SIDOARJO (mediasurabayarek.net)
– Sidang lanjutan Suharyono, Mastur Hudi, Andi
Winata, Tukilan, dan Hadi Kamisworo, yang tersandung dugaan perkara
korupsi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) senilai Rp 1,4 miliar tahun 2022
di Kota Blitar, kini memasuki babak penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Agung
Pambudi SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Blitar.
Dalam tuntutannya, Jaksa
Agung SH menyebutkan, menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi Surabaya yang mengadili dan memeriksa perkara ini , memutuskan Suharyono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama
, sebagaimana dalam dakwaan subsidiair Penuntut Umum.
“Menjatuhkan pidana
kepada Suharyono dengan pidana penjara
selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan, dikurangi selama dalam tahanan dengan
perintah tetap ditahan. Dan membayar denda sebesar Rp 100 juta, dengan
ketentuan apabila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan
kurungan. Menyatakan bangunan IPAL diserahkan
pada yang berhak dan penerima manfaat. Dan membebankan biaya perkara Rp 10.000,”
ucap Jaksa Agung SH di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR)
Surabaya, Senin (10/11/2025).
Menurut Jaksa, adanya
perjanjian antara Suharyono selaku Pengguna Anggaran (PA) dan PPK dengan Mastur
Hudi, Andi Winata, Tukilan, dan Hadi Kamisworo, untuk pengerjaan Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) tahun 2022 di Kota Blitar.
Sebagai PPK, Suharyono
tidak pernah turun ke lapangan dan tidak mengawasi pengerjaan proyek dengan
teliti.
Pekerjaan dinyatakan 100
persen dan BAST sudah dilakukan, padahal tidak sesuai keadaan yang sebenarnya
di lapangan. Sebagai Kadis PUPR kurang
efektif dan tidak melakukan pengendalian dan pengawasan atas apa yang dilakukan
KSM Wiroyudan dan pekerjaaan sanitasi lainnya.
“Pekerjaan dianggap selesai
dan hanya pemenuhan rekomendasi administrasi belaka,” ujar Jaksa Agung SH.
Selain itu, TFL/Pendamping
lapangan hanya penunjukkan untuk melaksanakan pekerjaan swakelola. Keadaan
fisik di lapangan tidak sesuai dengan perjanjan antara PPK dan KSM. Dan tidak sesuai jangka waktu yang diperjanjikan.
Perihal keterlambatan sudah dilaporkan ke Dinas, namun diberikan BAST begitu
saja.
Sedangkan, Mastur Hudi
dituntut 2 (dua) tahun penjara, dikurangi dalam tahanan dan ditetap ditahan.
Denda Rp 50 juta, jika tidak dibayar digant dengan kurungan 3 (tiga) bulan. Dan
terhadap uang tunai sebesar Rp 37,906 juta yang dikembalikan Mastur Hudi
berdasarkan Berita Acara Penitipan Uang Dugaan Kerugian Keuangan Negara tertanggal 24
Juli2025 dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai pengembalian
kerugian keuangan negara. Dan uang tunai
sebesar Rp 62 juta disetor ke kas negara, serta membebankan biaya perkara Rp
10.000.
Sedangkan Tukilan
dituntut dengan pidana 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan dikurangi dalam
tahanan. Tetap ditahan. Dan dikenakan denda Rp 50 juta, jika tidak dibayar
digant dengan kurungan 3 (tiga) bulan. Juga pidana tambahan berupa Uang
Pengganti (UP) Rp 243 juta. Jika tidak dibayar setelah satu bulan putusan
berkekutan hukum tetap, dan harta-benda bisa disita dan dilelang oleh Jaksa,
serta tidak cukup untuk menutupi UP. Akan dipidana selama 1 (satu) tahun. Dan
biaya perkara Rp 10.000.
Sementara itu, Andi Winata
dituntut Jaksa dengan pidana 2 (dua) tahun, dikurangi dalam tahanan dan tetap
ditahan. Denda Rp 50 juta, jika tidak dibayar diganti 3 (tiga) bulan. Dan
dibebani biaya perkara Rp 10.000.
Dan Hadi Kamisworo
dituntut dengan Pidana 2 (dua) tahun dikurangi dalam tahanan dan tetap ditahan.
Denda Rp 50 juta, jika tidak dibayar diganti 3 (tiga) bulan. Dan dibebani biaya
perkara Rp 10.000.
Nah, setelah Jaksa
membacakan tuntutannya, Hakim Ketua Ni Putu Sri Indayani SH MH menyatakan,sidang
akan dilanjutkan dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) pada Senin ,
24 Nopember 2025 mendatang.
“Baiklah dengan
demikian, sidang kami nyatakan selesai dan ditutup,” ujar majelis hakim seraya
mengetukkan palunya sebanyak tiga kali sebagai pertanda telah berakhir sudah.
Sehabis sidang, Penasehat
Hukum (PH) Suharyono, yakni DR. Supriarno SH. MH mengatakan, atas tuntutan
Jaksa ini banyak yang bisa dilakukan argumentasi hukum, untuk mematahkan
tuntutan Jaksa tersebut.
“ Kami siap mengajukan pledoi, dan banyak argumentasinya. Kami tidak melihat berat atau tidaknya tuntutan Jaksa itu. Tetapi dasar hukumnya sangat lemah, saya kira jaksa menyebut perjanjian. Perjanjian itu ranahnya perdata dan wanprestasi ada tindakan administrasi dan perdata. Tetapi dipaksakan masuk pidana dan memutar balikkan hukum," ungkapnya.
"JPU dalam tuntutannya, dasar hukumnya lemah. Banyak celah yang akan kami
sampaikan dasar hukum yang kuat untuk membebaskan atau setidak-tidaknya melepaskan
dari segala tuntutan jaksa,” tukasnya. (ded)

0 komentar:
Posting Komentar