“Mengadili menyatakan eksepsi Kwin Atmoko Yuwono tidak dapat diterima atau ditolak. Memerintahkan Penuntut Umum untuk melanjutkan sidang pokok perkara. Dan menangguhkan biaya perkara sampai putusan akhir,” ucap Ketua Majelis Hakim Ferdinand Marcus Leander SH MH dalam amar putusan sela yang dibacakan di ruang Candra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya.
Majelis hakim tidak sependapat
dengan eksepsi Kwin Atmoko Yuwono , yang
menyatakan bahwa surat dakwaan Jaksa batal demi hukum. Karena tidak menguraikan
Tupoksi dari Bendahara dan Wakil Bendahara KONI.
Alasan dakwaan jaksa
tidak cermat, lengkap, dan kabur, itu bukan dijadikan alasan keberatan untuk
membatalkan dakwaan Penuntut Umum.
“Hal ini sudah masuk
pokok perkara, mengenai kerugian negara dan siapa yang harus bertanggungjawab.
Karena sudah masuk perkara , maka perkara harus diuji dalam persidangan,” ujar
majelis hakim.
Majelis hakim menolak
eksepsi , dengan pertimbangan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah diberikan tanggal, ditandatangani, dan
diuraikan secara lengkap. Oleh karenanya, surat dakwaan itu adalah sah berdasarkan
hukum.
Perihal peranan terdakwa
nantinya, akan dibuktikan disidang pokok perkara.
Nah, setelah membacakan
amar putusan sela dan dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Ferdinand Marcus
Leander SH MH menyatakan, sidang berikutnya adalah pemeriksaan saksi-saksi dari
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kamis, 7 Agustus 2025 mendatang.
“Silahkan Jaksa
menghadirkan saksi-saksinya pada sidang pembuktian pokok perkara pada Kamis
(7/8/2025) jam 1 siang ya,” cetus majelis hakim seraya mengetukkan palunya
sebagai pertanda sidang selesai dan ditutup.
Sehabis sidang, Ketua
Tim Penasehat Hukum (PH) Kwin Atmoko, yakni Dr. Dr. H. Nurbaedah SH.
S.Ag.MH.MH mengatakan, pihaknya siap mengikuti proses hukum selanjutnya.
“Tanggapan kami atas
putusan sela majelis hakim, siap mengikuti
proses hukum selanjutnya,” katanya.
Sebagaimana dalam surat
dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) ,
disebutkan bahwa kasus ini bermula saat tahun 2023, KONI Kota Kediri menerima
bantuan dana hibah berupa uang melalui SKPD Dinas Kebudayaan, Pariwisata,
Kepemudaan, dan Olahraga senilai Rp 10 miliar yang terbagi untuk beberapa
kegiatan.
Namun ditemukan fakta,
bahwa Mantan Ketua KONI, Kwin Atmoko, Bendahara Dian Ariyani, dan Wakil
Bendahara Arif Wibowo, diduga melakukan penggelembungan penggunaan anggaran
(mark-up) dana hibah untuk kegiatan pembayaran uang Puslatkot (Pusat Latihan
Kota) pelatih dan atlet, pembayaran uang saku pelatih dan atlet untuk kegiatan
Porprov (Pekan Olahraga Provinsi) Jatim VIII Tahun 2023, dan belanja
transportasi angkutan.
Disebutkan pula dalam
dakwaan Jaksa, bahwa tiga terdakwa dalam kasus korupsi dana hibah
KONI Kota Kediri. Yakni Mantan Ketua KONI, Kwin Atmoko, Bendahara Dian Ariyani,
dan Wakil Bendahara Arif Wibowo.
Ketiganya dinilai
menjadi orang yang paling bertanggungjawab atas kasus korupsi di tubuh
KONI. Sementara kerugian penyalahgunaan anggaran itu sebesar Rp 2,4 miliar.
Dari hasil pengusutan
Jaksa, ketiga terdakwa diduga melakukan mark-up penggunaan anggaran dana hibah
B untuk kegiatan pembayaran uang Puslatkot (Pusat Latihan Kota) pelatih dan
atlet, pembayaran uang saku pelatih dan atlet untuk kegiatan Porprov (Pekan Olahraga
Provinsi) Jatim VIII Tahun 2023, dan belanja transportasi angkutan.
Hasil audit Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) , negara dirugikan sebesar Rp 2,409
miliar dari total anggaran hibah sebesar Rp 10 miliar. Dana tersebut diduga
diselewengkan dalam berbagai kegiatan, termasuk pembayaran honor yang tidak
sesuai dengan jumlah dan waktu.
Dalam dakwaan primair,
melanggar pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana
telah diubah dengan Undang- Undang Nomor . 20 Tahun 2001, Jo pasal 55 ayat (1) KUHP.
Dan dakwaan
subsidiair pasal 3 Jo pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah
diubah dengan Undang- Undang Nomor . 20 Tahun 2001, Jo pasal 55 ayat (1) KUHP.
Atau kedua pasal 8 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor .
20 Tahun 2001, Jo pasal 55 ayat (1) KUHP. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar