SURABAYA
(mediasurabayarek.net ) - Sidang lanjutan Arif Wibowo SE. MM, Wakil
Bendahara KONI Kota Kediri, yang tersandung dugaan perkara korupsi dana hibah
Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Kediri Tahun Anggaran
(TA) 2023, dengan agenda tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas nota keberatan
(eksepsi) yang disampaikan oleh Ketua Tim Penasehat Hukum (PH) Eko Budiono SH .
MH dan Zakiyah Rahmah SH di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya.
Dalam tanggapan Jaksa
atas eksepsi PH, memohon majelis hakim agar menolak eksepsi yang disampaikan PH
terdakwa. Dan Penuntut Umum tetap pada surat dakwaan yang telah dibacakan pada
sidang sebelumnya.
“Kami tetap pada dakwaan
dan mohon majelis hakim untuk menolak eksepsi yang disampaikan PH terdakwa,” ucap Jaksa kepada
majelis hakim yang dibacakan di ruang Candra Pengadilan TIPIKOR Surabaya, Kamis
(17/7/2025).
Nah setelah Jaksa
membacakan tanggapannya, Hakim Ketua Ferdinand Marcus Leander SH MH menyatakan,
kini giliran majelis hakim untuk melakukan musyawarah dengan kedua majelis
anggota untuk membuat putusan sela yang akan dibacakan pada Kamis, 24 Juli 2025
mendatang.
“Kami usahakan putusan
sela dilakukan pada Kamis (24/7/2025) depan, jam 10.00 pagi ya,” ujar majelis
hakim seraya mengetukkan palunya sebagai pertanda sidang selesai dan berakhir
sudah.
Sehabis sidang, Ketua
Tim Penasehat Hukum (PH) Eko Budiono SH . MH dan Zakiyah
Rahmah SH menjelaskan, bahwa surat dakwaan dari JPU hanyalah copy-paste. Maka dakwaan
Penuntut Umum batal demi hukum.
Dan terkait kerugian
negara tidak ada penjelasan secara jelas mengenai perhitungannya, hanya
berdasarkan dari hasil perhitungan BPKP. saja
“Kerugian dibebankan
pada Pak Arif Wibowo, yang Rp 2,21 miliar. Tanpa menjelaskan kerugian negara
yang disebabkan oleh Ketua KONI, Kwin Atmoko. Dan Bendaharnya, Dian
Ariyani, sekitar Rp 219, 4 juta. Dan
Ketua KONI tidak ada kerugian yang ditimbulkan sama-sekali,” cetusnya.
Dijelaskan Eko Budiono
SH . MH, bahwa kliennya hanya menjalankan perintah saja. Dalam dakwaan Jaksa,
hanya Bendahara dan Wakil Bendahara saja. Sedangkan Ketua KONI tidak ada
kerugian negara yang ditimbulkannya.
“Ya, dibuktikan saja
(dakwaan itu). Kita menganut azas praduga tidak bersalah. Bahwa dakwaan Penuntut Umum batal demi hukum,” katanya.
Sebagaimana dalam
eksepsi PH, memohon kepada majelis hakim Pengadilan TIPIKOR pada Pengadilan
Negeri Surabaya pemeriksa perkara No :
90 /Pid.Sus-TPK/2025/PN.Sby untuk dapat
menjatuhkan putusan sela, dengan mengabulkan
dan atau menerima eksepsi terdakwa untuk seluruhnya.
“Menyatakan dakwaan
Jaksa Penuntut Umum batal demi hukum. Dan membebankan biaya perkara kepada negara.
Apabila majelis hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya,” jelas
Eko Budiono SH . MH dan Zakiyah Rahmah SH.
Dalam eksepsi, disebutkan
bahwa surat dakwaan Jaksa sangat tidak cermat, tidak jelas dan kabur.
Karena dalam surat dakwaan Jaksa tidak
menguraikan secara cermat kedudukan Ketua
KONI Kota Kediri ,selaku penanggungjawab penuh akan jabatannya.
Sehingga ada uraian
kronologi yang sengaja diputus,agar
pertanggungjawaban semua tertuju
dan terarah kepada terdakwa Arif. Faktanya,
secara jelas Ketua dan Bendahara KONI
Kota Kediri menandatangani semua
dokumen dengan sadar. Mereka mempunyai
ilmu pengetahuan, pendidikan yang tinggi
dalam jabatannya, tidak dalam
keadaan terganggu fisik dan
pikirannya. Mengetahui akan semua
kegiatan dan turut serta dalam
kegiatan penyaluran anggaran.
Sehingga secara otomatis ketelitian dan pemahaman akan dokumen
yang ditanda tanganinya menjadi
prioritas utama. Semua pekerjaan yang dilakukan oleh Arif, selaku Wakil Bendahara,
jelas mendasarkan pada perintah/instruksi dari Ketua dan Bendahara.
“Arif hanya melakukan semua tugas sesuai Tupoksi dan hasil kesepakatan
antara Ketua, Bendahara dan Wakil
Bendahara. Bukan bertindak atas nama terdakwa sendiri. Dengan demikian , surat dakwaan jaksa tidak cermat,
tidak jelas, dan kabur. Selayaknya
untuk dinyatakan batal demi hukum.
Dalam dakwaan Jaksa,
disebutkan bahwa kasus ini bermula saat tahun 2023, KONI Kota Kediri menerima
bantuan dana hibah beruoa uang melalui SKPD Dinas Kebudayaan, Pariwisata,
Kepemudaan, dan Olahraga senilai Rp 10 miliar yang terbagu untuk beberapa
kegiatan.
Namun ditemukan fakta,
bahwa Mantan Ketua KONI, Kwin Atmoko, Bendahara Dian Ariyani, dan Wakil Bendahara Arif
Wibowo, yang diduga melakukan penggelembungan penggunaan anggaran (mark-up)
dana hibah untuk kegiatan pembayaran uang Puslatkot (Pusat Latihan Kota)
pelatih dan atlet, pembayaran uang saku pelatih dan atlet untuk kegiatan Porprov
(Pekan Olahraga Provinsi) Jatim VIII Tahun 2023, dan belanja transportasi
angkutan.
Dalam dakwaan Jaksa
disebutkan pula, bahwa ada tiga terdakwa dalam kasus korupsi dana hibah
KONI Kota Kediri. Yakni Mantan Ketua KONI, Kwin Atmoko, Bendahara Dian Ariyani,
dan Wakil Bendahara Arif Wibowo.
Ketiganya dinilai
menjadi orang yang paling bertanggungjawab atas kasus korupsi di tubuh
KONI. Sementara kerugian penyalahgunaan anggaran itu sebesar Rp 2,4 miliar.
Dari hasil pengusutan
Jaksa, ketiga terdakwa diduga melakukan mark-up penggunaan anggaran dana hibah
B untuk kegiatan pembayaran uang Puslatkot (Pusat Latihan Kota) pelatih dan
atlet, pembayaran uang saku pelatih dan atlet untuk kegiatan Porprov (Pekan Olahraga
Provinsi) Jatim VIII Tahun 2023, dan belanja transportasi angkutan.
Berdasarkan audit Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) , negara dirugikan sebesar Rp 2,409
miliar dari total anggaran hibah sebesar Rp 10 miliar. Dana tersebut diduga
diselewengkan dalam berbagai kegiatan, termasuk pembayaran honor yang tidak
sesuai dengan jumlah dan waktu.
Dalam dakwaan primair,
melanggar pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana
telah diubah dengan Undang- Undang Nomor . 20 Tahun 2001, Jo pasal 55 ayat (1) KUHP.
Dan dakwaan
subsidiair pasal 3 Jo pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah
diubah dengan Undang- Undang Nomor . 20 Tahun 2001, Jo pasal 55 ayat (1) KUHP.
Atau dakwaankedua pasal 8 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor . 20 Tahun 2001, Jo pasal 55 ayat (1) KUHP. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar