SURABAYA
(mediasurabayarek.net ) - Tak tanggung-tanggung, Jaksa Penuntut Umum
(JPU) Nita SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Pacitan menghadirkan 10 saksi sekaligus,
dalam sidang lanjutan Nursetya Ardhi Arima, S.Kom (marketing BRI) dan
Handjar Pramudya SE (Kepala Unit BRI), yang tersandung dugaan perkara
korupsi Kredit Usaha Rakyat (KUR) fiktif, di ruang Cakra Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Selasa (12/8/2025).
Adapun 10 saksi itu adalah
Yaimin, Ahmad Rokib, Suwarto, Wakiran, Yusuf, Wahono, Mutahid, Nazarudin, dan Suyatno,
yang diperiksa secara marathon di depan Hakim Ketua I Made Yuliada SH MH di muka persidangan.
Setelah majelis hakim
membuka sidang dan terbuka untuk umum, langsung mempersilahkan Jaksa Nita dari
Kejari Pacitan bertanya kepada saksi-saksi yang dihadirkan di persidangan.
“Silahkan Bu Jaksa untuk
bertanya pada saksi-saksi terlebih dahulu,” pinta majelis hakim.
Tanpa berlama-lama lagi,
Jaksa Nita SH bertanya pada saksi Yaimin, apakah saksi menandatangani pengajuan
permohonan pinjaman KUR BRI ?
“Ya, saya menandatangani
permohonan pinjaman KUR BRI, dengan menyertakan fotokopi Kartu Keluarga (KK)
dan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Saya juga tanda tangan pencairan,” jawab saksi
singkat saja.
Kembali Jaksa Nita SH
bertanya pada saksi, berapa uang yang saksi ambil dari pencairan uang Rp 50
juta itu ?
“Saya hanya mengambil Rp
16 juta dan sisanya Rp 34 juta diambil oleh Saiful (adik dari Sulastri), yang
mencari para nasabah itu,” jawab saksi lagi.
Sementara itu, saksi
Ahmad Rokib menyebutkan, bahwa pada tahun 2022 lewat Sulastri, ada pengajuan
kredit KUR BRI. Sulastri pinjam namanya untuk pengajuan kredit KUR tersebut.
“Ada petugas dari BRI
datang melakukan survey, foto-foto dan
tanda tangan. Sebelumnya, saya menyerahkan KTP, KK , dan SPPT. Untuk yang pertama dilunasi, dengan plafon Rp 50
juta. Saya terima Rp 2 juta dan sudah melunasi. Sedangkan kedua, saya dijanjikan Sulastri Rp 2
juta. Tetapi, belum dikasihkan sampai sekarang ini,” ucapnya.
Menurut Ahmad Rokib, dia
tidak pernah mengajukan Surat Keterangan Usaha (SKU) ketika melengkapi persyaratan
pengajuan pinjaman KUR BRI. Lantas, sertifikatnya diserahkan ke petugas BRI.
Sedangkan saksi Suwarto
menerangkan, bahwa dia pinjam Rp 30 juta. Kata Sulastri kredit cair Rp 50
juta. Sisanya yang Rp 20 juta diambil oleh
Sulastri.
“Saya usaha pembibitan
sapi perah dan mengajukan pinjaman KUR BRI tahun 2021. Saya dipakai nama 2
kali. Selang 4 bulan saya bayar Rp 14 juta dan Rp 16 juta. Pada tahun 2022, dimintai fotokopi KK dan KTP.
Untuk yang kedua, mendapatkan pinjaman
Rp 50 juta. Cuma dikasih ATM, atas nama istri Dwi Lestari. ATM-nya dibawa Saiful—adik
Sulastri,” cetusnya.
Di tempat yang sama,
saksi Nazarudin menyatakan, mengajukan pinjaman KUR pada tahun 2021 dan 2022.
Pertama dilunasi dan pinjam lagi. Pertama cair Rp 50 juta. Dikasih Rp 2 juta
oleh Sulastri. Persyaratan pengajuannya
dimintai fotokopi KTP, KK, dan SPPT.
“Petugas BRI survey kandang dan rumah. Tahun 2022, mengajukan pinjaman
KUR lagi, Tetapi, pakai KTP istri dan KK. Lalu disurvei oleh Ardhi. Ada sapi
perah dan sapi pedaging. Waktu itu, cair RP
50 juta diambil Sulastri. Saya dikasih Rp 2 juta dan sudah dikembalikan ke
Kejaksaan,” katanya.
Hal senada diutarakan
oleh Suyatno, bahwa dia mengambil Rp 3 juta dan belum dikembalikan. Tetapi, sekarang
sudah punya uang dan akan dititipkan ke Kejaksaan.
Hakim Ketua I Made
Yuliada SH mengatakan, jika saksi sudah punya uang segera titipkan ke
Kejaksaan. Agar tidak ada masalah lagi nantinya.
Kini giliran Penasehat
Hukum (PH) Teguh Prastyo Nur Widiyanto SH untuk bertanya pada saksi-saksi,
apakah pernah disurvei Ardhi dan menanyakan uang pinjaman KUR itu akan dipakai sendiri atau
orang lain ?
“Saya jawab dipakai
sendiri. Ini atas perintah atau disuruh oleh Sulastri. Jika
ada petugas survey BRI katakan uang dipakai sendiri. Ketika survey juga foto kandang,” jawab saksi-saksi.
Kesepuluh saksi mengakui
pernah dikumpulkan Kades untuk membahas masalah Sulastri. Dan para saksi juga
hadir di Dusun, ada Handjar untuk mencari solusi dan BRI melakukan penagihan.
BRI sendiri, tidak tahu
bahwa saksi-saksi itu ada kesepakatan dengan Sulastri. Para saksi percaya kepada
Sulastri, karena kaya dan memilik sapi dalam jumlah banyak di desanya.
Kembali PH Teguh Prastyo
Nur Widiyanto SH bertanya pada 10 saksi, apakah pernah memberikan sesuatu
pada Ardhi ?
“Saya tidak pernah
memberikan sesuatu pada Ardhi,” jawab saksi serentak di depan persidangan.
Nah, setelah pemeriksaan
saksi-saksi dirasakan sudah cukup, Hakim
Ketua I Made Yulaida SH mengatakan , sidang akan dilanjutkan pada Jum’at , 22
Agustus 2025 mendatang.
Sehabis sidang, PH Teguh
Prastyo Nur Widiyanto SH mengungkapkan, kalau Ardhi terkait dengan survey
dan Handjar berkaitan dengan penagihan.
“Untuk Ardhi terkait survey, (menanyakan) apakah uang itu digunakan sendiri atau orang lain. Dan uang itu digunakan untuk apa. Hal itu sudah
ditanyakan pada mereka, termasuk syarat-syaratnya apa saja. Hal itu sudah
disampaikan, tetapi mereka mengingkari. Baik Ardhi maupun Handjar, tidak tahu
bahwa saksi-saksi itu ada kesepakatan dengan Sulastri. Justru para saksi ini
bersekongkol dengan Sulastri,” tukasnya.
Menurut PH Teguh Prastyo
Nur Widiyanto SH , apa yang telah dikerjakan oleh Ardhi , mulai pengajuan
hingga pencairan itu sudah sesuai dengan SOP bank. Cuman para saksi mengingkari hal itu.
“Baik Ardhi maupun Handjar,
tidak menikmati uang sepeserpun,” tandasnya mengakhiri wawancara dengan media
massa di Pengadilan TIPIKOR Surabaya. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar