SIDOARJO (mediasurabayarek.net ) – Sidang Nasrul Agung Filayati yang tersandung dugaan perkara kredit fiktif Bank BRI Ponorogo, dengan agenda pembacaan nota keberatan (eksepsi) yang disampaikan oleh Penasehat Hukum (PH) Ernawati SH MH di ruang Candra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Rabu (22/10/2025).
Dalam eksepsinya, PH Ernawati
SH MH menyebutkan, mengawali eksepsi dengan menyinggung asas legalitas dalam
penuntutan, karena dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sangat
tendensius dan patut diduga tebang- pilih dalam penuntutan perkara a quo.
Dengan mengaburkan
fakta-fakta penyidikan, yaitu dengan tidak memasukkan 2 (dua) orang saksi kunci
atas nama Bagus Prasetyo Nugroho yang dalam surat dakwaan disebut operator
perubahan elemen data. Dan saksi Risma
Lestinasari, Kepala Unit BRI Pasar Pon yang mempunyai kewenangan
memutuskan kredit yang menjadi obyek perkara a quo.
Sehingga mengakibatkan
surat dakwaan Penuntut Umum tidak memenuhi syarat materiil dakwaan, dan dakwaan
haruslah dinyatakan batal demi hukum.
“Kedua personal tersebut
diuraikan dalam surat dakwaan dan berkas perkara. Namun kedua personal tersebut
tidak ada di dalam daftar saksi, juga
tidak di BAP sebagai saksi dalam perkara ini,” ucap Ernawati SH MH.
Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umuma, lembar kedua poin 1 menguraikan terdakwa, menerima foto KTP dari Daniel Sakti Kusuma Wijaya alias Lete. Kemudian terdakwa, mengirim foto KTP tersebut kepada saksi Heri Widodo. Dan selanjutnya Heri Widodo mengirimkan foto KTP tersebut kepada operator layanan aplikasi informasi aplikasi kependudukan (SIAK) pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Ponorogo, yang salah satunya adalah saksi Bagus Prasetyo Nugroho.
Kemudian oleh saksi
Bagus Prasetyo Nugroho data alamat dalam KTP diubah tanpa memenuhi kelengkapan
administrasi berupa form F.1.03 (Form Pindah Domisili) KTP dan KK asli yang
diajukan oleh pemilik identitas, serta surat kuasa dari pemilik identitas (jika
yang mengajukan bukan pemilik identitas.
Namun demikian, menurut
Tim Penasehat Hukum, uraian perjalanan elemen data tersebut dapat ditarik
benang merah terbitnya perubahan elemen data dalam KTP perkara a quo adalah
merupakan tindakan berantai, yang dilaksanakan oleh 4 (empat) personal, yaitu
Daniel Sakti Kusuma Wijaya, terdakwa, Heri Widodo dan Bagus Prasetyo Nugroho.
Keempatnya sama-sama
berperan dalam tindakan perubahan elemen data tersebut. Khususnya tindakan Bagus
Prasetyo Nugroho yang nyata-nyata dalam surat dakwaan diuraikan sudah
memproses, tanpa memenuhi persyaratan.
“Tindakan ini adalah
perbuatan melawan hukum. Dengan tindakan Heri yang juga tidak menerima kuasa dari
pemilik KTP meneruskan kepada Bagus. Sehingga kedua orang tersebut sama-sama
melakukan tindakan melawan hukum dalam perkara a quo. Mengapa mereka tidak
dijadikan terdakwa ?,” ujar Ernawati SH MH.
Bagus sebagai opearator
aplikasi SIAK adalah saksi kunci, karena apabila Bagus tidak melanggar SOP,
maka tidak terbit peralihan elemen data, dan otomatis tdak akan ada kasus ini.
Dalam surat dakwaan,
Bagus Prasetyo Nugroho disebut sebagai saksi. Tetapi pada kenyataannya tidak
diperiksa / tidak di BAP keterangannya sebagai saksi. Dari uraian tersebut, Tim
Penasehat Hukum patut bertanya, Ada Apa Dengan Jaksa ?
Tim Penasehat Hukum juga
patut mempertanyakan Risma Lestinasari yang tidak
diposisikan sebagai saksi. Apalagi
diposisikan sebagai terdakwa, dalam
perkara ini.
Sedangkan Risma Lestinasari
patut diduga telah melanggar Surat
Edaran Direksi SE.07-DIR/KRD/03/2023 tentang
perubahan pertama Kredit Usaha Rakyat (KUR) PT Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk , yang menyebabkan cairnya kredit dalam perkara aquo.
Untuk 5 (lima) KTP dari
Daniel Sakti Kusuma Wijaya, terdakwa tidak pernah mengetahui apakah
sepengetahuan pemilik identitas atau tidak. Terdakwa, tidak pernah mendapatkan
uang dari hasil pencairan KUR atas nama KTP 5 orang tersebut.
Ada satu perubahan
elemen data KTP yang diurus langsung oleh terdakwa, akan tetapi atas sepengetahuan
pemiliknya, yaitu saksi M. Dimo Ramadhan.
Kemudian M. Dimo
Ramadhan sendirilah yang mengajukan permohonan KUR, sekaligus menerima pencairannya.
Sehingga KUR atas nama M. Dimo Ramadhan bukan merupakan kredit fiktif.
Bahwa terdakwa, sempat
menggunakan separuh dari hasil pencairan KUR atas nama saksi M.Dimo Ramadhan ,
dan separuh sisanya digunakan oleh saksi Adinda Aurella sebagai pinjaman bersama.
Bahwa terhadap pinjaman
bersama tersebut, terdakwa , sudah mengangsur sebanyak 4 (empat) kali selama 4
(empat) bulan). Yaitu Nopember, Desember 2024, Januari dan Februari 2025
melalui saksi Adinda Aurellia. Karena M. Dimo Ramadhan adalah keponakan dari
saksi Adinda Iva Aurellia.
Jadi pada intinya uraian
dakwaan yang menyatakan terdakwa, mencari orang-orang yang KTP-nya dipinjam
adalah sama sekali tidak benar.
Dalam surat dakwaan
Jaksa, diuraikan terdakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 32,2 juta. Dapat
terdakwa, jelaskan jumlah yang Rp 15 juta adalah pinjaman dari saksi M.Dimo
Ramadhan sebagaimana telah disebut di atas.
Kemudian RP 15 juta yang
lain merupakan pinjaman pribadi dari Daniel Sakti Kusuma Wijaya, dan sudah dikembalikan
sebelum terdakwa diperiksa dalam kasus ini.
Adapun Rp 200 ribu yang lain adalah uang jasa
dari Daniel Sakti, ketika Daniel meminta perubahan elemen data sebagai
pembayaran jasa kepada terdakwa.
“Sehingga terdakwa tidak
memiliki mens-rea menguntungkan diri sendiri, karena yang terjadi adalah kredit
atas nama saksi M.Dimo Ramadhan,” kata Ernawati SH MH.
Bahwa terdakwa sama-sekali
tidak tahu menahu tentang kerugian negara yang dikuasai oleh Saka Pradana
Putra. Terdakwa tidak kenal dengan Saka Pradana serta tidak pernah
berkomunikasi mengenai KUR dalam kasus ini.
“Demikian pula terdakwa,
tidak berkomunikas dengan saksi Daniel Sakti dalam urusan KUR di kasus ini. Sehingga
terdakwa tidak memiliki mens-rea dalam perkara ini,” cetus Ernawati SH MH.
Menurutnya, dakwaan
jaksa harus dinyatakan batal demi hukum, karena dasar perhitungan kerugian
negara merupakan hasil copy paste dari audit internal BRI dan bukan dari
hitungan penyidik pada kejaksaan negeri Ponorogo.
Auditor internal BRI maupun penyidik kejaksaan bukan lembaga yang berwenang menghitung dan menyatakan kerugian negara. Dalam dakwaan Jaksa menguraikan adanya kerugian negara sebesar Rp 600,122 juta yang tidak jelas dari mana asalnya, karena Penuntut Umum tidak menguraikan secara rinci. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar