SIDOARJO (mediasurabayarek.net) - Sidang lanjutan Ir. Agoes Boedi Tjahjono MT, (Mantan Kadis PU Tahun 2015-2017) , yang tersandung dugaan perkara menyalahgunaan keuangan Rusunawa Tambak Sawah, terus bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya.
Kali ini agendanya adalah pembacaan nota keberatan (eksepsi) yang dibacakan oleh Ketua Tim Penasehat Hukum (PH), Descha Govindha Faesrahman SH di ruang Cakra Pengadilan TIPIKOR Surabaya, Senin (17/11/2025).
Dalam eksepsinya, PH Descha Govindha SH memohon dengan hormat kepada Hakim Yang Mulia untuk menjatuhkan putusan sela dengan amar putusan yang pada pokoknya menyatakan, menerima keberatan (eksepsi) dari Penasehat Hukum untuk seluruhnya.
"Menyatakan surat dakwaan Penuntut Umum dengan Nomor Register Perkara: PDS-22/M.5.19/Ft.1/10/2025, batal demi hukum. Menetapkan pemeriksaan perkara terhadap Ir. Agoes Boedi Tjahjono MT tidak dilanjutkan. Membebaskan terdakwa, dari segala dakwaan," ucapnya dengan nada tegas.
Selain itu, memulihkan hak Ir, Agoes Boedi Tjahjono dalam hal kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya. Dan membebanan biaya perkara kepada negara. Atau jika majelis hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.
Diuraikan dalam eksepsi, bahwa total penggunaan dana rusunawa yang tidak sesuai peruntukannya dan tidak jelas pertanggungjawabannya selama periode tahun 2014 hingga tahun 2016, sebagaimana dakwaan jaksa,hanya sebesar Rp 247 juta.
Nilai fakta dakwaan sebesar tersebut, jika dibandingkan hasil audit Inspektorat sebesar Rp 2,638 miliar. Maka dapat dipastikan bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak cermat.
Sedangkkan berdasarkan LHP BPK tertanggal 18 Mei 2017 tentang evaluasi Pengelolaan Rusunawa Tambak Sawah Waru Tahun 2016 disampaikan bahwa terdapat kekurangan setor dana sharing ke Pemkab Sidoarjo Tahun 2016 sebesar Rp 29,348 juta.
Namun berdasarkan surat hasil audit Inspektorat Tahun 2024 kepada Kejaksaan ,hasil perhitungan Inspektorat dinyatakan ada kerugian negara atas kekurangan bagi hasil Pemkab dan Pemdes sebesar Rp 886,8 juta, atau kekurangan bayar dama sharing bagi hasil kepada Pemkab sebesar Sidoarjo sebesar Rp 443,4 juta (50 %).
Adanya selisih hasil audit tersebut tentunya perbedaan nilainya tidak wajar antara kurang setor bagi hasil oleh BPK dan penetapan kerugian negara atas bagi hasil oleh Inspektorat.
Perhitungan kerugian negara Inspektorat yang rumusnya tidak sesuai ketentuan Perjanjian Kerjasama 2010 pasal 3 dan 4, penyebab utama hasil perhitungan kerugian negara atas kekurangan bagi hasil Pemkab dan Pemdes Tahun 2008-2022 sebesar Rp 9,751 miliar. tidak wajar dan akuntable perhitungannya.
Ketidakwajaran dan tidak akuntablenya rumus perhitungan kerugian negara atas kekurangan bagi hasil Pemkab dan Pemdes sebesar Rp 9,751 miliar. Ini menunjukkan bahwa dakwaan Jaksa tidak dan jelas dalam perhitungan kerugian negara atas kekurangan bagi hasil Pemkab dan Pemdes tahun 2008-2022.
Sistem bagi hasil keuntungan pengelolaan rusunawa Tambak Sawah sebesaar 50 % dari penghasilan setelah dipotong biaya operasional dan pemeliharaan ringan yang mengakibatan kerugian negara sebesar Rp 9,751 miliar.
Perhitungan bagi hasil keuntungan = 50 % - (biaya operasional ditambah pemeliharaan ringan). Rumus tersebut tidak bisa dihitung dan dibuktikan dalam dakwaan, karena sesuai hasil klarifikasi dengan auditor Inspektorat, bahwa Inspektorat tidak menghitung penghasilan rusunawa tambak sawah tahun 2008-2022.
Di samping itu, rumus perhitungan dakwaan tersebut, adalah salah dan tidak sesuai ketentuan pasal 3 dan 4 perjanjian kerjasama 2010. Yang seharusnya perhitungan bagi hasil Pemkab dan Pemdes Tambaksawah = masing-masing 50 % pendapatan bersih. Pendapatan bersih = penghasilan - (biaya operasional ditambah pemeliharaan ringan).
Materi dakwaan rumus perhitungan bagi hasil keuntungan tidak sesuai dengan rumus tabel perhitungan Inspektorat, sehingga dakwaan jaksa tidak cermat dan jelas.
Dalam materi dakwaan ada 3 (tiga) rumus perhitungan yang berbeda, yakni perhitungan bagi hasil keuntungan = 50 % penghasilan - (biaya pemeliharaan ringan). Perhitungan kekurangan penerimaan daerah Pemkab Sidoarjo = (74,04 % - 40 %) X penerimaan. Dan perhitungan bagi hasil = penerimaan - (biaya operasional ditambah pemeliharaan).
Selain itu, Inspektorat tidak punya kewenangan menyataan/menetapkan , bahkan bersama-sama ikut mendeclare kerugian keuangan negara. Berdasarkan SEMA No. 4 Tahun 2016, point 6 tertanggal 6 Desember 2016 kepada Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua Pengadilan seluruh Indonesia menyataan, instansi yang berwenang menyataan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah BPK, yang memiliki kewenangan konstitusional.
Sedangan instansi lainnya, seperti BPKP/Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemerikaan dan audit pengelolaan keuangan negara. Namun tidak berwenang menyatakan atau mendeclare adanya kerugian keuangan negara .
Jika perjanjian kerjasama No : 130/03/404.1.1.2/2010 tanggal 29 Januari 2010 antara Pemkab Sidoarjo dan Pemdes Tambak Sawah dalam pengelolaan rusunawa Tambaksawah 2010 tidak sesuai ketentuan. Maka seharusnya yang paling bertanggungjawab yang berkontrak yakni Pemkab Sidoarjo. Dalam hal ini Bupati Sidoarjo. Drs. Win Hendarso MM. Bukan pengguna barang milik daerah yang menjabat tahun 2014-2016.
Karena terdakwa yang menjabat sebagai Kepala Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Tahun 2014-2016, tentunya secara langsung tidak mengetahui bagaimana keseluruhan atau detil proses pembuatan perjanjian kerjasama antara Pemkab Sidoarjo dan Pemdes Tambak Sawah dalam pengelolaan rusunawa Tambaksawah maupun operasional pengelolaannya, khususnya selama periode tahun 2006-2013.
Sebagai pengguna barang tidak punya kewenangan dan kompetensi membuat Perda atau Perbup, terkait pengelolaan rusunawa Tambak Sawah. Namun di awal bertugas sebagai Kepala Dinas PU CIpta Karya dan Tata Ruang pada tahun 2014,ada pemeriksaan teertentu pengelolaan rusunawa Tambaksawah oleh Inspektorat Kabupaten Sidoarjo. Sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tanggal 7 April 2014.
Rekomendasi temuannya, yakni badan pengelolaan yang ada belum mempunyai legalitas, ada tunggakan uang sewa rusunawa sebesar Rp 4,375 juta, pendapatan uang jaminan dari penyewa senilai Rp 130, 45 juta. Dan pengelolaannya tidak sesuai ketentuan.
Sehabis sidang, PH Descha Govindha SH mengatakan, pihaknya menitikberatkan eksepsi pada perhitungan Inspektorat yang tidak sesuai dengan Perjanjian Kerjasama (PKS). Terutama pada PKS tahun 2010 jelas perubahannya seperti apa. Dan seharusnya yang bertanggungjawab bukanlah Kepala Dinas terlebih dahulu. Tetapi, seharusnya Bupati Win Hendarso yang bertanggungjawab.
"Masak Kadis bertanggungjawab terlebih dahulu, tetapi Bupati tidak bertanggungjawab, dan tidak turut diperiksa oleh Kejaksaan. Padahal yang berkontrak adalah Bupati Win Hendarso , yang bekerjasama antara Pemkab Sidoarjo dan Pemdes Tambaksawah," cetusnya.
Oleh karena itu, dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) batal demi hukum dan sidang Agoes Boedi Tjahjono tidak dilanjutkan dan dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan hukum. (ded)


0 komentar:
Posting Komentar