728x90 AdSpace

  • Latest News

    Rabu, 22 Oktober 2025

    Nursetya Ardhi dan Handjar Pramudya Layak Dibebaskan

      



    SURABAYA (mediasurabayarek.net) –  Kini tibalah saatnya Penasehat Hukum (PH) Teguh Prastyo Nur Widiyanto SH menyampaikan nota pembelaan (pledoi) dari Nursetya Ardhi Arima, S.Kom (marketing BRI) dan  Handjar Pramudya SE (Kepala Unit BRI), yang tersandung dugaan perkara korupsi Kredit Usaha Rakyat (KUR) fiktif, di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Selasa (21/10/2025).

    Seusai Hakim Ketua I Made Yuliada SH MH membuka sidang dan terbuka untuk umum, PH Teguh Prastyo SH langsung membacakan pledoinya di depan majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ratno Timur SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Pacitan.

    Dalam pledoinya, Teguh Prastyo SH menyebutkan, Nursetya Ardhi Arima memohon kepada majelis hakim untuk menyatakan menerima pledoi (pembelaan) kuasa hukum  Nursetya untuk seluruhnya.

    “Menyatakan menolak seluruh dalil-dalil dalam surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atau setidak-tidaknya menyatakan tidak dapat diterima. Dan menyatakan JPU tidak dapat membuktikan salah satu dari unsur delik yang ada, pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana, sebagaimana  yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ucapnya.

    Atau setidak-tidaknya  perbuatan hukum yang dilakukan yang dilakukan oleh Nursetya Ardhi Arima bukanlah perbuatan pidana, melainkan perbuatan perdata.

    “Membebaskan Nursetya Ardh dari dakwaan primer atau setidak-tidaknya untuk melepaskan Nursetya  dari segala tuntutan hukum. Memulihkan hak-hak Nursetya  dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya. Memerintahkan Penuntut Umum untuk membebaskan Nursetya dari tahanan. Membebankan biaya perkara kepada negara,” pinta Teguh Prastyo SH.

    Atau apabila majelis hakim tetap berkeyakinan bahwa Nursetya  tetap bersalah, mohon memberikan putusan yang seringan-ringannya.

    Dalam kesempatan itu, juga disampaikan hal-hal yang meringankan , yaitu  Nursetya belum pernah dihukum sebelumnya. Nursetya adalah tulang punggung keluarga dari 1 orang istri, 2 orang  anak dan kedua orang  tua dan mempunyai kewajiban untuk menafkahi keluarga.

    Nursetya bersikap sopan dan kooperatif selama persidangan berlangsung. Sebab apa yang diterangkan oleh terdakwa, tidak berbelit-belit dan menjelaskan sebatas  apa yang diperbuat, lihat dan dialami saja.

    Lagi pula, Nursetya tidak pernah menikmati atau menerima hasil dari tindak pidana, dan tidak menerima keuntungan dari tindak pidana.

    Menurut Teguh Prastyo SH, dalam fakta persidangan  menunjukkan bahwa Nursetya tidak pernah mengetahui ataupun menyetujui penyerahan dana kredit kepada Sulastri. Tidak ada komunikasi atau kesepakatan untuk  melakukan penyimpangan penggunaan kredit

    Dan sebaliknya, terdapat kesepakatan  jahat antara  Sulastri dan para nasabah sebelum proses kredit berlangsung. Sulastri menawarkan ‘pinjam nama’ dengan imbalan uang dan mengatur kesiapan nasabah saat survey.

    Hal ini membuktikan bahwa adanya persekongkolan (permufakatan jahat) terjadi antara Sulastri dan nasabah, bukan antara Sulastri dan pegawai bank. Karenanya unsur ‘turut serta’ tidak terpenuhi.

    Argumen Jaksa kadang menggandeng pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP untuk menautkan ‘turut serta’ secara fungsional. Misalnya dengan mengklaim analisis kredit fiktif atau survei asal jalan.

    Akan tetapi di sini, dua bantalan probatif berdiri : hasil audit internal yang  menyatakan proses sesuai SOP. Dan bukti perbandingan portofolio kelolaan yang sehat, yaitu Tingkat Non Performing Loan (NPL) nasabah di bawah pengelolaan Nursetya selama periode 2022 hanya sebesar 1,5 %.

    Ini menunjukkan bahwa secara umum metode analisis kredit valid, konsisten, dan sesuai prinsip kehati-hatian. Dengan demikian, aspek kehati-hatian terpenuhi, kegagalan kredit bukan akibat lemahnya analisis, melainkan fraud-pasca pencairan oleh pihak ketiga di luar kontrol pegawai bank.

    Jika tidak ada kontra bukti kuat, maka konstruksi turut serta pada delik Tipikor  terhadap pegawai bank berisiko berubah menjadi kriminalisasi atau resiko kredit yang sepatutnya ditangani secara perdata/administratif.

    Hal ini diperkuat dengan putusan Mahkamah Agung RI yang relevan, Putusan MA No. 1089K/Pid/2012. Dalam perkara pejabat bank yang dituduh turut serta menyetujui kredit, Mahkamah Agung menyatakan : apabila kredit diberikan sesuai prosedur, dan kerugian timbul karena perbuatan pihak ketiga setelah pencairan,maka tidak dapat dikategorikan sebagai turut serta dalam tindak pidana korupsi.

    Sedangkan putusan MA No.2476 K/Pid.Sus/2014 menyatakan bahwa mantri yang melakukan survey sesuai SOP dan tidak menikmat hasil korupsi, tidak dapat dipersalahkan karena unsur kesengajaan  dan kesamaan kehendak tidak terbukti.

    Dan selanjutnya, dilanjutkan dengan pembacaan pledoi dari Handjar Pramudya, yang pada intinya hampir sama dengan pledoi dari Nursetya.

    Dalam pledoinya, Teguh Prastyo SH memohon kepada majelis hakim untuk menyatakan Handjar Pramudya terbukti tidak bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan jaksa.

    Adanya permufakatan jahat antara Sulastri dan 46 nasabah. Ini masalah perbankan dan bukan dikriminalisasi sebagai korupsi. Adanya penyalahgunaan dalam kredit, nasabah dapat imbalan dan keuntungan yang tidak sah.

    Sehabis sidang, PH Teguh Prastyo SH mengatakan, terkait pledoi dengan unsur kesengajaan dan mens-rea (niat jahat) tidak ada. Juga tidak ada kesesuaian kesepakatan (meeting of mind), antara Sulastri dan Nursetya  Ardhi Arima.

    Justru yang terbukti dalam persidangan, adanya kesepakatan jahat antara nasabah dengan Sulastri. Sehingga apabila terjadi kesalahan paska pencairan, itu tidak bisa dipertanggungjawabkan kepada pegawai BRI.

    “Kalau kita mau fair, yang seharusnya menjadi terdakwa, adalah para nasabah dan Sulastri. Karena di situ ada kesengajaan untuk melakukan penipuan terhadap BRI. Dalam hal ini, Nursetya dan Handjar,” cetusnya.

    Sedangkan analisa yang digunakan Nursetya Ardhi itu sudah sesuai SOP, terbukti dari hasil audit internal yang menyatakan, bahwa SOP yang digunakan oleh Nursetya Ardhi sudah sesuai.

    “Hasil Analisa selama ini yang digunakan dalam menangani 500 nasabah , NPL-nya hanya 1,5 %. Sehingga tidak ada masalah dengan analisanya. Ini bentuk kriminalisasi terhadap pegawai BRI dalam melakukan kredit,” ungkapnya.

    Dalam kesempatan itu, PH Teguh Prastyo SH mengharapkan, Nursetya Ardhi dan  Handjar Pramudya seharusnya layak dibebaskan dari dakwaan dan tuntutan hukum. (ded)





    • Blogger
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Nursetya Ardhi dan Handjar Pramudya Layak Dibebaskan Rating: 5 Reviewed By: Media Surabaya Rek
    Ke Atas