728x90 AdSpace

  • Latest News

    Sabtu, 08 November 2025

    Dalam Dupliknya, Nursetya Ardhi Arima dan Handjar Pramudya Minta Dibebaskan

      



    SIDOARJO (mediasurabayarek.net) –  Agenda pembacaan duplik disampaikan oleh Penasehat Hukum (PH) Teguh Prastyo Nur Widiyanto SH, dalam sidang lanjutan Nursetya Ardhi Arima, S.Kom (marketing BRI) dan  Handjar Pramudya SE (Kepala Unit BRI), yang tersandung dugaan perkara korupsi Kredit Usaha Rakyat (KUR) fiktif, di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Jum’at  (7/11/2025).

    Dalam dupliknya, PH Teguh Prastyo SH menyatakan, karena Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dapat membuktikan salah satu dari unsur-unsur delik yang ada pada pasal 2 Jo pasal 18 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    “Maka kami Tim Kuasa Hukum Nursetya Ardhi memohon kepada majelis hakim  untuk menerima duplik Nursetya untuk seluruhnya.  Menolak atau setidak-tidaknya menyatakan tidak dapat diterima replik dan tuntutan Jaksa untuk seluruhnya,” ucapnya.

    Menurut PH Teguh Prastyo SH, pihaknya memohon supaya Yang Mula Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadil perkara a quo dengan seksama menerima pembelaan Nursetya, baik sebagian maupun seluruhnya, hingga akhirnya pada putusan yang berkeadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

    Dipaparkannya, bahwa Penasehat Hukum menolak replik Jaksa untuk seluruhnya. Bahwa apa yang didalilkan oleh Jaksa sebagai fakta hukum dalam repliknya hanya sebatas mengcopy paste keterangan (fakta hukum) yang ada dalam putusan perkara lainnya (Sulastri-red).

    “Padahal perlu kami tekankan perbuatan materiil dan fakta hukym yang terungkap dalam persidangan perkara Sulastri dengan perkara Nursetya Ardhi sangat berbeda jauh. Sehingga tidak bisa diterapkan begitu saja atas nama “similia similibus’. Oleh karena itu kami mohon kepada  Yang Mulia Majelis Hakim atas kasus terdahulu yang sama, juga harus berhati-hati,” ujar PH Teguh Prastyo SH.

    Bahwa setiap kasus tidak akan sama seratus persen, pasti ada perbedaan – perbedaan, entah itu  besar atau kecil. Akan tetapi dengan perbedaan tersebut dengan menilai seluruh bukti dan fakta yang terungkap dalam persidangan  yang sedang  berlangsung, bukan berdasarkan fakta dan bukti dalam persidangan terdakwa, lain.

    Bahwa apa yang diuraikan oleh Jaksa  halaman 2 sampai  8 adalah dalil yang mengada-ada, yang didasarkan pada keterangan dalam putusan  perkara lainnya. Bahwa kerugian dalam kasus ini dialami oleh PT BRI (Persero) sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berstatus  Perseroan Terbatas dan tunduk pada hukum privat. Bukan lagi murni sebagai lembaga pemerintah.

    Artinya, meskipun saham mayoritas dimiliki negara, BRI adalah entitas bisnis yang berorientasi laba dan memiliki tanggung jawab korporasi (corporate liability) terhadap pemegang sahamnya. Bukan terhadap kas negara  secara  langsung. Karena dana kredit berasal dari dana pihak ketiga (nasabah) bukan dari  APBN.

    Dengan demikian, ketika negara menyertakan modalnya ke BRI, modal tersebut berubah status menjadi asset korporasi, bukan lagi aset negara yang tunduk pada hukum publik.

    Bahwa kerugian yang timbul akibat kredit macet atau penyalahgunaan dana di BRI Unit  Tegalombo termasuk dalam kerugian korporasi. Karena dana tersebut berasal dari dana operasional BRI, bukan langsung dari APBN. 

    BRI memiliki mekanisme sendiri dalam menanggung risiko kredit (NPL recovery, gugatan perdata). Tidak ada unsur penyalahgunaan anggaran publik negara, prosedur kredit telah dilakukan sesuai SOP (dibuktikan  audit internal).

    Justru terungkap fakta persekongkolan jahat yang terjadi antara Sulastri dengan para nasabah untuk menipu petugas. Kerugian timbul dari perbuatan pihak ketiga (Sulastri dan nasabah)  di luar kendali pegawai bank, BRI telah melakukan Langkah hukum dan penagihan.

    “Maka secara hukum, kerugian yang muncul adalah risiko bisnis akibat  kelalaian atau penipuan pihak ketiga, bukan tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian negara,” cetusnya.

    Apalagi, data audit internal BRI menunjukkan bahwa portofolio kredit milik Nursetya Ardhi memiliki tingkat NPL sebesar 1,5 %, jauh di bawah batas toleransi risiko perbankan. 

    Artinya, kinerja analisis kredit dan pembinaan debitur yang dilalukan Nursetya terukur, berhati-hati, dan sesuai prinsip prudential banking.  Hasil audit internal BRI yang menyatakan tidak terdapat kesalahan administratif maupun pelanggaran prosedural.

    Bahwa terkait dengan dalil Jaksa halaman 2 s/d 8 yang pada pokoknya menguraikan jika terdakwa, secara bersama-sama  dengan Sulastri, adalah dalil yang mengada-ada dan tidak benar.

    Dalam persidangan, saksi Sulastri menyampaikan jika Nursetya Ardhi tidak mengetahui atau tidak tahu jika uang nasabah digunakan oleh Sulastri. Saksi Sulastri juga menerangkan jika  Nursetya Ardhi tidak tahu kalau adanya  praktik pinjam nama. 

    Sulastri juga menerangkan jika tidak ada kerjasama  antara Sulastri dengan Nursetya. Sulastri menerangkan jika tidak ada imbalan atau janji atau hadiah yang diberikan oleh Sulastri kepada Nursetya Ardhi.

    Sedangkan duplik dari Handjar Pramudya pada intinya hampir sama dengan duplik Nursetya Ardhi Arima. Sehingga majelis hakim menyarankan kepada Penasehat Hukum untuk tidak perlu dibacakan di depan persidangan.

    "Kalau duplik Handjar Pramudya hampir sama isinya, tidak perlu dibacakan lagi. Nanti putusan akan dilaksanakan pada Jum'at, 14 Nopember 2025 mendatang ya. Majelis hakim akan bermusyarawah lebih dulu," kata Hakim Ketua I Made Yuliada  SH MH seraya mengetukkan palunya sebagai pertanda sidang selesai dan berakhir sudah.

    Sehabis sidang, PH Teguh Prastyo SH mengatakan, inti duplik membantah dalil Jaksa Penuntut Umum (JPU) , apa yang didalilkan itu merupakan copy-paste dari putusan yang sebelumnya.

    Sedangkan fakta yang terungkap di persidangan , antara perkara sekarang dan sebelumnya itu berbeda. Dalam dalilnya, Jaksa selalu mengutip keterangan Sulastri dalam perkara sebelumnya.

    Padahal keterangan Sulastri, bertentangan dengan keterangan dalam perkara ini. Contohnya, terkait persekongkolan antara Sulastri dengan Nursetya Ardhi , itu tidak ada.

    “Keterangan sebelumnya bertentangan dengan keterangan para nasabah. Para nasabah menerangkan bahwa Nursetya Ardhi tidak tahu terkait persekongkolan  antara nasabah dan Sulastri. Praktik pinjam nama pun juga tidak tahu,” tuturnya.

    Terkait hasi analisa yang digunakan Nursetya Ardhi, adalah hasil analisa yang digunakan untuk nasabah lainnya. Jadi sama dan tidak ada perlakuan yang berbeda. Buktinya, ada 10 nasabah dengan analisa yang sama, mereka bisa menyelesaikan kreditnya,” ungkapnya.

    Jadi persoalannya bukan terkait dengan analisanya, tetapi uang itu digunakan oleh pihak ketiga (Sulastri). Kalau uang itu digunakan oleh nasabah sendiri untuk usaha , sebagaimana permohonan. Pasti akan kembali dan tidak terjadi kredit macet.

    “Kami tetap minta bebas kepada majelis hakim,” tukasnya dengan nada penuh ketegasan di Pengadilan TIPIKOR Surabaya.

    Terkait dengan persekongkolan, tidak ada meeting of minds  atau permufakatan jahat antara  Sulastri dengan Nursetya Ardhi. Karena tidak ada persesuaian kehendak, komunikasi jahat, atau keuntungan bersama  dari perbuatan tersebut. Nursetya  melaksanakan tugas sesuai prinsip kehati-hatian dan SOP BRI yang dibuktikan dengan hasil audit internal. Sedangkan penyalahgunaan dana sepenuhnya dilakukan oleh Sulastri dan para nasabah setelah dana dicairkan. (ded)


    • Blogger
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Dalam Dupliknya, Nursetya Ardhi Arima dan Handjar Pramudya Minta Dibebaskan Rating: 5 Reviewed By: Media Surabaya Rek
    Ke Atas