728x90 AdSpace

  • Latest News

    Rabu, 15 Oktober 2025

    PH Dwi Prasetyo Wibowo SH : "Tidak Ada Manipulasi BPHTB Yang Dilakukan Pak Winarto"

     


    SIDOARJO (mediasurabayarek.net) -  Sidang lanjutan Winarto yang tersandung dugaan perkara korupsi pengadaan lahan pabrik mainan PT GFT Indonesia Investment di Desa Geneng, Ngawi, pada tahun 2023, dengan agenda pemeriksaan 5 (lima) saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Reza Prasetya Nitisasmito SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Ngawi.

    Adapun kelima saksi fakta itu adalah Moh. Aziz Romli, Gatot Wibowo, Slamet Riyad, Ahmad Irwan (Kabid Pengelolaan), dan Hendro Wiyadi (Bank Jatim), diperiksa secara marathon di depan Hakim Ketua Irlina SH MH didampingi Hakim Anggota Alex Cahyono SH MH, dan Samhadi SH MH , di ruang Candra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Selasa (14/10/2025).

    Dalam keterangannya,  Ahmad Arwan (Kabid Pengelolaan  Pendapatan Daerah) menyebutkan, pihaknya bertugas melakukan pengelolaan dan penerimaan pajak daerah.

    Pada tahun 2023 dan 2024, ada pembayaran Bea Perolehan  Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) oleh PT GFT Indonesia Investment, yang keseluruhannya ada 4 (empat) transaksi.

    “Nilai perolehan pajak dari obyek pajak, yang diajukan oleh PPAT atau Notaris atas nama Dirut PT GFT Indonesia, Andre Raymond lewat Bank Jatim. Diketahui, ada 104 transaksi dan  3 transaksi jual-beli,” ujarnya.

    Menurut Ahmad Arwan, pada 9 Desember 2023 diketahui ada pembayaran 104 transaksi yang totalnya mencapai Rp 67 miliar. Sedangkan pembayaran BPHTB senilai Rp 3 miliar. Yang up-load adalah Notaris Nafiaturrohmah SH Mkn.

    “Harga Rp 350 ribu per meterpersegi itu terbilang wajar. Sebab, tidak boleh harganya di bawah NJOP,” ucap Arwan.

    Sementara itu, saksi Moh, Aziz Romli (Kabid) menyatakan, pihaknya memfasilitasi investasi di Ngawi pada tahun 2023. Ada investor yang ingin berinvestasi di Ngawi, asalkan memenuhi persyaratan yang cukup, yakni tersedianya pasokan listrik, air, akses jalan dan ketersediaan tenaga kerja.

    “Kami melakukan paparan mengenai potensi di Ngawi. Andrew Raymond, Perwakilan PT GFT Indonesia datang ke kantor. Dia tanya lahan mana saja yang bisa dijadikan tempat industry. Ada 3 pilihan yang ditawarkan, yakni di Desa Geneng, Desa Keniten dan Desa Karang Asing. Dipilihlah Desa Geneng sebagai tempat investasi,” cetus Romli.

    Selain masalah harga tanah, juga ada keberatan beberapa warga desa yang tanahnya akan dijual pada investor.

    Diketahui Lurah memberi harga Rp 1,5 miliar (untuk setengah bahu seluas 3.000 M2). Sedangkan kemampuan PT GFT sekitar Rp 1,4 miliar. Namun, hal ini gagal total. Lalu minta tolong menghadap Bupati Ngawi.

    Saksi Romli mengantar untuk menghadap Bupati dan memerintahkan Winarto memfasilitasi pengadaan tanah tersebut. Dan ada beberapa kali rapat pertemuan di kafe, yang dihadiri oleh Gatot, Winarto, Romli dan lainnya.

    Untuk rapat pertama itu, belum membahas soal harga. Dan rapat kedua, 'deal' untuk harga tanah Rp 1,4 miliar. Ada DP Rp 150 juta yang diserahkan , namun untuk pembayaran ke petani, saksi Romli tidak mengetahuinya.

    “Saya mendapatkan Rp 250 juta dari Winarto dan motor Honda PCX. Pemberian ini sudah saya kembalikan ke Kejaksaan sekitar Rp 250 juta,’ cetus Romli.

    Sedangkan saksi Gatot Wibowo, selaku fasilitator menyatakan, ditelepon Winarto dan dikasih pekerjaan untuk membantu pembebasan lahan dan melakukan pendekatan pada petani yang belum mau menjual lahannya pada investor. Pada akhirnya, ada persetujuan harga Rp 1,4 miliar untuk tanah ukuran satu bahu.

    “(Atas pekerjaanitu-red) Saya mendapatkan Rp 170 juta dan motor Honda PCX. Tetapi, saya baru mengembalikan uang Rp 7,5 juta pada Kejaksaan,” kata Gatot.

    Sehabis sidang, Penasehat Hukum (PH) Winarto, yakni Dwi Prasetyo Wibowo SH mengatakan, dari 5 saksi fakta yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang paling penting adalah keterangan dari Ahmad Arwan (Kabid Pengelolaan  Pendapatan Daerah atau Bakeu). Dalam peristiwa ini, bahwa akta yang dikeluarkan oleh Notaris adalah akta pelepasan hak.

    “Tadi saya menanyakan, ternyata memang berbeda akta pelepasan hak dan akta jual-beli itu. Perihal pengenaan BPHTB itu , terkait pelepasan hak didasarkan pada nilai pasar yang berlaku di Ngawi. Yang kami garis bawahi dari pernyataan atau jawaban dari saksi Bakeu (Badan Keuangan), selama ini tidak ada prosedur yang keliru, terkait up-load data dan lainnya” cetus Dwi Prasetyo SH.

    Berkaitan dengan pembayaran BPHTB, yang didasarkan pada nilai pasar itu sudah betul dan semuanya dianggap wajar. Sehingga Bakeu yang selama ini tidak punya kewajiban untuk menagih kekurangan atau selisih pembayaran BPHTB, seperti yang didakwaan oleh Jaksa.

    “Dari keterangan tadi, tidak ada manipulasi BPHTB,yang dilakukan Pak Winarto.  Kami tetap berpegang teguh, azas praduga tidak bersalah sampai hari ini tetap harus dihormati,” ungkapnya.

    Sebagaimana dakwaan jaksa, disebutkan bahwa anggota DPRD Ngawi dari Golkar ini diduga telah menerima gratifikasi Rp 9,8 miliar dan dituduh telah merugikan keuangan negara Rp 432 juta. 

    Winarto didakwa melangar pasal 2 ayat (1), pasal 3. Pasal 12 b dan pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

    Perihal kerugian negara senilai Rp 432 juta, Winarto diduga melakukan manipulasi Bea Perolehan  Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sedangkan untuk gratifikasi yang ia terima mencapai Rp 9,8 miliar, terindikasi  setelah dari proses pembelian tanah-tanah lainnya.

    Dalam dakwaan Jaksa disebutkan bahwa, Winarto mendapatkan proyek pembebasan lahan PT GFT Indonesia Investment yang berlokasi di Desa Geneng pada tahun 2023.

    Investor mempercayakan Winarto untuk melakukan pembebasan lahan seluas 18 hektar dengan memberikan uang sekitar Rp 91 miliar.

    Kabarnya, uang tersebut digunakan untuk membeli sawah milik 50 petani sekitar Rp 76 miliar, dan Rp 4 miliar untuk membayar kewajiban pajak BPHTB, lalu Rp 1,6 miliar untuk PPh.

    Nah seiring berjalannya waktu, kasus tersebut terungkap setelah pihak penegak hukum mendapatkan laporan adanya tanah milik negara yang diduga kuat turut dibeli oleh pihak investor. Setelah dikembangkan, terungkap pula adanya dugaan gratifikasi dan korupsi pajak. (ded)




    • Blogger
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: PH Dwi Prasetyo Wibowo SH : "Tidak Ada Manipulasi BPHTB Yang Dilakukan Pak Winarto" Rating: 5 Reviewed By: Media Surabaya Rek
    Ke Atas