SIDOARJO
(mediasurabayarek.net ) – Kini giliran Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nur
Ngali SH dan Marsusanto SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kediri, mengajukan replik
(jawaban terhadap nota pembelaan/pledoi) dari Ketua Penasehat Hukum (PH) Arif
Wibowo SE. MM, yakni Eko Budiono SH.
“Setelah membaca nota
pembelaan (pledoi) dari penasehat hukum (PH) terdakwa, kami memohon kepada
Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang memeriksa dan mengadili perkara
ini memutuskan, menyatakan nota pembelaan (pledoi) dari Arif Wibowo SE. MM, Wakil Bendahara KONI
Kota Kediri, tidak dapat diterima,” ucap Jaksa Marusanto SH di ruang Cakra
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Senin (3/11/2025).
Dan menyatakan terdakwa,
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana
diatur dan diancam pidana dalam dakwaan kesatu subsidiair pasal 3 Jo pasal 18
UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ini sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta dijatuhi
pidana, sebagaimana tuntutan pidana yang telah dibacakan pada Kamis, 23 Oktober
2025.
Dalam sidang lanjutan Arif Wibowo SE. MM, Wakil Bendahara KONI Kota
Kediri, yang tersandung dugaan perkara korupsi dana hibah
Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Kediri Tahun
Anggaran (TA) 2023, ini Jaksa mengajukan replik guna menjadi bahan pertimbangan
bagi Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk mengambil Keputusan
atas diri Arif Wibowo , dengan hukuman yang seadil-adilnya secara arif dan
bijaksana sebagaimana dalam tuntutan Jaksa.
“Dengan mengedepankan
kepentingan negara dan bangsa di atas
kepentingan yang lainnya dengan diselimuti semangat penegakan hukum pada tidak
pidana korupsi yang menjadi atensi dan prioritas utama dari pemerintah guna mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan berwibawa,” ucap Jaksa Marsusanto SH.
Menurut Jaksa, mengenai
pledoi PH tentang mens-rea, unsur kesengajaan, dan kelalaian. Lebih karena
kelalaian tidak mengecek detil anggaran KONI. Dana hibah KONI , jika terjadi
penyalahgunaan keuangan negara menjadi tanggungjawab penuh pihak kedua.
“Oleh karena itu ,
pledoi wajib ditolak. Kami mohon majelis hakim yang memeriksa dan memutus
perkara ini menolak seluruh pledoi PH. Dan menjatuhkan putusan sebagaimana tuntutan
Jaksa,” cetusnya.
Nah, setelah Jaksa
membacakan repliknya dan dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Ferdinand Marcus
Leander SH MH mengatakan, sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembacaan duplik
dari PH.
“Tolong sidang dengan
agenda duplik akan dilaksanakan pada Kamis, 6 Nopember 2025 mendatang jam 9 pagi.
Dan siangnya, putusan ya. Tolong, para terdakwanya, dihadirkan di persidangan
ya,” pinta majelis hakim seraya mengetukkan palunya sebagai pertanda sidang selesai
dan berakhir.
Sehabis sidang, Ketua
Tim Penasehat Hukum (PH) Eko Budiono SH mengatakan, menjadi hak JPU untuk
menolak pledoi dari Penasehat Hukum. Akan tetapi semuanya tergantung pada majelis
hakim.
“Kita tidak mengajukan
duplik dan berharap tetap berikan keadilan yang seadil-adilnya,” ungkapnya
mengakhiri wawancara dengan media massa di Pengadilan TIPIKOR Surabaya.
Sebagaimana dalam
pledoinya, PH Eko Budiono SH menyatakan, bahwa dakwaan dan tuntutan
Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak terbukti di persidangan. Maka layak secara
hukum, Arif Wibowo dibebaskan demi hukum.
Menurutnya, bahwa
dakwaan dan tuntutan Penuntut Umum ‘amburadul’. Dakwaan Jaksa tidak lengkap,
cermat, dan jelas. Dalam dakwaan Jaksa disebutkan, ada 19 kali penarikan
senilai Rp 10,03 miliar. Akan tetapi, dalam surat tuntutan Jaksa
disebutkan ada 21 kali penarikan sejumlah Rp 10,3 miliar.
Faktanya, penarikan itu
hanya sebesar Rp 9,83 miliar. Jadi tidak bisa dibuktikan berapa sebenarnya
kerugian negara itu.
“Jaksa berubah-ubah soal
jumlah penarikan dana Rp 10.03 miliar itu. Dakwaan dan tuntutan Jaksa
kacau-balau. Tidak bisa dibuktikan berapa kerugian yang pasti. Siapa yang
menikmati kerugian negara itu,”kata PH
Eko Budiono SH.
Lantas, bagaimana
Penuntut Umum menghitung bahwa Arif Wibowo menikmati Rp 2,21 miliar. Itu
hanya ilmu kira-kira saja. Seharusnya ada penghitungan yang pasti oleh Jaksa.
Agar tuntutan Jaksa tidak ngawur begitu.
Seharusnya penyelesaian
perkara itu lewat Pengadilan Negeri (PN) Kediri, bukan Pengadilan Khusus
TIPIKOR. Sebab, banyak pengurus KONI tidak ber-SK (mengantongi SK-red).
“Sebagai bawahan (Arif
Wibowo) dijadikan korban. Ketua berpesta- pora. Arif tidak punya kewenangan
menarik dana. Justru yang punya kewenangan pencairan dana adalah Ketua KONI,”
ujarnya.
Dipaparkan PH Eko
Budiono SH, Jaksa Penuntut Umum tidak bisa membuktikan perihal kerugian negara
yang dilakukan oleh Ketua dan Bendahara KONI. Di sini, tidak
mencari menang-menangan sendiri. Akan tetapi, justru mencari
keadilan yang sesungguhnya.
Kesalahan dibebankan
seluruhnya pada Wakil Bendahara, Arif Wibowo. Hal ini jelas tidak fair dan
ngawur. (ded)

0 komentar:
Posting Komentar