SIDOARJO (mediasurabayarek.net)
– Sidang lanjutan Yusuf Safriansyah yang
tersandung dugaan perkara korupsi jual-beli lahan di Desa Jambean, Kecamatan
Krash, Kabupaten Kediri, yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 3,229 miliar,
kini dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan oleh Penuntut Umum
dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kediri.
Ada 3 (tiga) saksi yang
dihadirkan dan diperiksa di depan Hakim Ketua Cokia SH MH dan Penuntut Umum.
Ketiga saksi itu adalah Satria (pimpinan
KJPP SISCO), Moh. Eka Saputra (staf
penilai dari KJPP SISCO), dan Ramadhana (staf
teknis dari KJPP Abdullah), yang diperiksa secara marathon di depan persidangan.
Dalam
keterangannya, Satria
(pimpinan KJPP SISCO) menyatakan, waktu itu Suryanto (Ketua Tim Pengadaan
Lahan dari PTPN X) mengontak dan menghubungi dirinya. Karena dinilai sudah pengalaman dalam melakukan
penilaian terhadap lahan dan bangunan sebelumnya.
“Saya dikontak Suryanto
(kini : almarhum) untuk melakukan penilaian atas obyek
tanah yang dimiliki oleh warga desa Jambean. Selama 1 (satu) bulan menyelesaikan penilaian. Selama itu, berinteraksi dengan Suryanto, Yusuf dan pemerintah desa. Mereka memberikan
bukti-bukti sertifikat pemilik tanah, denah tanah dan sebagainya,” ucap Satria
di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Rabu
(16/7/2025).
Sebelum KJPP SISCO
diminta untuk melakukan penilaian atas obyek tanah yang dimiliki oleh warga, KJPP
Abdullah yang mengerjakan penilaian obyek tanah tersebut. Dalam perjalanan, KJPP
Abdullah tidak dilanjutkan dan membatalkan kontrak.
“KJPP Abdullah tidak
dilanjutkan, diketahui ada 13 pemilik tanah dari warga. Dan satu tanah Desa
seluas sekitar 4.000 M2. Hampir semua ada bukti kepemilikannya. Awalnya tidak
ada keraguan. Hasilnya diberitahukan kepada Suryanto (yang juga Kabag Umum dan
Aset PTPNX). Ada hasil, kasih laporan dan selesai,” ujarnya.
Kini giliran Jaksa
Penuntut Umum (JPU) Adisti SH dari Kejari Kediri bertanya pada saksi Satria,
siapa yang turun ke lapangan ?
“Pak Eka yang turun ke
lapangan. Tidak pernah ke BPN. Kami
melakukan pengecekan legalitas, survei lapangan, analisa data, dan lainnya. Setahu
kami, tidak ada sengketa dan fokus pada nilainya saja,” cetus Satria lagi.
Dijelaskan Satria, bahwa ada 2 (dua) SPK untuk 13 aset tanah dan
1 (satu) milik desa. Untuk tanah milik warga ada penggantian. Diusulkan tukar -guling untuk tanah desa, tetapi ada
jual-beli tanah.
“(Selama ini-red) Tidak
ada SOP yang dilanggar. Dan hasil dari appraisal digunakan untuk dasar
transaksi,” kata Satria dengan nada penuh ketegasan di depan persidangan.
Kemudian Jaksa Adisti SH
bertanya pada saksi Ramadhana (staf teknis dari KJPP Abdullah), apa kesimpulan yang
saudara saksi sampaikan ?
“Tidak boleh jual-beli
tanah. Tetapi, boleh tukar-guling,” cetusnya, yang juga menegaskan, bahwa
tidak dilakukan pengecekan atas surat
segel Tahun 73 di BPN pada waktu itu.
Sehabis sidang, Satria
mengungkapkan, intinya sudah melakukan segala sesuatunya sebaik mungkin, dan
membantu penyidikan dengan menyampaikan segala sesuatu apa adanya. Supaya kebenaran
biar terungkap.
“Dalam konteks segala
prosedur dan proses penilaian, Insya Allah kita sudah sesuai. Kami fokus pada
nilainya. Dalam penilaian, semua prosedur lengkap dan kami yakin dengan
kalkulasi harga,” tukasnya.
Dijelaskan Satria, dalam
sidang tadi tidak dibahas sama-sekali tentang
akurasi nilai. Jadi, dianggap cukup layak.
"Kami dari penilai,
tidak tahu apa yang terjadi dengan laporan kami, selepas laporan telah
diserahkan. Apa yang terjadi setelahnya, sudah bukan urusan kami lagi. Kalau
kami penilaiannya tuntas. Laporannya untuk apa, hal itu bukan menjadi
tanggung-jawab kami,” tandasnya mengakhiri wawancaranya dengan media massa di
Pengadilan TIPIKOR, Surabaya. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar