SURABAYA
(mediasurabayarek.net) – Sidang Nursetya Ardhi Arima, S.Kom (marketing
BRI) dan Handjar Pramudya SE (Kepala Unit BRI), yang tersandung
dugaan perkara korupsi Kredit Usaha Rakyat (KUR) fiktif, kembali dilanjutkan
dengan agenda replik—jawaban Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas nota pembelaan
(pledoi)—yang disampaikan oleh Ketua Tim Penasehat Hukum (PH) Teguh Prastyo Nur
Widiyanto SH.
Dalam repliknya, Jaksa Ratno
Timur SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Pacitan menyebutkan, kredit mikro KUR adalah bagian dari kerugian
negara. Mantri Nursetya tanpa melalui prosedur yang benar, membantu mencairkan
kredit yang digunakan oleh Suyanto dan Sulastri senilai Rp 1,68 miliar.
“Tidak seharusnya BRI
menyetujui kredit dari Sulastri yang pinjam nama 46 nama nasabah. Ada
kesadaran, akan merugikan negara. (Sebenarnya) ada peluang yang cukup untuk
membatalkan pengajuan kredit tersebut. Hal ini melanggar pasal 2 UU TIPIKOR,”
ucap Jaksa Ratno SH di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR)
Surabaya, Selasa (11/11/2025).
Menurut Jaksa, Nursetya
sebagai mantri BRI tidak melakukan penelitian dan analisa terhadap para nasabah
dengan cermat, dan tetap memberikan rekomendasi pinjaman nasabah. Hal ini bertentangan
dengan prinsip kehati-hatian bank dalam penyaluran KUR pada nasabah.
Dengan sengaja tidak
meneliti berkas -berkas nasabah dan tetap merekomendasi kredit KUR para nasabah.
Akibat perbuatannya, memperkaya Sulastri dan Suyanto, yang dapat merugikan
keuangan negara sebesar Rp 1,68 miliar. Hal ini sesuai hasil temuan Inspektorat.
“Kesimpulannya, kami
tetap pada surat tuntutan dan permohonan pledoi Penasehat Hukum (PH) harus ditolak.
Kami memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini
untuk menolak pledoi seluruhnya. Menyatakan Nursetya terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana 4 (empat) tahun,
dikurangi seluruh dalam masa tahanan yang dijalani dan tetap ditahan. Dan
menghukum denda Rp 200 juta subsidiair 4 (empat) bulan kurungan. Uang Pengganti
(UP) dibebankan pada Sulastri. Dan dibebani biaya perkara Rp 10.000,” ujar Jaksa
Ratno SH.
Nah, setelah pembacaan replik
untuk Nursetya Ardhi Arima, S.Kom, dilanjutkan dengan pembacaan replik untuk Handjar
Pramudya oleh Penuntut Umum.
“Mohon kiranya majelis
hakim yang menangani dan mengadili perkara ini, menolak pledoi secara keseluruhan.
Dan kami tetap pada surat tuntutan. Menyatakan Handjar Pramudya terbukti secara
sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Jatuhkan pidana 4 (empat)
tahun, dikurangi seluruh dalam masa tahanan yang dijalani dan tetap ditahan,”
cetus Jaksa Ratno SH.
Setelah pembacaan replik
terhadap Nursetya dan Handjar Pramudya dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua I
Made Yuliada SH MH mengatakan, majelis hakim masih memberikan kesempatan pada
PH Teguh Prastyo SH untuk menyampaikan dupliknya pada Jum’at, 7 Nopember 2025
mendatang.
“Silahkan PH menyampaikan duplik pada Jum’at (7/11/2025) jika ada hal-hal baru yang ingin disampaikan,” kata majelis hakim seraya mengetukkan palunya sebagai pertanda sidang selesai dan berakhir sudah.
Sehabis sidang, PH Teguh
Prastyo SH mengungkapkan, terkait dengan replik dari Jaksa ada beberapa hal
yang keberatan. Pertama, terkait dengan Jaksa mendasarkan keterangan dari
Sulastri. Padahal dalam fakta persidangan, Sulastri membantah kalau Nursetya
dan Handjar itu mengetahui uang itu digunakan oleh pihak ketiga.
“Tetapi ternyata, Jaksa
berpedoman pada putusan pengadilan. Dalam berkasnya, putusan pengadilan tidak
pernah dijadikan sebagai bukti dalam persidangan. Saya kira sangat tidak fair,
tidak pernah dijadikan bukti tetapi dijadikan rujukan,” tukasnya.
Yang kedua, lanjut Teguh
SH, hanya didasarkan pada keterangan Sulastri, ada azas bahwa satu saksi itu
bukan saksi. Sehingga, penasehat hukum tetap menolak adanya keterangan itu.
“Kami menolak replik
Jaksa dan tetap pada pembelaan (pledoi). Kami akan mengajukan duplik nanti. Dan
tetap minta Nursetya dan Handjar dibebaskan,” tandasnya.
Dalam pledoinya, Teguh Prastyo SH menyebutkan, Nursetya Ardhi Arima dan Handjar memohon kepada majelis hakim untuk menyatakan menerima pledoi (pembelaan) kuasa hukum untuk seluruhnya.
“Menyatakan menolak
seluruh dalil-dalil dalam surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atau
setidak-tidaknya menyatakan tidak dapat diterima. Dan menyatakan JPU tidak
dapat membuktikan salah satu dari unsur delik yang ada, pasal 2 ayat (1) jo
pasal 18 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana,
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ucapnya.
Atau
setidak-tidaknya perbuatan hukum yang dilakukan yang dilakukan oleh
Nursetya dan Handjar bukanlah perbuatan pidana, melainkan perbuatan perdata.
“Membebaskan Nursetya dan Handjar dari dakwaan primer atau setidak-tidaknya untuk melepaskan dari segala tuntutan hukum. Memulihkan hak-hak dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya.
Memerintahkan Penuntut Umum untuk membebaskan Nursetya dan Handjar dari tahanan.
Membebankan biaya perkara kepada negara,” pinta Teguh Prastyo SH.
Atau apabila majelis
hakim tetap berkeyakinan bahwa Nursetya dan Handjar tetap bersalah, mohon
memberikan putusan yang seringan-ringannya. (ded)


0 komentar:
Posting Komentar