SURABAYA (mediasurabayarek.net ) - Sidang lanjutan Dian Ariyani, SE. M.Si, Mantan Bendahara KONI kota Kediri , yang tersandung dugaan perkara korupsi dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Kediri Tahun Anggaran (TA) 2023, dengan agenda pembacaan nota keberatan (eksepsi) yang disampaikan oleh Ketua Tim Penasehat Hukum (PH) Andika Putra Pratama SH dan Dio Akbar R. Purba SH di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya.
Dalam eksepsinya, Andika
Putra Pratama SH memohon kepada majelis hakimu untuk menjatuhkan putusan sela
dengan amar putusan yang pada pokoknya menyatakan, menerima eksepsi Penasehat
Hukum Dian Ariyani SE, M.Si untuk seluruhnya.
“Menyatakan surat
dakwaan Jaksa Penuntut Umum dengan No.Reg. Per : PDS-02/KDIRI/ft.1/06/2025
batal demi hukum. Menetapkan agar pemeriksaan perkara terhadap Dian Ariyani
untuk tidak dilanjutkan,” ucapnya di ruang Candra Pengadilan TIPIKOR Surabaya,
Kamis (10/7/2025).
Selain itu, menurut Andika Putra SH, juga memohon majelis hakim agar
memulihkan hak Dian Ariyani dalam hal kemampuan, kedudukan, harkat serta
martabatnya. Dan membebankan biaya perkara kepada negara.
Atau apabila Majelis
Hakim Yang Mulia atas dasar pertimbangannya berpendapat lain, Penasehat Hukum
memohon putusan yang seadil-adilnya.
Bahwa Jaksa Penuntut
Umum (JPU) telah salah dalam menerapkan dan menggunakan pasal dalam dakwaan terhadap
Dian Ariyani, dikarenakan dalam kronologis dakwaannya. Khususnya pada surat
dakwaan JPU halaman 26. Yakni “… sengaja menggelapkan uang atau surat berharga
yang disimpan karena jabatannya. Yaitu sejumlah uang sebesar Rp 219, 45
juta. Atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan
oleh orang lain., atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut, yaitu oleh
Arif Wibowo, selaku Wakil Bendahara KONI menggelapkan dana hibah KONI Kota
Kediri Tahun Anggaran 2023 sejumlah Rp 2,4 miliar.
Pada kronologis surat
dakwaan JPU, khususnya pada halaman 35, disebutkan bahwa “…Terdakwa Dian
Ariyani menerima transfer dari Arif Wibowo SE, MM melalui rekening Bank BCA
milik terdakwa nomor 0331555192 dengan jumlah sebesar Rp 219,45 juta.
Yang artinya, bahwa uang
tersebut sejak awal atau tidak sejak semula berada dalam penguasaan Dian
Ariyani secara sah. Melainkan berada di tangan Arif Wibowo, yang kemudian
dipindah tangankan melalui transfer ke rekening pribadi milik Dian Ariyani.
“Sehingga hal ini jelas
bertentangan dengan unsur-unsur penggelapan dalam jabatan sesuai pasal 8 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana
telah diubah dengan Undang- Undang Nomor . 20 Tahun 2001,” ujar Andika Putra SH.
Dalam eksepsi disebutkan
pula, bahwa Dian Ariyani dan Arif Wibowo menyatakan dalam BAP penyidikannya dan
BAP konfrontasi, yang dihadiri keduanya dan menyatakan bahwa aliran uang
tersebut adalah aliran uang pinjaman antara Dian Ariyani yang meminjam kepada
Arif Wibowo. Bukan terkait aliran dana dalam dugaan pidana in casu.
Yang mana terdapat
beberapa aliran uang serupa dengan nominal yang lebih besar kepada beberapa
pihak lainnya. Namun JPU tidak pernah memeriksa dan memanggil para pemberi
aliran uang kepada Dian Ariyani tersebut. Dan seolah-olah menutup mata akan
fakta hukum tersebut.
Sehingga Sebagian fakta
dalam perkara in casu tidak dimunculkan dalam surat dakwaan JPU tersebut,
mengakibatkan kerancuan dan kaburnya fakta hukum dalam perkara in casu.
“ Oleh karena itu sudah
sepatutnya ketidakcermatan, kerancuandan ketidakjelasan dalam menyusun
pokok-pokok surat dakwaan JPU tersebut mengakibatkan surat dakwaan JPU patut dinyatakan batal demi
hukum,” ucap Andika Putra SH.
Sehabis sidang, Andika
Putra Pratama SH mengatakan, pada intinya eksepsi kemarin pertama menyinggung
terkait praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Kediri, terkait proses penetapan
tersangka yang tidak benar.
“Ini kita masukkan lagi
di poin eksepsi kita, selain itu ada beberapa hal terkait fakta yang kurang
cermat , yang tidak dimasukkan dalam surat dakwaan oleh JPU,” cetusnya.
Dijelaskan Andika Putra
SH, bahwa Dian Ariyani tidak menerima uang terkait dana hibah tersebut.
Kalaupun dalam surat dakwaan Jaksa, terdapat aliran dana sebesar Rp 219,45 juta
itu adalah hutang-piutang dan diakui oleh Arif Wibowo dalam BAP-nya.
“Kita tetap meminta
kepada majelis hakim untuk menyatakan dakwaan Jaksa batal demi hukum, “
ungkapnya.
Sebagaimana dakwaan
Jaksa, disebutkan bahwa kasus ini bermula saat tahun 2023, KONI Kota Kediri
menerima bantuan dana hibah beruoa uang melalui SKPD Dinas Kebudayaan,
Pariwisata, Kepemudaan, dan Olahraga senilai Rp 10 miliar yang terbagu untuk
beberapa kegiatan.
Namun ditemukan fakta,
bahwa Mantan Ketua KONI, Kwin Atmoko, Bendahara Dian Ariyani, dan Wakil
Bendahara Arif Wibowo, yang diduga melakukan penggelembungan penggunaan
anggaran (mark-up) dana hibah untuk kegiatan pembayaran uang Puslatkot (Pusat
Latihan Kota) pelatih dan atlet, pembayaran uang saku pelatih dan atlet untuk
kegiatan Porprov (Pekan Olahraga Provinsi) Jatim VIII Tahun 2023, dan belanja
transportasi angkutan.
Mulai dari berkas laporan pertanggungjawaban hingga bukti penarikan uang dari bank. Lalu juga ada
uang Rp 700 juta yang dikembalikan Arif Wibowo saat proses penyidikan.
Dalam dakwaan Jaksa
disebutkan pula, bahwa ada tiga terdakwa
dalam kasus korupsi dana hibah KONI Kota Kediri. Yakni Mantan Ketua KONI, Kwin
Atmoko, Bendahara Dian Ariyani, dan Wakil Bendahara Arif Wibowo.
Ketiganya dinilai
menjadi orang yang paling
bertanggungjawab atas kasus korupsi di tubuh KONI. Sementara kerugian
penyalahgunaan anggaran itu sebesar Rp 2,4 miliar.
Dari hasil pengusutan
Jaksa, ketiga terdakwa diduga melakukan mark-up penggunaan anggaran dana hibah
B untuk kegiatan pembayaran uang Puslatkot (Pusat Latihan Kota) pelatih dan
atlet, pembayaran uang saku pelatih dan atlet untuk kegiatan Porprov (Pekan
Olahraga Provinsi) Jatim VIII Tahun 2023, dan belanja transportasi angkutan.
Berdasarkan audit Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) , negara dirugikan sebesar Rp 2,409
miliar dari total anggaran hibah sebesar Rp 10 miliar. Dana tersebut diduga
diselewengkan dalam berbagai kegiatan, termasuk pembayaran honor yang tidak sesuai
dengan jumlah dan waktu.
Dalam dakwaan primair,
melanggar pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana
telah diubah dengan Undang- Undang Nomor . 20 Tahun 2001, Jo pasal 55 ayat (1)
KUHP.
Dan dakwaan subsidiair
pasal 3 Jo pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dengan
Undang- Undang Nomor . 20 Tahun 2001, Jo pasal 55 ayat (1) KUHP. Atau kedua
pasal 8 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor . 20 Tahun 2001,
Jo pasal 55 ayat (1) KUHP. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar