728x90 AdSpace

  • Latest News

    Rabu, 08 Oktober 2025

    Tidak Tahu Dananya Dipakai Pihak Ketiga, Seharusnya Nursetya Ardhi dan Handjar Tidak Bisa Dimintai Pertanggungjawaban Pidana

     


    SURABAYA (mediasurabayarek.net) –  Sidang lanjutan Nursetya Ardhi Arima, S.Kom (marketing BRI) dan  Handjar Pramudya SE (Kepala Unit BRI), yang tersandung dugaan perkara korupsi Kredit Usaha Rakyat (KUR) fiktif, menghadirkan Ahli Pidana Dr. Prija Djatmika SH di persidangan.

    Setelah Hakim Ketua I Made Yuliada SH MH membuka sidang dan terbuka untuk umum, langsung mempersilahkan Penasehat Hukum (PH) Teguh Prastyo Nur Widiyanto SH dan Timnya, bertanya lebih dahulu kepada Ahli Pidana tersebut.

    Dalam  keterangannnya, ahli pidana menyebutkan, bahwa tidak semua kredit macet itu masuk korupsi. Jika tidak ada fraud, konflik interest, sudah menerapkan prinsip kehati-hatian. Maka , perkara itu tidak bisa masuk tindak pidana korupsi (TIPIKOR).

    Kini giliran PH Teguh Prastyo SH bertanya pada ahli pidana, dengan memberikan ilustrasi kasus.  ada marketing sebut ‘A’ dalam sebuah momen ketemu B (tokoh desa), yang memberitahukan jika ada warga yang membutuhkan kredit bisa menyampaikan kepada dirinya.

    Lalu B mencari warga yang ingin mengajukan kredit ke bank. Ada kesepakatan pinjaman dan dikasih imbalan. Kemudian B menghubungi A, karena ada warga yang mengajukan kredit. Dokumen - dokumen yang diajukan memenuhi syarat dan pinjaman diproses oleh bank.

    Kemudian, diundang ke bank untuk akad kredit dan tanda tangan kredit. Di situ, dijelaskan hak dan kewajiban KUR. Lantas, kredit cair dan masuk ke rekening pemohon. Lalu, dibawa ke B, baik buku tabungan dan PIN, serta dapat imbalan. Bagaimana menurut ahli, apakah bisa penuhi unsur pidana ?

    “Untuk penuhi unsur pidana harus ada perbuatan materiil. Jika kreditnya macet dan merugikan bank. Maka dibuktikan permufakatan jahatnya. Jika A, B, dan C (nasabah) ada mufakat jahat. Ada subyektif elemen dan obyektif elemen. Bila pegawai bank tahu adanya kredit topengan (dipakai pihak ketiga), maka bisa dipidana. Akan tetapi, jika sejak awal tidak ada mens-rea nya. Pihak pegawai bank tidak tahu, maka tidak ada pidana,” jawab Ahli Pidana di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Selasa (7/10/2025).

    Kembali PH Teguh Prastyo SH bertanya pada ahli pidana, jika A (pegawai bank) mengelola 700 nasabah, NPL (kredit macet)  di bawah 3 %. Namun ada 46 nasabah tidak lancar. Tanpa sepengetahuan pihak bank (A), dana pinjaman kredit digunakan pihak ketiga.

    Kemudian, pihak internal bank turun dan ternyata tidak ada kesalahan yang dilakukan bank. Bagaimana pendapat ahli atas perkara ini ?

    “Maka kredit macet itu merupakan ‘resiko bisnis’.  Tidak bisa dibebani pidana,” jawab ahli pidana dengan nada tegas.

    Dalam kesempatan itu, Ahli Pidana menyampaikan, jika ada kredit macet, harus dilihat proses kreditnya. Kalau semuanya sudah dilewati, menjadi resiko bisnis. Bahwa tidak semua kerugian negara menjadi Tipikor.

    Jika ada kredit macet dan ada jaminan untuk menutupi kerugian. Maka untuk meminimalisir kerugian itu, dengan melakukan tindakan keperdataan. Bisa lakukan gugatan atau eksekusi atas jaminan nasabah tersebut.  Hal itu menjadi pengurang kerugian.

    “Kalau ada jaminannya, tidak ada kerugian negara. (Sebenarnya ) Pidana adalah upaya hukum terakhir. Jaminan melebihi hutang bisa disita. (Perkara) ini tidak bisa dipidanakan,” ujar ahli pidana.

    Nah, setelah keterangan dan pendapat Ahli Pidana dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua I Made Yuliada SH MH mengatakan, sidang akan dilanjutkan pada Selasa, 14 Oktober 2025 mendatang.

    Sehabis sidang, PH Teguh Prastyo Nur Widiyanto SH  mengatakan, terkait masalah pidana itu ada atau tidaknya niat jahat dari mantri. Kalau tidak ada niat (jahat) tidak bisa dipidana.

    “(Kedua) Terkait dengan nasabah, bisa didudukan sebagai korban. Karena sebagai salah satu penyerta dalam tindak pidana ini. Semua harus diproses, kalau bicara kesetaraan, nasabah tidak boleh diposisikan sebagai korban. Juga , diposisikan sebagai pelaku,” cetusnya.

    (Ketiga) tidak bisa terkait dengan putusan yang terdahulu, bisa dikaitkan dengan perkara yang sekarang. Bukan preseden, tidak terikat. Ada azas similar similibus , tidak bisa secara serta -merta diberlakukan.

    Intinya,  Nursetya Ardhi Arima, S.Kom dan  Handjar Pramudya SE tidak tahu kalau dananya dipakai pihak ketiga, seharusnya tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana.

    “Menurut ahli pidana, tidak ada mens-reanya. Niat jahatnya tidak ada. Maksud untuk melakukan tindak pidana itu tidak ada. Kalau Nursetya Ardhi dan Handjar, tahu bahwa dana itu akan dipakai pihak ketiga, pasti ditolak. Kan, ada beberapa nasabah mengakui akan dipakai Sulastri, ditolak. Maksud dan tujuan mewujudkan tindak pidananya itu tidak ada,” kata PH Teguh Prastyo. 

    Ahli pidana juga menyebutkan, bahwa satu-satunya instansi yang berhak mendeclare kerugian negara adalah BPK. Sedangkan BPKP dan Inspektorat hanya sekedar  menghitung saja. Jika BPKP dan Inspektorat  menemukan kerugian negara, bisa menghitung. Namun, hal ini bergantung keyakinan majelis hakim untuk memutuskan perkara. (ded) 

    • Blogger
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Tidak Tahu Dananya Dipakai Pihak Ketiga, Seharusnya Nursetya Ardhi dan Handjar Tidak Bisa Dimintai Pertanggungjawaban Pidana Rating: 5 Reviewed By: Media Surabaya Rek
    Ke Atas