SURABAYA
(mediasurabayarek.net) - Sidang lanjutan Ali Nasikin (Mantan Kades
Sidokerto), Samiun (Ketua Tim 9 Penjualan Aset Tanah), Kastain (kontraktor),
dan Eko (Direktur PT Kembang Kenongo Property), sekaligus pengembang Perumahan
Griyo Sono Indah, yang tersandung dugaan perkara korupsi penjualan tanah
asset milik Desa Sidokerto, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo.
Kini memasuki babak
mendengarkan keterangan dan pendapat Ahli Iwan Susanto (KJPP) dan Hery Sanjaya
S.Sos (Inspektorat Kabupaten Sidoarjo) yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum
(JPU) Wahyu SH dan Wido SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo, yang
digelar di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya,
Senin (13/10/2025).
Setelah Hakim Ketua Ni
Putu Sri Indayani SH MH membuka sidang dan terbuka untuk umum, langsung
memberikan kesempatan kepada Penuntut Umum untuk bertanya pada ahli, apakah
tugas dari KJPP (Kantor Jasa Penilai) ?
“Kami selaku appraisal
(penilai) mendapatkan tugas menerima permohonan klien dari pihak swasta,
company (perusahaan) atau pemerintah untuk menilai tanah dan bangunan. Nah,
setelah kontrak disetujui, kemudian melakukan survey. Mencari data pendukung dan
pembanding. Mengerucut satu nilai dan membuat laporan penilaian,” jawab Iwan
Susanto dari KJPP.
Menurut Iwan, ada
permintaan dari Kejaksaan untuk menilai harga tanah pada Januari 2025. Iwan
beserta tim melakukan peninjauan ke lokasi. Dari peta bidang BPN, tim melihat
kondisi lahan di Sidokerto seluas 4.118 M2.
“Tanah masih bentuk
kaplingan dan banyak rumah-rumah di sana. Perumahan Griyo Sono Indah hampir dipenuhi
oleh penghuni. Kami menilai tanah kosong berupa tanah pertanian dan dibandingkan
dengan tanah sekitarnya di situ. Penilaian pada 21 Januari 2025, nilai tanah
sekitar Rp 762.000 per meter persegi. Totalnya mencapai Rp 3,141 miliar. Tanah
itu berdekatan dengan Perumahan Tamandika dan Park Royal,” ucap Ahli dari KJPP.
Sementara itu, Hery Sanjaya S.Sos (Inspektorat Kabupaten Sidoarjo) menyebutkan, penghitungan di Desa Sidokerto pada tahun 2025 menggunakan metode penghitungan utuh dan menyeluruh.
Adanya
dugaan penyalahgunaan penjualan tanah desa.
Ada pembelian tanah ceklekan yang dibeli oleh Eko dan dibangun Perumahan
Griyo Sono Indah.
Berdasarkan perhitungan
KJPP, bahwa asset desa tidak bisa
diperjual-belikan pada pihak lain. Pemindahannya, hanya bisa dilakukan dengan
tukar-menukar obyek tanah. Ada tanah pengganti. Pada tahun 2025, diketahui
belum ada tanah pengganti yang diperjual-belikan itu seluas 4.118 M2.
“Jadi perhitungan kami
dan menilai timbul kerugian negara atas penjualan tanah cuilan sebesar Rp 3,141 miliar.
Sesuai Perbup No. 48 Tahun 2017, asset desa tidak
bisa diperjualbelikan. Perikatan jual beli tanah antara H Kastain dan Eko,”
ujar Ahli Insepktorat.
Kini giliran Penasehat
Hukum (PH) Ali Nasikin (Mantan Kades Sidokerto), yakni Dimas Yemabura Alfarauq
SH bertanya pada Ahli, apakah ada dokumen yang menunjukkan bukti fisik
penguasaan tanah itu dikuasai oleh desa ?
“Tidak ada dokumen yang
menunjukkan bahwa tanah itu dikuasai desa” jawab Ahli KJPP dan Inspektorat.
Nah, setelah mendengarkan
keterangan dan pendapat Ahli dari KPP dan Insepktorat, serta dirasakan sudah
cukup, Hakim Ketua Ni Putu Sri Indayani SH mengatakan, sidang akan dilanjutkan
pada Jum’at, 24 Oktober 2025 mendatang, dengan agenda pemeriksaan terdakwa.
Sehabis sidang, PH Dimas
Yemabura Alfarauq SH mengungkapkan, tadi ada 2 (dua) hal perlu diketahui, yang
dijadikan Inspektorat untuk menilai kerugian negara itu, berdasarkan BAP. Artinya
tidak ada yuridis, yang mempertegas dan memperjelas tentang keabsahan tanah itu
milik siapa.
“Apakah tanah itu sudah
tercatat menjadi inventaris desa. Sebagamana dijelaskan dalam pasal 59 Perbup No.
48 Tahun 2017, yang dikatakan oleh Inspektorat terjadi perbuatan melawan hukum,
karena melanggar ketentuan itu. Ternyata, Inspektorat pun tidak pernah tahu
kapan tanah itu diberikan pada petani gogol kepada desa. Harus ada pemberian
dari petani gogol kepada desa, sehingga bisa dikatakan asset desa,” tukasnya.
Menurut Dimas SH, karena
yang diterangkan Ahli adalah asset desa. Sebagaimana yang dikatakan oleh
majelis hakim, dan menanyakan kapan kerugian negara itu terjadi. Apakah karena
tanah itu dijual, atau karena uang hasil penjualan tidak disetor ke rekening
desa.
“Ini menjadi dua aspek
yang harus dipertegas dan diperjelas, Inspektorat men-declarekan , hasil audit
itu tentang apa. Tentang uang yang tidak dimasukkan atau penjualan asset desa
ini. Ada atau tidak ? Ternyata dalam persidangan ini, tidak ada. Hal ini menjadi
rancu dan tidak jelas. Apa yang dipersidangkan dan diperkarakan ini,” katanya.
Dalam kesempatan itu, PH
Dimas SH menerangkan, bahwa Ali Nasikin dikatakan menyalahgunakan wewenang
sebagai Kades. Karena ada permohonan dan data yang ada di desa. Memang ini
bukan catatan inventaris desa. Lantas penyalahgunaan wewenangnya di mana,
haruslah diperjelas akan hal ini.
“Sampai sekarang ini
belum jelas, karena sudah menjalankan apa yang difungsikan dan memberikan
informasi. Sifatnya masih administratif. Tanahnya belum jelas, ini tanahnya
siapa,” tuturnya.
Nanti PH Dimas SH akan membuktikan di persidangan, bahwa proses yang dilakukan Ali Nasikin berdasarkan permohonan dari warga desanya. Kalau dikatakan menyalahgunakan wewenang, justru pada saat dia tidak membuat, malah salah.
Karena, hal ini untuk kepentingan warga
desanya. Tanah itu tidak tercatat di
desa. Dan sudah ada penguasaan tanah dari petani gogol. Dan sebelum-sebelumnya,
tidak ada pencatatan. Masak mau dicatat.
“Dasar pencatatannya apa
? Apa data yuridisnya ? Sampai hari ini belum terbukti kesalahan itu. Belum ada
secara jelas dan tegas, mana penyalahgunaan wewenang dan terhadap apa. Tanah
itu milik siapa, masih belum jelas. Klien kami tidak menerima sesuatu ,”tandasnya.
(ded)

0 komentar:
Posting Komentar