Umum.

    Di samping itu, tidak ada penetapan dari Badan Pemeriksa Keuangan  Republik Indonesia (BPK-RI) yang menyatakan ada kerugian keuangan negara  dalam perkara a quo. Padahal, BPK-RI lah satu-satunya  instansi yang memiliki  kewenangan konstitusional  untuk menyatakan ada atau tidaknya kerugian keuangan negara. Hal tersebut, menunjukkan  adanya kekhilafan  hakim atau kekeliruan  yang nyata.

    Bahwa kerugian BUMN (BUMD) bukan kerugian negara. Andaikata dalam permasalahan kredit Pemohon PK pda BPR HAS  terdapat kerugian negara, seharusnya majelis hakim tingkat pertama  mempertimbangkan ketentuan  pasal 4 B UU BUMN, sebagai  dasar di dalam pertimbangan hukumnya. Sehingga pemohon PK tidak  dapat dijatuhi putusan pemidanaan.

    Pemohon PK telah dikriminalisasi  dalam perkara a quo. Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU)  sebenarnya telah tegas menyebutkan  bukan hanya Pemohon PK  saja yang kreditnya  pada BPR HAS sempat  berstatus kolektibilitas 5 (macet). Melainkan  juga masih ada  terdapat  debitur/nasabah lainnya. 

    Dalam  peridangan diperoleh  fakta -fakta hukum  sebagai berikut : …..karena ternyata  bukan hanya debitur  terdakwa Mochammad  Rifangi yang mengalami  kredit macet, tetapi masih  ada para debitur lain sebanyak  19 debitur dari 25 debitur  inti yang mengalami kredit macet (kolektibilitas 5).

    Hal ini menunjukkan adanya dugaan   penegakan hukum yang dilakukan  secara ‘tebang-pilih’  dengan  mengkriminalisasi Pemohon PK yang apabila dibiarkan  tentu  akan menjadi preseden  buruk bagi penegakan hukum di kemudian hari.

    Pemohon PK tidak dapat  dimintai pertanggungjawaban hukum atas pasal 2  dan pasal 3 UU  Pemberantasan TIPIKOR.

    Pemohon PK  tidak pernah memiliki niat  untuk mengajukan kredit  dengan melampirkan  dokumen palsu. Karena pemohon PK hanya berniat untuk membantu Subandi saja.  Dokumen surat  pesanan (SP) yang dilampirkan  di dalam permohonan  kredit tersebut diterima  oleh Pemohon PK dari Subandi.

    Sebagai orang yang sudah lama  bekerjasama dan mengetahui Subandi memang memiliki usaha  di bidang penyediaan alat Kesehatan. Pemohon PK  tentu  percaya dengan Surat Pesanan yang diberikan oleh Subandi.

    Terlebih lagi, sebelumnya Pemohon PK juga pernah  membantu Subandi  untuk mengajukan kredit dengan system/cara  yang sama  dan tidak pernah ada  masalah, karena kredit yang diajukan  sebelumnya juga  dapat terbayarkan.

    Bahkan di dalam persidangan Subandi juga  menerangkan tidak pernah  memberitahu Pemohon PK. Kalau ternyata  Surat Pesanan  tersebut tidak benar (ditandatangani sendiri). Andaikata dari awal Subandi  jujur memberitahukan hal tersebut kepada Pemohon PK , tentu Pemohon PK  tidak akan mengajukan kredit.

    Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Dr. Hufron SH.MH  menyatakan, memohon kepada Ketua  Mahkamah Agung RI  Cq.  Majelis Hakim PK yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan  memberi putusan dengan amar, menerima permohonan PK yang diajukan oleh  Pemohon PK.

    “Membatalkan  Putusan Nomor : 121/Pid.Sus-TPK/2024/PN.Sby tanggal  11 Maret 2025 yang dimohonkan Peninjauan PK tersebut. Menyatakan terpidana Moch. Rifangi  tidak terbukti  secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan  tindak pidana, sebagaimana  yang didakwakan oleh Jaksa penuntut Umum (JPU)  dalam dakwaannya,” katanya.

    Membebaskan terpidana M. Rifangi  dari dakwaan  JPU  atau setidak-tidaknya  melepaskan terpidana M. Rifangi dari segala tuntutan hukum. Memulihkan harkat dan martabat serta  merehabilitasi nama baik terpidana  M. Rifangi.

    Dan memerintahkan  kepada Penuntut Umum untuk mengembalikan Sertifikat Hak Milik  Nomor 400  atas nama Kamsijah  yang terlampir dalam dokumen kredit kepada terpidana M. Rifangi dan membebankan segala biaya yang timbul dalam perkara ini kepada negara.

    Apabila majelis hakim  terdapat keragu-raguan dalam memutus perkara ini, berdasarkan  azas “ In Du Beo Pro Reo” , maka  yang harus diambil keputusannya adalah yang menguntungkan  bagi terpidana M. Rifangi.

    Sementara itu, Termohon  Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Pasuruan yang diwakili oleh Jaksa Ashari Setia SH menyampaikan tanggapan Penuntut Umum, bahwa menurut UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan TIPIKOR., bahwa BPR HAS itu sahamnya 99 % milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar, karenanya masuk kerugian keuangan negara. 

    Adanya pengembalian kerugian negara itu tidak menghapuskan pidana. Dan  Pengadilan TIPIKOR Pengadilan Negeri Surabaya yang telah memutus perkara M. Rifangi sudah sesuai dan tepat. Alasan terpidana Pemohon PK Moch. Rifangi tidak mendasar. 

    Kesimpulannya, Penuntut Umum memohon majelis hakim PK memutuskan menolak PK yang diajukan oleh  Moch, Rifangi. Dan putusan TIPIKOR tetap sah dan berlaku.

    Setelah Penuntut Umum menyampaikan tanggapannya atas permohonan PK dari Moch, Rifangi. Hakim Ketua Cokia SH mengatakan, sidang diskorsing dulu dan akan dilanjutkan dengan Penandatanganan Berita Acara di ruang Cakra Pengadilan TIPIKOR Surabaya. (ded) 

     

     

     

     

     

     

     

     


    • Blogger
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Peninjauan Kembali (PK) Moch. Rifangi Layak Dikabulkan Rating: 5 Reviewed By: Media Surabaya Rek
    Ke Atas